Risywah secara bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu raasyaayang berarti upah, komisi, atau suap. Menurut Abdullah Ibn Abdul Muhsin, risywah adalah sesuatu yang diberikan kepada hakim atau orang yang mempunyai wewenang memutuskan sesuatu supaya orang yang memberi mendapatkan kepastian hukum atau mendapatkan keinginannya. Risywah juga dipahami oleh Ulama sebagai pemberian sesuatu yang menjadi alat bujukan untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun menurut MUI, risywah(suap) adalah pemberian yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain (pejabat) dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syara') atau membatilkan perbuatan yang hak. Menurut Al-Sayyid Abu Bakr, risywahadalah memberikan sesuatu agar hukum diputuskan secara tidak benar/tidak adil, atau untuk mencegah putusan yang benar/adil.
Jadi, risywahsecara terminologi yaitu suatu pemberian baik berupa harta maupun benda lainnya kepada pemilik jabatan atau pemegang kebijakan/kekuasaan guna menghalalkan (atau melancarkan) yang batil dan membatilkan yang hak atau mendapatkan manfaat dari jalan yang tidak ilegal.
Dalam Islam, hukum risywahadalah haram. Karena perbuatan ini dapat merusak tatanan profesionalisme dalam bisnis dan dapat merugikan orang lain. Hak seseorang dalam suatu bisnis bisa lepas disebabkan adanya risywah(suap) yang dilakukan oleh pihak lain (kompetitor). Risywahdapat dipakai untuk membenarkan masalah yang batil atau sebaliknya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya melaknat pemberi dan penerima risywah(suap). Dalam haditsnya yaitu :
"Rasulullah melaknat orang yang memberi risywah." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Dalam hukum Islam, risywahdilarang karena akan merugikan orang lain, misalnya dalam perkara pengadilan, salah satu pihak menyuap hakim dengan sejumlah uang yang cukup besar untuk dimenangkan kasusnya, maka ini menjadi haram karena hakim akan memberikan putusan yang tidak berdasar pada berita acara persidangan (BAP) yang ada dan akan menguntungkan pihak yang melakukan suap.
Dari Ahmad Muhammad al-Assal mengatakan bahwa Rasulullah SAW sendiri pernah melaknat orang yang memberikan uang suap (risywah) agar mencapai kedudukan yang tidak semestinya atau mengambil yang bukan haknya. Beliau pun melaknat orang yang menerima sogok/suap, yakni yang mau mengambilnya, dan juga melaknat perantara uang sogok/suap, yaitu orang yang mondar-mandir diantara penyuap dan yang disuap pada jalan yang demikian berlumpur itu.
Orang beriman yang taat tidak akan memberi dan tidak akan menerima bantuan apapun selama tugasnya sebagai pegawai. Pada masa Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar bin Khattab mengirim pesan kepada semua gubernurnya sebagai berikut :
"Waspadalah dengan hadiah, sebab hal ini merupakan bagian dari suap".
Pernyataan Khalifah Umar bin Khattab itu benar bila kita hubungkan dengan pandangan masyarakat sekarang. Risywahdewasa ini telah merajalela dan dijadikan sebagai kedok hadiah. Sementara itu, dalam kasus para penguasa akhir-akhir ini, maksud pemberian itu tidak lebih dari tujuan pemberian yang tidak benar dan zalim. Sekarang ini kasus suap (risywah) sudah menjadi hal yang wajar bagi masyarakat. Indonesia adalah salah satu negara yang melakukan hal ini. Banyak sekali para menteri-menteri dan pejabat-pejabat kita yang melakukan hal tersebut. Indonesia pun masuk urutan ke 25 yang dikategorikan sebagai kasus suap-menyuap dari 28 negara. Posisi ini menjelaskan bahwa suap masih menjadi trend bagi kalangan pengusaha Indonesia dalam menjalankan bisnisnya. Contoh suap (risywah)seperti, seseorang memiliki keinginan tertentu dengan memberikan sejumlah uang kepada masyarakat biasa agar masyarakat tersebut bersedia untuk memilihnya dalam pemilu yang akan datang.
Secara garis besar, unsur dalam suap memiliki kesamaan dengan akad hibah, karena suap adalah hibahyang didasarkan atas tujuan untuk suatu tindakan yang dilarang oleh syar'i, seperti membatalkan yang hak atau untuk membenarkan suatu yang batil. Selain itu memakan harta risywahdiidentikkan dengan memakan harta yang diharamkan Allah SWT. Unsur-unsurnya yaitu :
- Penerima suap (Al-murtasyi)
Yaitu orang yang meneriam sesuatu dari orang lain berupa harta atau uang maupun jasa supaya mereka melaksanakan permintaan penyuap, padahal tidak dibenarkan oleh syara'. Orang yang menerima suap adalah para pejabat yang memiliki keterkaitan terhadap masalah yang dihadapi oleh pemberi suap.
- Pemberi suap (Al-rasyi)