Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jangan Khawatir, Stunting dan Obesitas Dapat Disembuhkan

26 Januari 2022   16:08 Diperbarui: 26 Januari 2022   16:36 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pemeriksaan kesehatan bayi untuk mencegah stunting | cnbcindonesia.com

Stunting pada bayi yang lahir secara prematur

Berbicara masalah stunting dan obesitas. Saya memiliki pengalaman tentang kedua hal tersebut. Pertama, masalah stunting.
Pada tahun 2005, bibi saya dikaruniai seorang bayi laki-laki dengan terlahir prematur pada usia kehamilan 8 bulan. Saat lahir di rumah sakit. Berat badan bayi hanya 1,5 kilogram, dengan ukuran sebesar botol marjan. Ringkih sekali kelihatannya. Bahkan, ketika ditaruh di atas pangkuan ibunya yang berselonjor kaki. Bayi ini 'ngeplos' kalau dalam bahasa Indonesia artinya keluar dari kedua betis saking kecilnya.


Nah, setelah lebih dari 15 hari dirawat dalam inkubator. Paman sebagai kepala keluarga, memutuskan untuk membawa pulang bayi.


Ada beberapa alasan yang menyebabkan beliau mengambil langkah riskan tersebut. 

Pertama, lambatnya kemajuan kesehatan yang dialami bayi. Dari hari 1-15 keluarga menunggu, namun seperti tanpa perubahan yang berarti. Bayi hanya tidur saja dan disusui dengan susu formula yang diteteskan ke mulut bayi menggunakan pipet. Terkadang perawat menggunakan kapas untuk meminumkan susu tersebut.


Kedua, pertimbangan biaya, maklum karena kami berasal dari desa dan termasuk kategori perekonomian yang terbatas. Jika bayi dibiarkan lebih lama di rumah sakit. Maka, biaya yang harus ditanggung akan semakin mahal.


Ketiga, orang-orang tua atau para sesepuh percaya bahwa mereka memiliki resep yang diyakini dapat mengatasi masalah tersebut. yang menurut petugas kesehatan desa termasuk kategori stunting.


Setelah perdebatan yang cukup alot antara pihak keluarga dan rumah sakit. Maka, kami disarankan untuk menandatangani surat perjanjian yang berisi, jika ada hal-hal berbahaya yang tidak diharapkan terjadi pada bayi tersebut. Maka, kami dari pihak keluarga tidak akan menyalahkan dan meminta tanggung jawab kepada pihak rumah sakit. Kami semua sepakat dan berhasil membawa bayi itu pulang ke rumah.

Cara-cara tradisional mengurus bayi prematur di rumah


Beberapa hal dilakukan sesaat setelah bayi tiba di rumah. Diantaranya mendekatkan tempat tidur bayi dengan perapian. Istilahnya disebut 'siduru' atau berdiang dengan tujuan agar bayi tetap hangat. Dengan adanya perapian yang terus menyala, meskipun dengan api kecil, diharapkan suhu ruangan sekitar tempat tidur bayi terasa hangat.


Hal kedua yang dilakukan adalah memandikan bayi dengan cara melumurinya dengan minyak 'keletik' yakni minyak kelapa yang diproduksi sendiri oleh masyarakat, bukan dengan cara membelinya di supermarket. Minyak keletik ini dipercaya sangat ampuh dan memiliki khasiat yang banyak bagi kesehatan dan juga aman untuk bayi baru lahir. Proses pembuatan dari minyak keletik ini sebenarnya mudah saja. Namun, membutuhkan waktu lama.


Pertama, siapkan dua butir kelapa yang sudah tua. Lalu dikupas kulit dan batoknya hingga tersisa daging kelapa. Kedua, parut atau kukur daging kelapa itu menjadi butiran halus bernama 'kelapa parut'. Ketiga, ambil saripati atau santan kental dari hasil memarut tersebut. 

Dengan cara menambahkan air bersih pada baskom yang telah berisi parut kelapa. Lalu sambil diremas-remas, lakukan penyaringan menggunakan alat saring khusus atau bisa juga dengan menggunakan lap bersih yang tipis, umpama saringan nasi. 

Langkah ketiga, jerangkan santan kental tersebut di atas api kecil saja. Keempat, aduk-aduk terus hingga terpisah antara minyak keletik dan hasil endapan dari santan tersebut. Kami menyebut hasil endapan tersebut dengan nama 'galendo' sejenis kudapan khas Sunda yang manis dan legit.


Hal ketiga, yang dilakukan oleh para sepuh pada bayi itu adalah selalu membedongnya dengan nyaman menggunakan kain 'samping' atau jarik dalam bahasa Indonesia. Selama di rumah, bayi itu tampak sangat nyaman. 

