Kita semua tahu dan merasakannya, bahwa pada hari Jum'at, 14 Januari 2022 telah terjadi gempa bumi di wilayah Banten dengan kekuatan 6.7 skala richter. Pusat gempa berada di 120 km bagian barat daya Lebak -- Banten.Â
Gempa terjadi pada pukul 16:05:41. Saking kuatnya gempa tersebut, getarannya terasa sampai di Sumedang. Bahkan hingga Sukabumi. Saya dapat whatssapp dari teman di Sukabumi. Dia mengabarkan jika gempa Banten, getarannya terasa juga di Sukabumi.
Sejarah Gempa di Banten
Menurut catatan BMKG, wilayah Banten sudah beberapa kali diguncang gempa. Bahkan ada gempa yang menyebabkan tsunami dahsyat dengan ketinggian 30 meter. Gempa pertama kali di Banten terjadi pada 4 Mei tahun 1851 dan mengakibatkan tsunami dengan ketinggian 1,5 meter.Â
Pada 9 Januari 1852 gempa kembali mengguncang Banten dengan diikuti tsunami kecil. 27 Agustus 1883 terjadi tsunami dahsyat setinggi 30 meter.Â
Gempa kali ini berbarengan dengan erupsi gunung Krakatau. Oleh karena itu, efeknya sangat dahsyat. Gempa dengan akibat kerusakan pada rumah warga sangat parah terjadi pada Februari 1903, dengan kekuatan 9,7 magnitudo. Kepala BMKG Tangerang, Suwardi mengatakan bahwa sepanjang tahun 2021, di wilayah Banten dan sekitarnya telah terjadi gempa tektonik sejumlah 1.077 kali. Wow, masyarakat Banten tetap hati-hati dan waspada, ya.
Akibat Gempa bagi Masyarakat Baduy
Banyak kerugian, kerusakan, dan korban jiwa yang diakibatkan oleh sebuah bencana. Dalam hal ini gempa bumi. Tentu saja, dapat dibayangkan berapa puluh ribu bahkan ratusan ribu rumah penduduk yang ambruk dan hancur, pohon-pohon besar bertumbangan, jembatan amblas, longsor terjadi dimana-mana. Karena dampak gempa meluas ke beberapa aspek kehidupan.Â
Dari mulai kerusakan alam, jalan, rumah, dan jiwa. Berapa ratus nyawa yang harus melayang begitu saja, akibat tertimpa reruntuhan material bangunan, tertimpa pohon, tertimbun tanah longsor, dan terbawa arus banjir yang diakibatkan oleh gempa.
Tentu saja, kita bertanya dalam hati. Bagaimana kabarnya dengan masyarakat Baduy. Mereka kan berada di provinsi Banten. Bahkan sangat dekat dengan sumber utama lokasi gempa. Kita tahu, suku Baduy berada di kabupaten Lebak, kecamatan Rangkas bitung.Â
Apa yang terjadi dengan masyarakat yang menjunjung tinggi konsep hidup sederhana dan menyatu dengan alam ini? Bagaimana kondisi mereka kini, pasca gempa memporak-porandakan Banten sore kemarin.
Alhamdulillah, Kompasianer kondisi masyarakat Baduy baik-baik saja. Hal ini dapat diketahui dari penuturan kepala desa adat Baduy, Jaro Saija. Mereka memang merasakan guncangan saat terjadi gempa."Getaran doang, biasa bae (saja) pada keluar, tapi nggak ada rumah yang rusak."
Tentu saja, mendengar kabar tersebut kita senang ya Kompasianer. Namun, saya yakin ada rasa penasaran yang timbul dalam benak kita semua. Kok bisa, ya? Padahal media mengabarkan kerusakan besar terjadi akibat gempa di wilayah Banten kemarin.
Ternyata, rahasianya ada pada struktur rumah yang menjadi hunian masyarakat adat Baduy. Rumah-rumah di Baduy dirancang mengikuti kearifan lokal masyarakatnya. Rumah-rumah diatur secara berjarak, tidak terlalu dekat, namun juga tidak terlalu jauh.
