Saya agak kaget dan terperangah juga ketika membaca tentang wacana penghapusan tenaga honorer di instansi pemerintah pada tahun 2023 mendatang.Â
Ya, karena saya juga pernah memiliki pengalaman sebagai tenaga honorer. Jadi, setiap ada kebijakan atau apapun masalah yang terkait guru honorer, saya lumayan ikut memperhatikan.
Tahun 2005, saya lulus kuliah. Bingung mau kerja apa. Minim pengalaman, sempit pergaulan, dan skill yang tidak dikembangkan.Â
Menjadikan saya seorang mahasiswa yang kesulitan mendapatkan pekerjaan, ketika awal-awal lulus dari perguruan tinggi.Â
Saya bahkan sempat menyesal mengapa selama kuliah tidak tertarik ikut pengembangan diri, jualan online, dan merintis usaha.Â
Mungkin, kalau saya sudah memiliki penghasilan dari semenjak kuliah, maka saat lulus tidak akan se-galau ini.
Karena, ternyata eh ternyata dilema setelah lulus itu banyak, ya Kompasianer. Bukan hanya sekedar kesulitan mencari pekerjaan, namun masih ada beberapa kesulitan-kesulitan lain yang akan saya paparkan. Tenang saja. Hihi.
Padahal, ketika masih kuliah, dan sibuk mengejar-ngejar dosen untuk bimbingan skripsi, saya menganggap bahwa ketika lulus semua masalah kelar. Â Ternyata survey membuktikan, justru setelah lulus kuliah gerbang masalah terbuka selebar-lebarnya. Dari mulai ultimatum orang tua jika uang bulanan akan 'dicabut' karena kuliah sudah selesai, waktunya mencari nafkah minimal agar dapat membiayai kehidupan sendiri.Â
Setelah wisuda dan mendapat ijazah, orang tua beranggapan bahwa tugas mereka mengantarkan anaknya ke gerbang kesuksesan telah berakhir. Bagaimana gak galau, tuh.
Tuntutan untuk segera menikah, sebab usia sudah di ambang gerbang ketidakmerdekaan. Artinya, setelah lulus kuliah, idealnya ketika pulang kampung harus sudah membawa calon untuk diajak bersanding di kursi pelaminan.Â