Hari minggu. Suamiku mengajak cari sarapan di luar. Katanya dia pengin bubur ayam jalan Diponegoro Kota Madiun. Sejujurnya aku  kurang suka bubur ayam, mengingatkanku biasa makan bubur di saat sakit. Pastilah rasanya tak enak, sekalipun sebenarnya lezat juga.Â
Lagian sabtu kemarin kami baru makan di luar, hunting  sate dan gule kambing di jalan Diponegoro juga atas rekomendasi salah satu akun instagram yang kufollow. Terlalu sering makan di luar, apalagi di saat pandemi sepertinya kurang bijak meski protkes tetap kami lakukan.Â
 Tapi setelah kupikir lumayan juga aku bisa sambil belanja mingguan. Aku juga butuh membeli ember besar untuk menampung lele yang rencananya akan segera kami panen, bisa nebeng mobil suamiku, kalau belanja sendiri dan tidak belanja yang ribet aku lebih suka naik sepeda motor. Bisa sluman slumun Slamet, tidak ribet mencari tempat parkir, praktis, ekonomis, dan cepat.Â
Di tengah perjalanan suamiku malah tergoda sarapan soto di depot langganan kami. Tapi tempatnya di seberang jalan satu arah yang kami lalui.Â
"Nanti buryam nya dibungkus saja ya,Dek, kita sarapan di depot tower. Aku kok tiba-tiba pengin soto", (waduh, semoga bukan ngidam).Â
Aku diam saja. Orang yang aneh. Tapi kemudian kujawab" Ya sudah. Kita sarapan di depot tower saja, tidak usah beli buryam. Nanti kalau tidak kemakan kan sayang".
Tapi suamiku tetap nekad menjalankan mobilnya ke arah kota. "Kita jalan-jalan dulu saja, santai sambil liat suasana kota.Â
" Mampir balai kota saja, aku mau liat patung merlion kepala singa. Mo selfi sebentar katakuÂ
Suamiku setuju menuruti keinginanku. Tapi lagi-lagi  kesulitan mencari tempat parkir. Kulihat di sekitar balai kota juga banyak orang berjalan-jalan dan berwisata. Apalagi di sekitar kepala singa yang merupakan tiruan dari patung asli yang ada di Singapura. Sempat mendapat cemooh dan cibiran, tidak menyurutkan niat pak walikota untuk tetap membangun ikon-ikon negara lain di daerahnya. Bahkan suasana sekitar balai kota sudah sejak lama disulap ala malioboro . Di saat pandemi sepertinya hal ini justru menjadi langkah tepat untuk memberi hiburan yang murah, bahkan gratis, mudah dan dekat.Â
Di saat aku asyik dengan pikiranku sendiri, suamiku justru semakin kencang melajukan mobilnya, tidak jadi mampir. Aku hanya menghela nafas dalam. Pasrah. Terserah lah.Â
Selepas sarapan suamiku mengajak  silaturahmi ke tempat temannya di Ponorogo, padahal tadi pagi aku belum sempat membenahi rumah dan memasak untuk siang. Tapi ya sudahlah. Sesekali mengabaikan rutinitas, tak ada salahnya menikmati hari libur sesuai keinginan kita.Â