Juwita Malam, siapakah gerangan tuan?
Juwita Malam, dari bulankah tuan? Woo
Kereta kita segera tiba
Di Jatinegara kita 'kan berpisah
Berilah nama, alamat serta
Esok lusa boleh kita jumpa pula, oh, yeah
(Juwita malam (punk)
Lagu Juwita malam mengiringi obrolan kami sambil menikmati kopi lereng Bromo di Kafe Awan Tengger.
Awalnya kami duduk-duduk  di beranda. Kemudian diajak masuk di dekat perapian. Suasananya menjadi hangat.
Hangat karena perapian, juga karena obrolan kami ditemani Pak Sutanto yang mengelola kopi lereng Bromo di Kafe Awan Tengger dan Mas Arif, penggagas nama kopi Awan Tengger.
"Kok bisa dikasih nama Kafe Awan Tengger itu bagaimana, Pak? Tanya ayah Pada Pak Sutanto. Pengelola kafe Awan Tengger.
"Oh, kalau itu, Mas Arif yang punya ide. Monggo Mas Arif, dijelaskan!"
"Oh, begini. Kan ada filmnya Kabut Tengger. Tapi kalau kabut kan silau.Nah kalau awan kan tidak!" Kata Mas Arif.
"Terus, di sini kan masih ada hubungannya sama Dieng. Kalau di Dieng kan awan Dieng. Kalau di Tengger, awan Tengger," lanjut Mas Arif.
"Oh, begitu. Kami manggut-manggut. Unik juga,ya...