Atau bisa saja fenomena ini muncul karena adanya unsur kreativitas dalam berbahasa, kejenuhan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baku dan itu-itu saja, dan sebagai aplikasi pengalaman berbahasa dari masyarakat yang telah berinteraksi dengan bahasa asing.
Akhirnya mereka mencoba-coba untuk campur kode. Lalu terasa nyaman, gaul, dan menyenangkan. Namun, jangan khawatir. Hal tersebut akan berlangsung dalam beberapa waktu saja. Ketika mereka mulai jenuh dan bosan. So, kita tunggu saja.
Ketiga, tetaplah berpegang pada prinsip berbahasa dengan baik dan benar.
Pengguna bahasa anak Jaksel adalah kaum-kaum sosialita, artis dan selebritis, serta anak-anak dan remaja 'gaul' di Jakarta Selatan. Tentu saja, bukan kita kan?Â
Oleh karena itu, kita tetaplah berpegang pada prinsip berbahasa yang kita pegang. Bahwa kita adalah orang yang memiliki prinsip dan pendirian. Tidak mudah untuk mengikuti arus yang bersifat musiman apalagi dalam berbahasa, karena bahasa adalah cermin diri dan budaya.
Keempat, jangan lelah untuk tetap edukasi anak tentang bahasa yang baik dan benar.Â
Sebagai pendidik dan orangtua, tugas kita adalah memberikan edukasi untuk peserta didik dan buah hati kita.Â
Tanamkan kepada mereka, cara berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.Â
Jangan merasa lelah dan yakinlah bahwa ilmu yang bermanfaat dan diamalkan akan menjadi ladang pahala untuk bekal di akhirat. Semangat ya.
Selalu ada hikmah
Segala peristiwa yang terjadi menuntut kita untuk bersikap dengan benar. Fenomena berbahasa ala 'bahasa anak Jaksel' mengajarkan bahwa perubahan dan perkembangan bukanlah sesuatu hal yang tabu dan buruk.Â