 Hal ini, dimaksudkan agar jika terjadi bencana alam seperti gempa. Penghuni dari rumah tersebut dapat menyelamatkan diri dengan aman, tanpa tertimpa oleh bangunan rumah milik tetangganya. Struktur rumah adat Baduy dirancang sebagai rumah anti gempa.Â
Bahkan sepanjang sejarah gempa yang sering terjadi di wilayah Banten. Kondisi pemukiman adat Baduy relatif selalu aman. Gempa dengan kekuatan besar pun belum mampu merobohkan rumah panggung milik masyarakat Baduy ini.
Teknik pembuatan rumah di Baduy
Jika sahabat Kompasianer berkunjung ke daerah Baduy. Maka, kita akan menjumpai gundukan rumah-rumah sederhana. Atap dari rumah-rumah tersebut menggunakan rumbia.Â
Yakni sejenis pohon palma yang menghasilkan sagu. Nama latinnya adalah metroxylon sagu atau biasa disebut dengan pohon kirai.Â
Bahan-bahan untuk membuat atap rumbia sangat sederhana sekali. Tanpa menggunakan paku. Kok bisa? Bahannya adalah pohon pinang, daun rumbia, dan tali rotan. Ketiga bahan ini tersedia melimpah di hutan Baduy.
Cara membuatnya adalah mudah saja. Kayu pinang dipotong sekitar 1 meter. Kemudian pilih tiga helai daun rumbia yang memiliki kelebaran maksimal atau ukuran lebarnya besar. Ketiga daun ini disatukan dan diletakkan di tengah-tengah diantara kayu pinang.Â
Lalu daun kirai tersebut dipatahkan menjadi satu supaya kedua sisinya menyatu. Lalu, ambil tali dari rotan untuk menyambungkan daun rumbia tersebut dengan cara diikatkan atau dianyamkan ke kayu pinang. Lakukan hal seperti itu hingga seluruh kayu pinang tertutup daun rumbia. Â Â Â Â Â
Rumah adat Baduy adalah jenis rumah panggung. Semua bahan-bahannya berasal dari alam sekitar pemukiman tersebut. Kayu, bambu, daun kirai, pohon pinang, rotan, dan batu kali untuk pijakan rumah atau tatapakan. Semua bahan rumah tersebut terdiri dari material yang ringan dan alami. Sehingga bila pun ada kejadian rumah ambruk dan menimpa warga. Maka, dapat dipastikan tidak akan terjadi sesuatu hal yang berbahaya dan menimbulkan kehilangan jiwa. Sejauh ini, Mulyono salah satu penduduk Suku Baduy luar mengungkapkan, "Rumah kita kan panggung, jadi kalau ada gempa, ngikutin aja goyang-goyang."
Rumah-rumah di Baduy dibuat tanpa menggunakan paku sama sekali. Untuk menyatukan bagian yang satu dengan yang lainnya. Umpama pintu dengan kusen, kayu dengan bilah bambu untuk lantai, dinding dari bamboo dengan kayu tiang penyangga. Mereka menggunakan batang rotan sebagai tali untuk mengikatnya. Seperti kita ketahui bersama rotan bersifat elastis dan tidak kaku. Oleh karena itu, jika ada guncangan pada rumah akibat gempa. Ikatan dari rotan tersebut dapat menyesuaikan diri dengan cara merenggang. Kemudian setelah goncangan mereda. Tali rotan tersebut akan kembali pada ikatan semula. Itulah konsep rumah adat Baduy yang anti gempa. Patut dicoba nih, Kompasianer yang rumahnya berada di area rawan gempa.
Kelebihan rumah panggung
Selain anti gempa, anti banjir, dan anti binatang buas. Rumah panggung tradisional juga memiliki beberapa kelebihan lain. Berikut telah saya rangkum dari berbagai sumber.
