Tiadanya orang berlalu lalang tak meniadakan indahnya senandung pagi. Kicauan burung dan lenggang lenggok dedaun merengkuh embun membiaskan aura kesejukan. Sudah 4 hari lebaran terlalui, tapi jalan kampung masih sepi. Pintu rumahpun banyak yang tertutup. Lebaran yang istimewa.
Masih terbayang khusyuknya shalat ied di minggu yang syahdu. Kostum yang terdominasi putih menghiasi masjid yang bersih dan lapang. Tiada obrolan dan bisik seperti shalat ied di tahun sebelumnya. Shaf rapi dan hening, tapi berjarak. Tiada sapa dan senyum, semua bermasker. Membisu tapi menyapa tanpa suara.Â
Berdialog dalam hati. Semua saling mengerti. Melantunkan doa dalam setiap diam. Khusyuk menjalani satu persatu ritual shalat ied. Lebih khidmad dan khusyuk. Khatibpun menyampaikan kutbah secukupnya. Acara ditutup saling mohon maaf dan memaafkan dipandu imam dan ditirukan jamaah. Shalat iedpun usai. Pulang ke rumah masing-masing.Â
Sebenarnya di kampungku, kehidupan masih relatif normal. Shalat jamaah di masjid, shalat jumat, shalat tarawih, shalat ied masih berjalan seperti biasa meski dalam protokol yang berbeda. Bersyukur virus yang menghebohkan itu tidak terlalu mempengaruhi kehidupan di sini. Semua menyesuaikan dengan cepat.Patuh pada ketentuan, menjalankan tanpa protes, hidup seperti biasanya. Sederhana saja.Â
Medsos ramai. Sejak sebelum lebaran media daring penuh berita provokatif bertabur hoax. Dari THR yang beritanya tak pernah habis, tak lepas dari hoax. Mungkin karena penulis berita yang tak paham beda golongan dan esselon, membuat provokasi yang sempat menggoncang para ASN.Â
Tapi sekarang mungkin semua sudah tersenyum dan bernafas lega karena semua telah menerima THR yang menjadi haknya. Seorang kepala daerah tak kalah kontroversinya karena tak paham juga tentang penggajian, golongan dan pejabat esselon tapi membuat usul yang menghebohkan para ASN dengan mengusulkan pemotongan gaji 50% perbulan. Dalam waktu yang tidak ditentukan selama wabah covid-19 masih berlangsung. Â
Dalam kondisi sensitifitas tinggi dan tekanan mental yang berat seperti kondisi saat ini dibutuhkan kompetensi dan kecerdasan untuk bicara. Orang yang tidak paham tapi berpengaruh, bila tak paham dengan apa yang disampaikan, rentan memicu kericuhan.
Idul fitri telah terlalui, medsos penuh ucapan saling memaafkan. Begitupun saya,mohon maaf lahir dan batin bila selama ini dalam media daring begitu banyak salah dan khilaf. Perkenankanlah saya menyampaikan Selamat Hari Raya Idul fitri.
*Taqabbalallaahu minnaa wa minkum  Taqabbal yaa kariim*
*Baarakallaahu Fiikum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H