Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Nostalgia Ambunten, Silaturahmi dan Terapi Stroke

25 Oktober 2022   19:11 Diperbarui: 25 Oktober 2022   19:19 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Teguh bisa tertawa bahagia bersama teman-teman yang menjenguknya (dokpri) 

Hari minggu yang cerah. 

Suami mengajak saya menjenguk temannya di Kediri yang kabarnya terkena stroke. 

Di terminal Nganjuk kami dijemput Pak Eko, teman suami yang rumahnya Nganjuk, kemudian kami bersama-sama menuju Kediri. 

Sampai di sana kami memutar dulu, dan berbalik di dekat brigif, dan juga Kampus Universitas Negeri Malang yang ada di Kediri. Melewati Goa Selo Mangkleng dan Musium Erlangga. Tapi berhubung waktu terbatas, kami hanya lewat saja. 

Di depan rumah Pak Teguh, pintu rumahnya terbuka, tapi pintu gerbangnya terkunci. Pak Eko memarkir mobilnya agak jauh, tidak tepat di depan pintu. 

"Pak Pri duluan, biar surprise. Saya telepon Pak Didik dulu! " Kata Pak Eko. 

"Baik, Pak! " Saya dan suami langsung menuju gerbang rumah Pak Teguh dan mengucap salam. Sementara Pak Eko sharelok ke teman yang masih otw. 

"Tak lama Bu Teguh keluar, tapi beliau tidak mengenal kami. 

" Ada apa, Pak? "

"Saya dari Madiun, temannya Pak Teguh, mau silaturahmi, "

"Oh, putranya Lek Yo yang di Madiun ya? "

"Iya! " kata suamiku, asal menjawab. Hihihi.. 

"Biar dibukain pintu, " Kata suamiku berbisik. 

Tak lama Pak Eko ikut menyusul. 

"Lhooo.. Pak Eko" Bu Teguh langsung teriak geli. Bu Teguh memang kenal dekat dengan Pak Eko sejak menikah dulu, karena Pak Eko yang menjadi saksi nikahnya. 

Kamipun dipersilahkan masuk, dan menemui Pak Teguh, yang sedang latihan jalan menggunakan penopang berbentuk U. 

Tak lama Pak Didik, Pak Warto bersama Bu Didik dan Bu Warto tiba di rumah Pak Teguh. 

Kemudian obrolan semakin seru, membuat Pak Teguh ikut tertawa-tawa saat mengingat kelucuan-kelucuan yang terjadi di Ambunten. 

Ambunten adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sumenep, pulau Madura. 

Dulu, suami saya GTT di SMA Ambunten sekitar tahun 1988. Teman-teman yang mengajar di SMA Ambunten lah yang banyak menolong, sebab sebagai Guru honorer saat itu, gajinya sangat tidak mencukupi. 

"Dulu saya nunut di kamarnya Pak Eko. Masuk kamar ada lukisan besar di dinding. Lukisannya Pak Eko. Terus diberi tahu teman lain, Hati-hati. Ini penguasa Ambunten. Hahaha... Saya percaya saja. Saat itu Pak Eko sedang prajabatan, "

"Hahaha.. Pak Teguh ikut tertawa, bernostalgia bersama teman-teman saat masih mengajar di SMA Ambunten, sekitar  30 tahun yang lalu, atau malah lebih.

" Saya pertama kali datang malah kelasnya kosong, " Kata Pak Didik.

"Ternyata anak-anaknya telat masuk karena sedang sarapan. Sarapannya buah juwet. Jadi semua bergerombol di bawah pohon juwet. Tidak peduli, harusnya sekolah sudah masuk, hahaha.. " Dulu masih primitif sekali. "

Ngobrol santai (dokpri) 
Ngobrol santai (dokpri) 
"Tapi senang, di sana dekat laut. Dekat pantai Slopeng. Hampir setiap hari makannya ikan laut segar yang langsung dimasak. Cumi, kakap, tongkol, wow.. " Kenangan yang indah. 

Tapi kemudian semua pindah satu persatu. Suami saya yang pertama pindah, karena diangkat dan ditempatkan di Sebuah SMA di Kabupaten Madiun. Sedang yang lain memang ditempatkan di SMA Ambunten, jadi beberapa tahun kemudian baru bisa pindah.

"Tempatnya sepi sekali, saya tidak kerasan, " Kata Bu Warto yang asli Jombang.

"Jadi saya dulu nggak ikut ke Ambunten. Pernah menyusul Pak Warto ke Ambunten. Dikerjain sama anak-anak.

 Katanya, Pak Warto pulang ke Jombang, baru saja naik bis"

Saya langsung lemas. Menyusul suami, orangnya malah mudik. Tlisiban. Dulu kan belum ada HP. Telepon saja masih jarang yang punya! " Jadi tidak ada komunikasi. 

"Untung ketemu Pak Didik, terus dicarikan Pak Warto, ternyata orangnya ada di asrama. Hahaha..! 

"Bayangkan kalau betul-betul tlisiban! " Saya ikut tersenyum. Anak-anak itu kok ya pada iseng. Sembrono, hehehe.. "

Bu Teguh sibuk membuat teh dan kopi. Tak lama malah dipesenin gado-gado dan rujak petis. Ah, jadi merepotkan.

 Pak Teguhpun jadi ikut bersemangat. Mau makan sendiri, tidak mau disuapin. Sambil melatih gerakan tangan. 

"Biasanya itu malas makan sendiri. Malas juga disuruh latihan jalan, "kata Bu Teguh.

 Dipanggilkan terapis juga malas-malasan. Akhirnya berhenti. 

" Ya, pokoknya semangat Pak. Nanti kita bisa reuni-reuni lagi, " Teman-teman menyemangati Pak Teguh. 

Pak Eko yang pernah belajar pijat refleksi, memijat Pak Teguh. 

"Itu pas kapan gula darahnya 150, terus disuntik insulin sama dokternya. Tapi sepertinya kok malah kondisinya memburuk, "

"Lho, Bu. Gula darah 150 kan masih relatif normal. Harusnya jangan buru-buru disuntik insulin? "

"Nggak tahu ini dokternya yang menyuruh. Sudah 2x disuntik, tapi terus tidak saya bawa ke dokter lagi, "

"Iya sih, suntik insulin kan kalau sudah parah. Kalau 150 kan masih berfluktuasi. 

"Habis itu, gula darahnya 130, jg masih disuruh suntik, "

"Waduh, kalau masih meragukan cari referensi ke dokter lain saja dulu, Bu. "

"Iya, ini sudah saya hentikan malah kondisinya lebih baik, " Jawab Bu Teguh. 

Jadi ingat, tanggal 24 Oktober dijadikan hari dokter nasional karena bertepatan dengan pendirian organisasi IDI. 

IDI didirikan pada tanggal 24 Oktober 1950 sebagai organisasi profesi kedokteran yang dipimpin dan beranggotakan hanya dokter Indonesia dan tak ada lagi dokter asing (Belanda).

Semoga semakin memberikan banyak manfaat dan mendukung Indonesia yang sehat dan kuat. 

Kalau ini sih, darma wanitanya, hehehe (dokpri) 
Kalau ini sih, darma wanitanya, hehehe (dokpri) 

Sebenarnya obrolan semakin asyik. Tapi waktu dhuhur sudah berlalu, dan kamipun sudah menunaikan shalat berjamaah. Sudah saatnya pamit pulang. Semoga suatu saat bisa bertemu kembali. 

Semua saling bertukar oleh-oleh, kecuali saya dan suami yang tidak sempat membawa apa-apa, sebab tidak tahu kalau sambil reuni juga. Hiks. 

Terima kasih Pak Eko dan semuanya atas oleh-oleh nya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun