Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Semangkuk Sup dan Cerita Pagi Hari

9 Januari 2022   19:31 Diperbarui: 9 Januari 2022   19:47 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semangkuk sup | tribunnews.com

I

Kala pagi membuka mata, uapkan seni di kisah paling belakang

Pijar sang mentari mengintip di balik jendela kamar

Ku tatap kabut dan senyum bidadari cantik-ku

Dia mengigau di balik lelapnya, "Sup ayam!"

Inspirasi tiba-tiba saja berkeriap dalam otak betina-ku


II

"Bang, ayamnya dua puluh ribu saja, dipotong buat sup."

Suaraku menggelegar kalahkan bising mobil tetangga sebelah

seledri, bawang daun, lada, wortel parade goyang dalam kepala

Pagi berlari mengejar bayang-bayang sang surya dalam tiang jemuran

Semangatku membuat sup bagai pejuang kalahkan musuh


III

Warna biru dari api kompor membakar wajan

Didihkan air tumisan bawang merah, bawang putih, dan lada

Aromanya koyakkan lapar mengawan ke langit lepas

Tiba-tiba saja ketukkan di pintu depan pudarkan fokus-ku

Tergesa ku temui tetamu, dan sedikit basa-basi hiasi pagi


IV

Sepeminuman teh berlalu

Tanganku tergesa gailkan air sup di wajan tampak mendedah

"Tinggal masukkan potongan ayam, bumbu dan seledri." gumamku.

Lewat kerlingan mata, ku lihat beberapa kucing pesta pora

Sekantung daging ayam itu, oh Tuhan, habis tak bersisa


V

Sup hangat itu tetap terhidang, tentu saja tanpa potongan ayam

Anakku bertanya, "Ayamnya mana, Ma?" tatap matanya bening dan polos

Mengiris rasa bersalah dalam lapisan terdalam di hatiku

Dia menggantang kesal, tangannya terlipat di dada

Sup ayam pagi ini hadirkan kecewa mendalam di hatinya


VI

Pagi telah pulang, senja merayap di batang bambu depan rumah

Hatiku masih saja meratap, pada sup ayam yang gagal terhidang

Mencari-cari apa yang salah, kucingkah? atau tetamukah?

Tidak etis rasanya, nalar suciku tidak mengijinkannya

Jadi, aku lah yang bersalah?


VII

Ya, Rabb penguasa semesta alam, terima maafku

Hatiku merintih perih, apa dayaku hanyalah insan alpa

Niat hati ingin membuat anak bahagia, malah membuatnya lebih kesal

Di penghujung malam, aku tiba pada puncak kesadaran

Bahwa manusia hanya dapat berencana, Tuhan jua yang berkuasa mengabulkan


Sumedang, Di ujung lelah Januari 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun