"Aku ini binatang jalang...! "
Ibu bergegas menghampiriku yang berteriak-teriak dengan kata-kata yang tak lazim diucapkan anak-anak.
"Dari kumpulan nya terbuang...! "
Bapak yang penasaran, ikut menghampiriku. Tapi kemudian hanya tersenyum.
Bapak yang mempelajari bidang bahasa tentunya kenal dengan puisi karya Chairil Anwar berjudul "Aku" yang sok-sok an kubaca ala penyair. Meski tidak paham artinya, maklum masih anak-anak yang lugu dan polos.
Bapak pula yang membelikan buku tentang sastra yang memuat periodisasi sastra dan beberapa contoh karya sastrawannya.
Sementara Ibu yang mengajar matematika, mungkin tidak paham, tapi akhirnya tahu kalau aku sedang mencoba membaca puisi.
Aku tersenyum sendiri sambil memandang di kejauhan, menatap indahnya alam di lihat dari ketinggian taman wisata Monumen Kresek.
Sebenarnya ingin mengulas tempat wisata ini, tapi kebetulan tema yang diberikan Kompasiana adalah 100 tahun Chairil Anwar. Jadi kutulis ini dulu sambil berpiknik. Jadi kulabelin saja trip (travel)story.
Chairil Anwar adalah sastrawan angkatan 45 yang mempunyai kisah hidup cukup singkat dan unik.
Chairil Anwar dilahirkan di Medan, Sumatra Utara,pada tanggal 22 Juli 1922.
Anak tunggal dari suami istri Toelos dan Saleha ini harus mengalami pengalaman pahit karena perceraian orang tuanya.
Kemudian Chairil memilih hidup bersama neneknya. Mungkin latar belakang inilah yang membuat Chairil menganggap wanita adalah cinta keduanya setelah sastra.
Jiwa memberontak dan kebebasan Chairil bisa melembut jika berada di antara Ibu dan neneknya.
Pendidikan formal Chairil dimulai dari
Hollandsch-Inlandsche School (HIS). HIS setara Sekolah Dasar (SD).
Kemudian berlanjut ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Sekolah tersebut setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada masa penjajahan Belanda.
Tapi Chairil Putus sekolah dan sekolah di MULO tidak dilanjutkan sampai tamat.
Meski putus sekolah dari MULO, Chairil Anwar mampu menguasai tiga bahasa yaitu Belanda, Jerman, dan Inggris.
Debut Chairil Anwar mulai tampak bersinar ketika karyanya yang berjudul “Nisan” dimuat dalam majalah terbitan tahun 1942. Pada saat usianya masih 20 tahun.
Chairil Anwar menikah dengan gadis Karawang yang bernama Hapsah Wiraredja pada tanggal 6 Agustus 1946.
Dalam pernikahan ini, Mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Evawani Alissa.
Ikatan suci antara Chairil Anwar dan Hapsah harus kandas pada akhir tahun 1948 karena permasalahan ekonomi dan gaya hidup Chairil Anwar.
Chairil Anwar menyukai banyak perempuan yang ditulis dalam puisi-puisinya.
Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan sebagai pelopor Angkatan 45 dan puisi modern Indonesia oleh H.B. Jassin.
Istilah Angkatan 45 pertama kali disebutkan oleh Rosihan Anwar pada 9 Januari 1949, dalam Majalah Siasat. Angkatan 45 disebut juga Angkatan Kemerdekaan.
Ciri-ciri karya sastra Angkatan 45 yang membedakan dengan periode lainnya adalah sebagai berikut:
-Bentuknya bebas, tidak terikat kaidah kebahasaan.
-Temanya realistis dan natural.
-Ekspresif.
-Menyiratkan perlawanan yang dikemas dalam bahasa puisi.
- Dinamis,kritis dan banyak dipengaruhi sastra asing.
-Individualis
-Lugas
-Bersifat sinisme dan sarkasme terhadap ketidak adilan, otoriter dan penjajahan.
Karya-karya Chairil Anwar berupa puisi sering dijadikan bahan pembelajaran di sekolah.
Saya ingat dulu dalam pelajaran Bahasa Indonesia, puisi-puisi karya Chairil sering dijadikan contoh dalam sebuah apresiasi karya sastra, khususnya puisi.
Yang paling familiar adalah Krawang Bekasi dan AKU ( ini Binatang jalang).
Namun, ada juga kontroversi tentang puisi Krawang Bekasi Chairil Anwar.
Ia pernah dituduh melakukan plagiarism oleh H.B Jassin. Puisinya yang berjudul “Karawang-Bekasi” disebut mirip dengan puisi karya Archibald MacLeish yang berjudul “The Dead Young Soldiers”.
Namun H.B Jassin, meski menyadur karya MacLeish, Chairil Anwar tetap pada ciri khasnya yang menjiwai puisi Krawang Bekasi.
Namun karya-karya Puisi Chairil Anwar masih banyak, berkisar sampai 75 buah puisi.
Di antaranya : -Cintaku jauh di pulau,Derai-derai cemara, Nisan, Sendiri, Tak Sepadan, Ajakan, Suara Malam, Hukum, Diponegoro, Senja di Pelabuhan Kecil, dll.
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu.
(cuplikan puisi Chairil Anwar berjudul "Aku")
Chairil Anwar mendapat penghargaan dari Dewan Kesenian Bogor (DKB) Award 2007 untuk kategori seniman sastra yang diterima oleh puterinya, Evawani Elissa Chairil Anwar.
Chairil Anwar tutup usia pada Pukul setengah tiga sore, 28 April 1949, Chairil meninggal di usia muda akibat mengidap sejumlah penyakit. Di antaranya TBC, pencernakan dan tifus.
Chairil berpulang dalam usia yang masih sangat muda, 27 tahun. Tapi karyanya begitu banyak, yang mungkin akan dikenang orang sampai 1000 tahun lagi, seperti salah satu syair puisinya. Aku ingin hidup seribu tahun lagi....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H