Akhirnya aku minta ijin kakak dan adikku untuk beristirahat di rumah saja, dan nanti sore baru kembali di rumah sakit.
Di rumah aku berusaha tidur, meski batuk tak juga reda.
Akhirnya aku tertidur juga, dan terbangun saat adikku sekeluarga datang dari Semarang sehabis ashar.
Sehabis Maghrib, aku dan adikku kembali ke rumah sakit. Sementara adik ipar dan keponakan -keponakanku ditinggal di rumah, sebab biasanya kami hanya diijinkan 2 orang untuk menunggui Ibu.
Kami langsung ke ruang HCU. Tapi pintunya dikunci. Kami hanya mengintip lewat pintu kaca.
Akhirnya pintu dibuka dan kami diijinkan masuk. Kata perawatnya, kondisi ibu sangat kritis.
Aku dan adikku membisikkan tahlil di telinga ibu. Tak lama adikku yang perempuan dan suaminya ikut masuk. Begitu juga kakakku dan istrinya.
Kami mendoakan ibu bersama -sama, dan bergantian membisikkan Kalimat tahlil La ilaha illalah  di telinga Ibu.
Entah kapan Ibu menghembuskan nafas terakhirnya, semua terjadi tanpa kami sadari karena sibuk mendoakannya.
Akhirnya dokter dan perawat menghentikan upaya kami mendoakan Ibu, dan mengabarkan berpulangnya Ibu pada pukul sesuai rekaman medis yang tertera di monitor.
Innalilahi wainailaihi roji'uun. Ibu berpulang tanpa pesan terakhir. Tapi sudah banyak pesan dan tauladan yang beliau berikan kepada kami. Lebih banyak tauladan perbuatan daripada wejangan.