Tidurnya nyenyak, minum asi-nya juga kuat. Walau daya hisapnya masih belum sempurna. Untuk masalah memberikan susu, bibi mengikuti aturan rumah sakit dengan menggunakan pipet atau sesekali dengan kapas. Namun, susunya diganti dengan air susu ibu yang telah diperah terlebih dahulu, dan dimasukan ke dalam botol khusus.


Alhamdulillah, rasa syukur tak terhingga kami sekeluarga langitkan pada Yang Maha Kuasa. Dari hari ke hari, bayi itu mengalami perkembangan yang lumayan baik. Dia mulai menggerakkan bibirnya jika haus atau lapar. Juga dapat mengeluarkan suara tangisan, meski terdengar masih sangat lemah.


Tapi, bagi kami itu adalah sebuah kemajuan yang membahagiakan. Tiap malam, kami bersaudara secara bergantian menginap di rumah paman. Agar suasana rumah terasa hangat dan kekeluargaan. Kami terus berdoa dan berharap agar bayi ini dapat tumbuh besar dan kuat.


Dua tahun berlalu, bayi itu tumbuh seperti anak biasanya. Hanya tinggi dan berat badannya, setelah diperiksa oleh petugas kesehatan ternyata kurang dari berat dan tinggi yang disyaratkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Bahkan, bidan desa mengatakan, bahwa sepupu saya tersebut termasuk ke dalam kategori stunting.


Rasa khawatir pun kembali datang ke rumah keluarga kami. Tapi, untungnya paman dan bibi adalah tipe orang yang selalu optimis. Mereka tidak terlihat lemah atau terpuruk dengan keadaan tersebut. Setiap hari terus berjuang agar berat dan tinggi badan anaknya mencapai grafik yang disyaratkan.


Setelah dinyatakan bahwa sepupu saya stunting oleh petugas kesehatan. Sejak saat itu, bibi termasuk keluarga sasaran program pemberian makanan tambahan (PMT).


Sahabat Kompasianer pasti sudah tahu, jika PMT adalah program intervensi yang dikhususkan untuk anak-anak kurang gizi di seluruh Indonesia. Dengan tujuan agar status gizi anak meningkat dan tercukupi. PMT diberikan satu kali dalam sehari selama 90 hari berturut-turut atau selama tiga bulan.


Saya pernah melihat isi dari PMT balita yang diberikan oleh petugas kesehatan desa kepada keluarga bibi. Kantong PMT tersebut berisi pudding susu PMT balita, bubur kacang ijo PMT balita, nugget ayam sayur PMT balita, sayur balita (telur, buncis, wortel), bola-bola coklat keju, rolade tahu sosis, pudding zebra kelor, dan pudding jagung maizena vla coklat.

Stunting bisa diobati


Pernah suatu hari, bibi bertanya kepada saya. Mungkin saat itu, dia sedang merasa lelah dan putus asa. Karena, setelah beberapa cara dipraktekan, grafik berat dan tinggi badan belum mengalami kenaikan. "Apakah stunting bisa diobati?"


Mengutip dari perkataan Dr. dr.Lany C. Gultum, SpA (K) --Spesialis anak, saya menjawab, "Tentu saja bisa, Bi. Caranya dengan memperbaiki asupan nutrisi yang baik dari usia 0 hingga 1000 hari kehidupan anak. Rajin dan konsisten untuk memberikan stimulasi-stimulasi pada anak. Pastikan anak memiliki waktu yang cukup untuk tidur. Dan ajak anak untuk melakukan aktivitas fisik. Umpama jalan kaki, main bola, berlari, dan menarik mobil-mobilan di taman."


Alhamdulillah, pada tahun 2022 sekarang ini sepupu saya sudah duduk di kelas satu SMK. Berat dan tinggi badannya lumayan lah normal. Namun, memang jika dibandingkan dengan anak seusianya. Ada perbedaan yang mencolok. But, overall is okay.

Obesitas karena gaya hidup

Terkait masalah yang kedua yakni obesitas saya juga memiliki pengalaman. Bahkan ini dialami oleh saya sendiri. Maaf ya, Kompasianer jadi curcol. Hihi.


Pada tahun 2010, saya pindah mengajar dari SMPN 2 Cimanggung ke SMPN 1 Sumedang. Saat di sekolah yang pertama, berat badan saya adalah 52 kilogram. Lumayan ideal lah denga tinggi badan 154. Meski sebenarnya, kurang ideal sedikit lagi. Nah, pada tahun 2017 berat badan saya mencapai 72 kilogram. Nah, tuh. Naik sekitar dua puluh kilogram dari berat awal.


