Saya menulis, "sayang sebenarnya, pasar tradisional  tapi justru tidak ada yang menjual hasil bumi dan hasil kebun penduduk sekitar.Â
Eh, sang jurnalis justru sebaliknya, menuliskan bahwa, di pasar tradisional ini banyak dijual hasil bumi dan hasil kebun penduduk sekitar.Â
Saya tidak habis pikir, ini jurnalis ngawur, atau tidak datang langsung di lokasi?Â
Begitulah, setelah membaca liputan yang menurut saya tidak sesuai kenyataan, saya jadi terinspirasi menulis yang sebenarnya nya, apa yang saya lihat dan saya rasakan.Â
Bisa jadi para pembaca lebih percaya pada jurnalis, daripada penulis konten amatiran seperti saya, tapi saya tidak pernah berkecil hati.Â
Terserah apa kata orang, meski saya menulis sesuka hati saya, tapi saya bertanggung jawab dan jujur dengan apa yang saya tulis.Â
Itu membawa kepuasaan tersendiri bagi saya, makanya itu saya anggap sebagai hobi.Â
Apalagi di saat Ramadan, sungguh tidak pantas kalau menulis hal-hal di luar fakta.Â
Seandainya saya ingin menulis hal imaginatif atau yang tidak benar-benar terjadi, saya menulisnya sebagai fiksi.Â
Begitulah.Â
Di saat Ramadan seperti ini, saya tetap bersenang-senang dengan hobi saya.Â