Dakwah Islamiyah adalah mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syariah Islamiyyah yang terlebih dahulu telah diyakini oleh pendakwah sendiri(wikipedia). Sedang pelaku dakwah disebut Dai.
Saat ini banyak sekali dai yang mumpuni. Individu-individu yang penuh keutamaan, menjadi panutan dan tauladan. Kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, dan amalan-amalan terpuji yang telah banyak dilakukan. Dengan penghasilan sebagai dai dan usaha lain yang dijalani, mereka bisa membangun pesantren, masjid, mendirikan rumah, santunan dan perlindungan bagi anak yatim dan kaum duafa.
Dai-dai kondang itu tidak hanya mendapat pahala dunia dengan harta yang berlimpah. Semakin kondang, dan disukai, tarifnya semakin melangit, tapi mereka tetap sederhana dan rendah hati. Senantiasa menanamkan kehidupan sederhana yang menjadi tuntunan.
Jauh dari hingar bingar dan kemasyuran dau-dai kondang, ada dai-dai yang hampir tak pernah disebut namanya dalam sejarah dakwah. Mereka menebar Syiar dalam kondisi susah. Mendatangi tempat-tempat terpencil untuk melaksanakan dakwah dan tabligh.
Mereka tidak dibayar, tapi justru menggunakan diri dan hartanya untuk berdakwah di jalan Allah. Memperbaiki diri, dan menjadi tauladan bagi sesama adalah salah satu sifat yang coba mereka amalkan.
Syarat pertama untuk menjalankan dakwah ini tentu saja meluruskan niat. Ikhlas semata-mata Lillahi Ta'ala, demi Allah semata. Mensyiarkan Islam yang boleh dilakukan siapa saja. Entah mantan preman, konglomerat yang ingin menekuni jalan dakwah, maupun pekerja dan PNS yang sudah purna tugas. Semua berkedudukan sama, berada dalam rombongan yang siap melakukan syiar ke mana saja. Bahkan ke tempat terpencil yang harus dicapai dengan jalan kaki sekalipun. Dalam satu rombongan didampingi seorang ulama yang mumpuni dalam ilmu agama. Yang siap menjawab rasa ingin tahu masyarakat tentang Islam. Sementara anggota rombongan siap melaksanakan amalan-amalan yang disyiarkan.
Dalam menjalankan dakwahnya, mereka berusaha menanamkan keyakinan bahwa tidak ada Tuhan yang haq disembah selain Allah dengan sepenuh hatinya.
Berjalan dari satu masjid ke masjid dalam dakwahnya. Terkadang dicurigai dan ditolak, tapi mereka tak patah semangat. Sebab sebenarnya itulah dakwah yang sesungguhnya. Mereka terus berjalan dan mencari tempat untuk berdakwah. Tidak putus asa ketika ditolak bahkan diusir. Mereka tidak melawan dan tidak memaksa, karena begitulah dakwah sesungguhnya.Disampaikan dengan lemah lembut dan sukarela.Â
Selain menanamkan kalimat tauhid, mereka juga mengajak shalat berjamaah di masjid. Menanamkan sifat ketaatan di dalam shalat dalam kehidupan sehari-hari. Mencoba melaksanakan shalat sebaik mungkin. Shalat dengan konsentrasi batin  dan merendahkan diri seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Jika ketaatan shalat telah tertanam dalam hati, maka akan dijauhkan dari sifat-sifat tercela, karena selalu merasa Allah melihat dan mengawasi segala perbuatannya. Senantiasa merasa ikhsan.Â
Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar (Al ankabut : Â 45)
Dalam perjalanan musafir, mereka juga haus akan ilmu. Selalu menyemangati diri sendiri dan mengajak orang lain di setiap masjid-masjid yang disinggahinya untuk mempelajari ilmu agama.
Menghidupkan dzikir di setiap masjid yang disinggahinya. Mengamalkan kalimat-kalimat tayyibah. Bersholawat, bertasbih, bertahmid dan beristighfar. Dengan mengamalkannya, secara tidak langsung mereka juga mengajak orang di sekitar masjid untuk memakmurkan masjid. Mengadakan majelis taklim,dengan mengadakan tanya jawab masalah agama, dan bersilaturahmi dengan para ulama di sekitar masjid yang disinggahi.
Mereka terus berjalan dan berjalan,melakukan dakwah tanpa publikasi, menebar syiar Islam di Tanah sunyi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H