Beberapa keluhan mulai saya rasakan. Pertama, napas ngos-ngosan bila berjalan terlalu cepat, berlari, dan naik tangga. Bahkan, pada tahun 2018 saya divonis oleh dokter memiliki penyakit asma. Saat itu dokter mengharuskan saya mengkonsumsi obat asma setiap hari. Tapi, saya tidak nurut. Maap ya, Pak Dokter.


Kedua, kaki bengkak dan mudah pegal. Mungkin karena memikul beban yang melebihi kapasitasnya. Kaki saya sering terasa kesemutan, bengkal, dan pegal. Hal itu terus berlanjut. Hingga saya memutuskan untuk ke dokter. Saya disarankan untuk diet oleh dokter tersebut. Karena, jika tidak dikhawatirkan tulang lutut saya tidak akan sanggup lagi menopang berat badan, hingga saya nantinya tidak akan bisa berjalan.


Ketiga, sering lecet di beberapa bagian tubuh yang terlipat. Seperti lipatan ketiak, lipatan kaki, lipatan leher, dan lipatan-lipatan lainnya. Tersiksa gak tuh. Hal ini tidak saya konsultasikan ke dokter. Takut, ah. Ya, sudah ditangani sendiri saja dengan rutin mengoleskan minyak butbut. Alhamdulillah sembuh.


Lama semakin lama saya mulai refleksi. Mengapa ya, saya bisa mengalami obesitas seperti ini. Padahal, makan normal saja tiga kali sehari. Mungkin tambahannya yang membuat lemak menumpuk seperti bakso, seblak, mie ayam, dan gorengan. Belum lagi saya suka kudapan yang manis-manis. Selain itu, saya memiliki kebiasaan tidur setelah makan. Semakin menumpuk saja tuh kalori. Saya juga tipe orang yang mengobati segala masalah dengan makan. Karena bagi saya kalau sudah makan pasti mengantuk dan tidur. Jika kita tidur, maka masalah seberat apa pun akan terlupakan. Hihi. 

Selain pola makan yang tidak benar. Kegemukkan yang terjadi pada tubuh saya. Disebabkan juga oleh KB hormonal yang saya gunakan, yakni suntik KB tiga bulan sekali. Disinyalir, hal ini mampu menaikkan berat badan secara signifikan. Maka dari itu, setelah melahirkan anak ketiga, saya beralih ke herbal. Alhamdulillah, haid lancar, berat badan mulai turun, dan terasa bugar.


Kerugian yang diakibatkan oleh obesitas itu, selain masalah-masalah kesehatan yang sudah saya paparkan tadi. Ternyata juga menimbulkan kerugian dalam performance atau penampilan. Semua baju terasa mengecil. Akhirnya, saya harus merevisi ulang stok baju di lemari. Menambahnya dengan baju-baju berukuran 3L. Sengsara gak tuh. Yang membuat enek adalah saya harus menjahit ulang seluruh pakaian seragam. Dari mulai seragam yang dipakai hari Senin hingga hari Sabtu. Bukan saja tubuh yang 'bengkak' pengeluaran pun ikut membengkak. Nasib ya, nasib.


Obesitas dapat disembuhkan

 
Tahun 2019, saya mulai resolusi. Target pertama adalah menurunkan berat badan. Harus itu. Konsisten dan lakukan. Saya mulai dengan diet air minum. 

Pertama-tama mencoba, tersiksa juga, ya Kompasianer. Bolak-balik ke toiletnya itu membuat saya ingin menyerah saja. Lalu, saya coba minum teh pelangsing rekomendasi dari rekan kerja. Rutin diminum sehari sekali saja, sore hari sambil makan kudapan. Hihi. Alamat diet gak ada hasil, nih. 

Perubahan yang terasa signifikan adalah saat saya rutin mengkonsumsi pepaya tiap hari. Rutinitas sistem pencernaan di pagi hari terasa lancar. Oleh karena itu, perut terasa nyaman, dan badan pun enteng. Secara perlahan, berat badan pun berkurang. Sekarang berat badan saya 68 kg. Berproses lah, ya.


Sahabat, Kompasianer yang sedang menikmati teh di sore hari. Kalau bisa jangan ditambah gula, ya. Karena, ternyata penambahan gula pada minuman. Dapat menyebabkan kenaikan berat badan yang signifikan. 

Bila ada di sekitar lingkungan anda, kasus terkait stunting dan obesitas. Jangan khawatir, kedua masalah gizi ini dapat disembuhkan, lho. Baik minus gizi, maupun surplus gizi. Bergantung konsistensi dan usaha kita. (*)

#Hari Gizi 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun