Siang itu saya dan suami berniat maksi, ngadem, refresing dan healing di sebuah Rumah Makan Alam yang bagi saya sangat berkesan. Bahkan sempat menjadi salah satu ide RM favorit dalam novel saya yang berjudul Kidung Lereng Wilis.Â
Dulu Rumah Makan ini belum sebesar dan seluas ini. Tapi sekarang perkembangannya luar biasa. Kondisi alam yang mendukung, seperti sungai, sawah dan perbukitan yang sudah ada secara alami menambah nilai jual tempat ini tanpa terlalu banyak merekayasa alam.Â
Sejenak masuk ke area rumah makan, mata saya langsung tertuju pada bangunan berpagar kassa yang dipergunakan untuk budidaya anggrek.Â
Sayangnya, bangunan itu dikunci, sehingga saya hanya mengintip dari balik kassa. Bermacam anggrek yang indah tertangkap mata saya, tapi tidak bisa difoto dengan jelas karena terhalang kassa yang mengelilingi bangunan tempat anggrek-anggrek yang indah ditempatkan.Â
Setelah memesan makanan, saya ijin suami untuk hunting view yang menarik untuk diintip dengan kamera HP.Â
Sementara suami menunggu di gazebo sambil asyik chatting, entah dengan siapa. Eh...Â
Biarlah, daripada bete dan sewot, karena sudah lapar, tapi gurami bakar yang kami pesan tak juga siap.Â
"Dek, itu kebun anggrek nya dibuka. Tanyain harganya, besok kalau mau beli buat digantung di belakang, sudah tahu harganya, " Suamiku menyambut kedatanganku dengan teriakan.Â
"Masa dibuka, tadi dikunci " Kataku tak percaya.Â