Wajah malam berselimut awan. Tenggelam dalam eksotika pekat.Â
"Mei, Ibu tak bisa tidur, "
Meira memandang lembut wajah ibu. Dielusnya punggung yang mulai renta.Â
"Kenapa, Bu? " Jangan terlalu banyak berpikir. Berpikirlah yang indah dan menyenangkan! "
Meira kembali mengipas pelan agar Ibu tak kedinginan, tapi juga tak kepanasan.Â
Meira sendiri merasakan hawa panas yang tak biasa. Ditambah dengan kelindan makhluk penghisap darah yang diam-diam menyesap darahnya dengan rakus.Â
"Rasanya tak karuan, "Â Ibu kembali mencurahkan apa yang dirasa.Â
Meinar mengelus punggung ibu dengan sebelah tangan, sedang sebelah lainnya memainkankan kipas dari anyaman bambu.Â
Suara jengkerik dan jam dinding jelas terdengar dalam keheningan malam.Â
"Perut ibu sakit, " Ibu kembali mengatakan apa yang dirasa.Â