"Iya, Bu. Warga. Siapa saja yang mau."
"Ini lapaknya sewa atau bagaimana,Bu?"
"Tidak, Bu. Gratis. Tapi lapaknya dibangun sendiri untuk yang mau berjualan."
Wisata hutan pinus Nongko Ijo ini sepertinya mengadopsi pariwisata berkelanjutan.
Pemilik tempat wisata, dari pihak perhutani menggandeng masyarakat sekitar untuk mengelola dan mengembangkan tempat wisata ini.
Para lelaki mengurusi retribusi parkir dan menarik tiket. Sementara Ibu-ibu dan sebagian yang lain mendirikan lapak-lapak kuliner untuk berjualan.
Menu nasi pecel, penyetan, sate kelinci, mie , nasi goreng. Semua ada tinggal pilih.
Sinergi yang bagus dan saling menguntungkan dalam hubungan simbiosis mutualisme.
Seperti dikutip dari www.britishcouncil.id :
"Pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang mengundang semua pihak,terutama masyarakat sekitar untuk terlibat mengelola sumber daya tersedia, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial, dan estetika, dengan tetap memperhatikan keberlanjutan budaya lokal, ekosistem alam, keanekaragaman hayati, dan sistem lain yang mendukung"
"Bu, tadi kok ada penghijauan apa di sini sering longsor?" Tanyaku pada Ibu penjual sate kelinci.