Pagi yang indah.Â
Sedikit sayang, tidak tersedia lahan parkir. Untungnya, meski parkir di jalan, ada yang mengatur, sehingga tetap bisa menemukan tempat parkir.Â
Memasuki areal Pasar Pundensari, suara Gendhing Jawa mengalun lembut bagai lambaian putri kedaton yang cantik gemulai.Â
Ning... Nong... Ning... Gunggg!!!Â
Pasar yang menyuguhkan suasana tradisional ini terasa damai dalam suasana desa yang kental.Â
Di samping lokasi pasar, hamparan sawah menghijau menyambut ramah.Â
Di dekat pintu masuk, tersedia tempat Penukaran koin yang dibentuk dari bambu, dengan nominal 2,5 dan 10 ribu.Â
Tersedia tempat cuci tangan dan sabun di samping pintu masuk.Â
Pengunjung langsung di sambut jajaran lapak penjual berbagai kuliner tradisional.
Dari soto, rawon, tahu campur.Â
Nasi pecel, nasi urap, gudeg, sampai nasi kuning.Â
Pasar yang begitu ramai mengindikasikan pelaku UMKM kembali bersemangat bangkit, dan pulih lebih kuat.Â
Suami saya langsung jatuh hati pada kuliner paket nasi yang diwadahi tampah kecil.Â
"Ini namanya nasi apa, Bu? "
"Nasi Mojopahit! Silakan dipilih nasi dan lauknya, Pak, " Kata penjualnya yang masih muda dan cantik berkebaya.Â
" Nasi merah mbak. Kasih nasi putihnya sedikit! "
"Nggih, Pak! Nopo malih? "
(Ya, Pak. Apalagi?)Â
" Urap! "
"Nggih! "
"Sayur kuning! "
"Nggih! "
"Mie, rempeyek, botok, sama lauknya ayam bakar! "
"Iya, Pak. Semua jadinya 23 ribu! "
Kuulurkan 2 bilah bambu senilai 20 ribu dan sebuah bernilai 5 ribu. Dan aku diberi kembalian sebilah bambu bernilai 2 ribu rupiah.Â
Sedang saya penasaran dengan pincuk nasi jagung dan urap dengan lauk rempeyek.Â
Seporsi pincuk yang terdiri dari nasi jagung, nasi putih, urap, sayur kuning(tahu) rempeyek ikan asin, rempeyek kacang,dan sambal terasi hanya dihargai 5 ribu.Â
Nyam. Nyam.. Lezat. Menu sederhana ini begitu pas di lidah menurut saya.Â
Perpaduan nasi jagung, urap, rempeyek, dan sambal terasi begitu padu, meramu citarasa unik dengan nuansa tradisional.Â
Suami saya mencari tempat duduk di tikar yang sengaja dihamparkan di sekitar lokasi.Â
Tak lama datang beberapa pengunjung lain.Â
Sebut saja namanya Pak Totok(61 tahun) yang datang bersama putri, menantu dan cucunya.Â
"Itu cucu saya, ketela saja tidak paham. Saya merebus ketela langsung bertanya, Apa itu Kung? "Â
Begitulah, beliau datang ke Pasar Pundensari, di samping refresing juga untuk memperkenalkan Pasar dan jajanan tradisional pada cucu dan putra putri nya.Â
Tapi cucunya bingung berkeliling mencari jajanan yang disukainya.Â
Dan yang dibeli justru sosis dan kentang goreng. Hehehe..Â
"Ini saya dipesankan wedang uwuh, oleh anak saya, " Kata Pak Totok.Â
"Dulu kalau kepingin wedang uwuh harus ke Solo, atau jogja. Sekarang, di Jawa Timur pun gampang ditemukan," Â lanjutnya lagi.Â
Suami saya melirik iri, tapi diam saja. Soalnya saya sudah terlanjur membelikan es teh. Maaf, tadi sebenarnya sudah berencana mencari minuman tradisional yang hangat-hangat, seperti wedang jahe, cemoe, ronde, wedang uwuh.Â
 Tapi melewati seorang remaja yang men jual es teh dan es podeng tanpa ada yang membeli kok nggak tega.
 Jadinya malah meraih segelas es teh dan segelas es podeng.Â
Padahal di rumah punya es podeng yang jauh lebih lengkap, hihihi..Â
Tak lupa, saya juga membeli jajanan tradisional yang harganya seribu sampai 2 ribu rupiah.
 Semua jajan pasar ini saya suka.Â
Mungkin ada yang sudah familiar, tapi ada yang tidak paham dengan nama jajan pasar ini.Â
Yuk kepoin satu persatuÂ
1. Klepon.Â
Klepon berasal dari tepung ketan yang dibentuk bulat, diwarnai hijau dengan daun pandan atau suji, diisi gula merah. Direbus sampai mengapung dan digulingkan dalam parutan kelapa.Â
Saat digigit biasanya gulanya muncrat membasahi baju. Jadi kalau makan klepon, sebaiknya masuk ke mulut sempurna baru digigit.Â
2. Onde-onde
Kuliner ini juga berbentuk bulat, Kira-kira sebesar bola pingpong atau lebih besar.Â
Terbuat dari tepung ketan juga, diisi pasta kacang hijau dan digulingkan dalam wijen, kemudian digoreng.Â
3. Lopis
Kuliner ini juga berasal dari ketan yang dikukus dengan bungkus daun, biasanya dibentuk segitiga.Â
Setelah matang, bungkus dibuka, digulingkan dalam parutan kelapa dan disiram sirup gula merah kental.Â
4. Apem
Apem adalah kue tradisional dari tepung beras yang dikukus.Â
Terkadang dicetak dengan mangkok kecil, sehingga terkadang disebut juga kue mangkok.Â
5. Ketan awur.Â
Ketan awur adalah ketan kukus yang diberi toping awur.Â
Awur adalah kacang kedelai goreng yang dihancurkan sampai lembut, dan ditabur di atas ketan kukus.Â
6. Sengkulun
Kuliner ini juga dibuat dari tepung ketan. Rasanya mirip wingko, tapi dikukus.Â
Topingnya diberi warna merah atau hijau sesuai keinginan pembuatnya.Â
Matahari mulai sedikit garang.Â
Gending Jawa sudah bertukar nada-nada pentatonis gamelan Bali, yang lebih sigrak dan rancak.Â
Areal kidung dan pelantun nada menghibur pengunjung mendapat tempat lebih luas, sementara toilet digeser tersembunyi dibalik bangunan joglo.Â
Saya bersiap meninggalkan Pasar yang berlokasi di Jl Golek, Pelemsari, Desa Gunungsari. Madiun.Â
Selamat berjumpa di trip selanjutnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H