Pertama, Memberikan suasana yang hangat di malam hari. Material yang digunakan pada rumah panggung ala Sunda atau adat Baduy terdiri dari kayu, bambu, dan dedaunan. Tentu saja ketiga material ini mengandung unsur yang bersifat hangat dan nyaman. Apalagi untuk menangkis rasa dingin yang menggigit kulit di malam hari. Dijamin deh, tidur sobat Kompasianer akan terasa lebih nyenyak hingga pagi.Â
Saya memiliki pengalaman nostalgia dengan rumah panggung ini. Jika malam tiba. Nenek, akan mendongeng kisah pengantar tidur. Lampu tempel yang temaram, udara dingin menelisik masuk melalui celah bilik bambu. Kisah nenek mengalun lembut dan merdu di telinga. Tangan tuanya hangat dan lembut usap-usap kepala. "Pada jaman dahulu, ..." Hanya itu saja kalimat yang terekam di memori. Karena, mata dan pikiran keburu masuk ke dunia mimpi. Hihi.
Kedua, Sirkulasi udara lancar, sehingga terasa sejuk dan lebih menyehatkan. Sahabat Kompasianer tentu pernah melihat atau masuk ke rumah yang bergaya panggung. Karena terbuat dari material berbahan alam. Rumah jenis ini lebih bersahabat dengan keluar masuknya udara. Apalagi bila ditambah dengan bukaan beberapa jendela. Seperti rumah Upin-Ipin. Dijamin semriwing deh.Â
Udara yang tersirkulasi dengan baik disinyalir dapat membuat keadaan rumah lebih sehat. Karena pertukaran antara udara kotor dan udara bersih cepat dan lancar. Lebih dari itu rumah panggung dengan bukaan beberapa jendela dan pintu membuat rumah terasa sejuk. Tanpa harus memasang pendingin ruangan atau Air conditioner (AC). Jadi, tetap hemat listrik.
Ketiga, memiliki konsep keindahan dan keunikan tersendiri. Rumah panggung adalah rumah tradisional khas Indonesia. Beberapa suku di Indonesia menjadikan rumah panggung sebagai rumah adatnya. Rumah panggung memiliki banyak keunggulan. Dari mulai segi keamanan, kenyamanan, dan keindahan. Rumah panggung memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri. Dilihat dari kejauhan, arsitektur rumah panggung tampak menawan dan berbeda dari rumah-rumah modern yang sering kita jumpai. Menurut saya, rumah panggung memberi kesan suasana yang homy.
Rumah panggung dengan gaya modern
Kita hidup di era modernisasi, yang menawarkan segala kenyamanan dan kemewahan dalam beberapa bentuk rumah. Abad modern ditandai dengan munculnya beragam tampilan arsitektur rumah dengan gaya-gaya elegan dan mewah. Sehingga kita, manusia-manusia yang hidup di masa kini. Dapat menikmati suasana santai di rumah. Setelah seharian penat bekerja. Tentu saja, rumah dengan berbagai fasilitas di dalamnya. Kamar yang besar dan nyaman, dilengkapi dengan kamar mandi yang bersih, dilengkapi shower air hangat. Dapur yang mewah dan bersih dengan kitchen seat tertata rapi. Semua kenyamanan tersebut tidak mudah kita tinggalkan begitu saja. Apalagi dengan beralih ke hunian tradisional seperti rumah panggung.
Eits, tunggu dulu. Untuk menjamin keselamatan diri dan keluarga. Saya pikir semua orang akan melakukan apa pun. Bahkan, dia akan rela menanggalkan segala keegoisannya. Terkait dengan rumah anti gempa. Tentu saja, kita tidak harus kembali ke masa lalu. Hanya karena sekedar ingin aman dan selamat. Namun, kita dapat berkreasi dan melakukan modifikasi. Yakni rumah panggung dengan gaya modern. Semua bahan rumah dari material alam yang ringan. Itu berlaku untuk bagian tingkat dua rumah kita. Nah, agar kenyamanan terjaga. Untuk bagian dapur, dapur kotor, dan kamar mandi kita dapat menggunakan bahan lantai dari keramik dan semen.
Bagi para kompasianer yang berdomisili di daerah rawan gempa. Saat ini anda masih dalam tahap menabung untuk membangun rumah. Saya rasa, rumah panggung dengan gaya modern dapat menjadi salah satu pilihan. Agar kita selamat dan aman dari gempa, banjir, dan binatang buas. Namun tetap nyaman, elegan dan mewah. (*)
#Gempa Banten
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!