Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Lelaki Tua, Rumah Tua, dan Kisah Tua

31 Desember 2021   09:19 Diperbarui: 31 Desember 2021   09:35 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lelaki tua | tribunnews.com

Aku lihat dia

Saat petang menyapa berselimut senja

Tatapnya kosong

Tularkan sunyi pada semesta

Hipnotis sepi hingga mematung


Kala itu

Adrenalin-ku kaku-kaku

Arteri rasa seperti mati

Saat dia  ambil posisi duduk mencangkung

Bertopang dagu terlihat pilu

Tangannya terlipat hingga ke pundak


Siapakah dia?

Ada tanya menjengis dalam benak

Kutepis sendiri

Ah, sudahlah apa urusanku

Tapi, hingga di ujung bulan

Lelaki tua itu tidur dalam ingatan


Saat mentari berlari

Aku antar rasa penasaran ke rumah tua itu

Hanya sekedar memastikan

Apakah dia baik-baik saja

Ataukah sepi telah menikamnya semalam?


Lelaki tua dan rumah tua 

Sinergi lengkap tentang hampa

Saat waktu menagih bayaran

Atas hidup yang disia-siakan

Kini yang tersisa hanya nir


Kupanggil informasi ke kamar tanya

Harus ku ambil perhitungan dengannya

Lelaki tua itu telah mengambil kasurku

Dia penuhi semua ruang dalam memori

Dia tancapkan hegemoni keriputnya

Ke dalam hati dan jiwaku


Kata angin :

Lelaki ini adalah pencuri batin

Dia ambil hati istrinya

Untuk ditaruh dalam peti kebohongan

Hingga suatu hari

Semua wadah telah penuh

Hingga kebohongan tidak punya tempat lagi


Lelaki tua ini

Julurkan tangan sepanjang jalan

Kala orang datang dan memujinya

Tapi dia akan melipat tangan itu

Hingga ke pundak

Hanya sikut;  dia biarkan tampak

Saat nafkah meminta jatah

Padahal, perutnya sendiri juga harus diisi


Lelaki tua ini

Hidup berdua ego

Dia tidak butuh siapa pun untuk dibahagiakan

Kecuali dirinya, dirinya, dan dirinya

Dia hanya peduli pada uban dan ikat pinggang

Apa yang orang katakan tentang busananya hari ini

Ah, aku muak

Ingin ku pukul kisah angin itu

Tidak ada lakon hidup senista ini

Kupenuhi mulutku dengan kata : Tidak mungkin!

Tidak mungkin! Tidak mungkin!

Lelaki tua itu telah membunuh hidupnya


Hari ini senja menutup pintu

Penasaran telah pulang

Tapi kasur-ku belum juga kembali

Aku masih saja insomnia

Takut dan kikuk serang aorta rasa

Hingga aku muntahkan kantuk yang menguap


Ku lihat lagi lelaki tua itu

Di atas seprai bunga ujung dipanku

Mencangkung lutut hingga ke dagu

Siluet tubuhnya memantulkan sesal

Aku bertanya pada pintu dan jendela

Siapakah dia?

Itu kamu jawab jendela murka

Lelaki tua di rumah tua bersama kisah tua!


Sumedang, Desember semakin tua 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun