Anehnya, banyak tenaga honorer yang cemas jika statusnya diganti dengan tenaga outsourcing, padahal sebagai tenaga outsourcing justru gaji dan hak sebagai karyawan diberikan secara layak.Â
Mungkin karena harapan untuk menjadi PNS atau ASN menjadi kabur. Mungkin juga karena tidak paham, apa itu outsourcing. Ada baiknya kita kulik tentang outsourcing yang viral dan begitu akrab di telinga, tapi disalah pahami.Â
Menurut Investopedia, outsourcing adalah penggunaan tenaga kerja dari pihak ketiga untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu di dalam perusahaan.
Outsourcing sendiri merupakan sebuah kebijakan perusahaan untuk tujuan efisiensi dan penghematan biaya operasional.Â
Outsourcing biasanya dilakukan dengan perjanjian kerja. Memang dituntut kejelian untuk bergabung dalam sebuah perusahaan outsourcing. Harus betul-betul mempelajari kontrak kerja sama yang akan ditanda tangani.Â
Pada awalnya, tenaga outsourcing hanya terbatas pada tenaga cleaning servis, catering, antar jemput karyawan, pekerja tambang, pekerja bangunan, dll. Tapi seiring berjalannya, waktu, tenaga outsourcing bisa diterapkan dalam semua bidang pekerjaan, termasuk yang sedang viral, tenaga outsourcing yang akan dipergunakan pemerintah.Â
Penghapusan tenaga honorer ini justru untuk perbaikan kesejahteraan karyawan. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa tenaga honorer digaji sangat tidak manusiawi. Bahkan seorang guru honorer, ada yang hanya menerima gaji 300 ribu per bulan.
Jika menjadi pegawai outsourcing, maka berhak menerima gaji seperti pegawai pemerintah pada umumnya sesuai kualifikasi yang dimiliki.Â
Gaji yang diperoleh sesuai standar yang berlaku, sama dengan pegawai lainnya. Meski tidak mendapat uang pensiun, tapi sebagai karyawan, juga mendapat hak tunjangan dan asuransi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, meski semua itu diurusi oleh pihak ketiga yang membayar gaji pegawai outsourcing, dengan uang yang diterima dari pemerintah.Â
Masa kerja biasanya sesuai masa kontrak. Setelah kontrak selesai, bisa diperbaharui lagi, bisa bekerja kembali di tempat sebelumnya, misalnya kantor pemerintah, atau tempat lain yang memerlukan jasa pegawai outsourcing sesuai gaji umum yang disepakati. Biasanya UMR yang menjadi patokan.Â
Kebetulan saya ibu rumah tangga dari 2 orang anak yang sudah mengalami liku-liku mencari pekerjaan dan sedikit pengalaman tentang seluk beluk pekerjaan.Â
Anak saya yang sulung saat mencari kerja sering melakukan wawancara dengan HRD rekanan perusahaan. Yaitu perusahaan yang menyediakan jasa rekrutmen karyawan.Â
Jadi setelah mendapat rekomendasi dari HRD penyedia layanan rekrutmen, anak saya akan mendapat rekomendasi untuk melakukan wawancara langsung dengan perusahaan yang membutuhkan karyawan.Â
Perusahaan inilah yang akan menentukan diterima atau tidaknya anak saya. Termasuk pemberitahuan tentang jobdesk dan jumlah gaji yang akan diterima.Â
Dalam hal ini, perusahaan outsourcing (penyedia jasa HRD rekrutmen karyawan) hanya bertugas menyeleksi secara administrasi dan merekomendasikan karyawan.Â
Saat itu anak saya gagal seleksi karena dari 2 kandidat hanya diambil 1, dan sepertinya diutamakan yang berdomisili di dekat lokasi perusahaan, sehingga anak saya tereliminasi karena tinggal di luar provinsi.Â
Tapi setelah gagal di perusahaan pertama, anak saya langsung ditelepon perusahaan jasa rekrutmen pegawai yang langsung menyeleksi dan menerima pegawai, sekaligus menyediakan kontrak kerja dan langsung menyebutkan jumlah gaji yang akan diterima beserta tunjangannya.Â
Sehingga saat anak saya sepakat, langsung datang ke perusahaan yang membutuhkannya dan tanda tangan kontrak, kemudian langsung bekerja.Â
Lain lagi cerita Si Bungsu. Awalnya dia memang ada yang meneleponnya untuk wawancara secara online. Tapi ada jeda waktu yang lama antara wawancara dan pengumuman diterima.Â
Akhirnya si bungsu menunjukkan tawaran pelatihan dari suatu perusahaan dengan ketentuan harus bersedia menandatangani kontrak untuk ditempatkan di seluruh Indonesia dan harus bersedia ditempatkan di perusahaan manapun. Sedang selama 3 bulan pelatihan akan mendapat uang saku 100 ribu per hari dan uang pemondokan selama sebulan.Â
Perusahaan penyedia tenaga outsourcing ini mengadakan pelatihan untuk karyawannya. Tapi hak uang diberikan setelah pelatihan minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat dengan syarat pelatihan diikuti 3 bulan penuh, dan memenuhi kualifikasi dan standar yang ditentukan.Â
Di minggu kedua, anak saya mendapat telepon dari perusahaan lain yang pernah mewawancarainya.Â
Dengan tawaran gaji dua kali lipat dari perusahaan yang mengadakan pelatihan, tunjangan hari lebaran, bonus, asuransi kesehatan,, BPJS ketenagakerjaan, dll. Tentu saja ini peluang yang menjanjikan, tapi tidak semudah itu, ferguzo.Â
Karena anak saya sudah terlanjur menandatangani kontrak dengan perusahaan yang mengadakan pelatihan, sehingga ada kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi.Â
Anak saya menjalani keduanya. Tapi saat pelatihan mulai berakhir, suasana menjadi rumit. Karena anak saya mulai ditawarkan oleh perusahaan outsourcing pemberi pelatihan ke perusahaan-perusahaan dan BUMN yang membutuhkan kualifikasinya.Â
Sampai suatu saat diterima, dengan gaji setengah dari gaji di perusahaannya yang sampai sekarang dijalani.Â
Dilematis harus memilih, akhirnya saya menyarankan untuk memutuskan kontrak dengan perusahaan yang mengadakan pelatihan.Â
Sebagai konsekuensinya, harus membayar denda atau penalti yang lumayan. Tidak bisa dicicil, harus dibayar sekaligus, dan hari itu juga.Â
Akhirnya kusanggupi. Ada gunanya saya telaten menabung. Segera kutransfer uang yang diminta, dan langsung dibayarkan oleh anak saya. Besarnya kira-kira 3 bulan gaji anak saya, atau 5 bulan gaji suami saya sebagai PNS.Â
Sebenarnya perusahaan pemberi pelatihan itu juga banyak melakukan kesalahan, seperti pembayaran insentif telat, dan tidak memberikan fasilitas yang dijanjikan seperti laptop. Tapi saya memilih mengalah dan menyelesaikan masalah secara cepat dan tuntas.
Setelah penalti di bayar, anak saya terbebas dari tanggung jawab kerja terhadap perusahaan yang mengadakan pelatihan.Â
Saya hanya meminta agar anak saya mendapat sertifikat pelatihan. Itu sudah akan menambah nilai plus bagi kualifikasi anak saya, dan terbukti meningkatkan nilai tawar gaji.Â
Alhamdulillah, langkah saya tidak salah, kini gaji anak saya sebulan sudah mendekati nominal denda penalti yang pernah dibayarkan. Jadi tidak terasa kalau pernah membayar denda, karena gaji yang didapat juga sesuai.Â
Itu sekedar gambaran tentang outsourcing yang bagi tenaga honorer justru merupakan perbaikan kesejahteraan. Sedang PPPK juga merupakan perbaikan kesejahteraan bagi honorer, tapi berhubungan langsung dan menandatangani kontrak dengan pemerintah, sebagai pegawai kontrak.Â
Sedang pegawai outsourcing, nantinya akan mempunyai hak seperti PPPK, termasuk tunjangan dan asuransi, tapi proses seleksi dan pembayaran gajinya ditangani oleh pihak ketiga, dari uang yang diberikan pemerintah. Menjadi pegawai tetap perusahaan outsourcing, tapi menjadi pegawai kontrak bagi pemerintah.Â
Kalau dalam sistem pemerintahan sekarang, mungkin posisi perusahaan outsourcing diwakili oleh banyak sekolah kedinasan yang mengikat perjanjian dengan siswa atau mahasiswanya untuk bersedia mengabdi di instansi pemerintah manapun, dan bersedia ditempatkan di seluruh Indonesia, bahkan di IKN. Eh...Â
Terkadang masih ada orang ua yang menginginkan anaknya menjadi PNS karena mendapat uang pensiun, padahal dana pensiun bisa direncanakan secara mandiri dengan berinvestasi atau membayar sendiri secara mandiri iuran dana pensiun.Â
Sedang generasi Z yang lebih paham beradaptasi justru memilih kerja yang menantang dan dinamis dengan gaji besar di sektor swasta.Â
Bekerja di sektor negeri dan swasta sama saja, selama merupakan passion pribadi yang bersangkutan dan dijalani dengan senang hati akan mendatangkan kenyamanan. Apalagi ditunjang manajemen yang tepat, pastilah keberhasilan mudah didapat.Â
Semoga bermanfaat...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H