Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Seulas Senyum dan Pohon Kersen

10 Januari 2022   20:31 Diperbarui: 10 Januari 2022   20:37 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
angkutan kota dan pohon kersen | tribunnews.com

I

Hari ini mendung teduhi langit kotaku

Awan hitam menggantung asa untuk segera gantungkan abju 

Tas, jaket, dan laptop telah dikemas hangat di punggung

Ku hentikan angkutan kota depan sekolah berpacu dengan hujan yang turun satu-satu

Ah, aku sudah aman, lirih kuucap syukur untuk tahap pertama


II

Bersama bapak supir aku menggantang sepi

Kami sibuk dengan percakapan dalam hati

Ku lihat beberapa kendaraan jajari langkah dan mendahului

Pak sopir mungkin sibuk dengan jumlah setoran yang harus dikejar

Sedangkan aku? sama saja aku juga sibuk dengan daftar dosa-dosa


III

Tiba di ujung tatap, ku lihat hujan turun begitu deras

Pohon kersen dengan buah kecil ranum memerah melambai

Tidak ku sangka kendaraan ini berhenti tepat di bawah rimbunan kersen

Bapak sopir kembali ke alam sadar dan tersentak

"Maaf, Neng! mobilnya mogok, ... terpaksa harus turun di sini."


IV

Otakku terasa kaku, lidahku juga terasa kelu

Tak ada kata yang mampu terucap, mereka semua sembunyi

Hujan badai, uang tersisa satu lembar bergambar proklamator

Penumpang hanya diri dan jiwaku seorang diri

Tanganku tiba-tiba saja sibuk menggapai recehan, namun nihil


V

"Gak apa-apa, Neng! gak usah bayar, maaf tidak sampai ke tujuan."

Bapak sopir dengan keriput dan pasi di wajahnya berucap penuh ketulusan

Empati dan simpati di mata tuanya terpancar indah penuh ketulusan

Suaraku tercekat di tenggorokan

Satu lembar berwarna merah itu, tercekat di kepitan telunjuk dan ibu jari


VI

Butiran hujan terasa kasar menghantam punggung

Sebuah keinsyafan memukul nuraniku

Betapa hati yang indah itu tidak memandang rupa dan harta

Seulas senyum tulus penuh keikhlasan lahir dari jiwa yang sederhana

"Kang, titip Mbak ini ke Jatihurip." Seru bapak sopir


VII

Dari angkutan yang ku tumpangi bersama rintik hujan dan rintihan angin 

Tatapku mengabur beradu dengan linangan air mata

Sosok bapak tua dengan background rimbunan kersen dan buahnya yang memerah

Seulas senyum dan lambaian tangannya membuat keangkuhanku hancur

"Terima kasih, Bapak! Semoga Illahi membalas semua kebaikanmu."


Sumedang, dibawah guyuran hujan Januari 2022


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun