Mendengar kata-kata "merdeka", persepsi saya langsung merujuk pada kebebasan. Kebebasan yang menyenangkan, sesuai dengan jiwa saya yang bebas dan tidak suka tekanan apalagi intimidasi.
Tapi mendengar cerita adik saya yang sibuk membantu keponakan saya mengerjakan tugas sekolah yang diberikan hingga dini hari saya sempat heran. Ternyata merdeka belajar yang saya bayangkan bukan seperti angan-angan saya. Â Bahkan keponakan saya sepertinya kurang nyaman dengan banyaknya tugas yang diberikan.Â
Sebenarnya merdeka belajar di sini cukup bijaksana, dengan penilaian akhir pembelajaran tidak ditentukan oleh nilai ujian nasional, tapi oleh pemberian tugas dan penilaian lain, mengingatkan saya waktu mengambil akta mengajar di UT (Universitas Terbuka), di mana nilai dari tugas yang diberikan mempunyai prosentase yang lumayan besar. Apalagi ini di tingkat pendidikan dasar dan menengah, USBN diserahkan pada sekolah. Sekolah diberi keleluasaan untuk menentukan bentuk penilaian dalam bentuk portofolio, karya tulis, maupun penugasan. Untuk lebih jelasnya, mari kita cermati hal yang berkaitan dengan merdeka belajar.
Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Anwar Makarim.
Pokok-pokok kebijakan Kemendikbud RI tertuang dalam paparan Mendikbud RI di hadapan para kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota se-Indonesia, Jakarta, 11/12/2019.
Ada empat pokok kebijakan baru Kemendikbud RI, yaitu:
- Ujian Nasional(UN) akan digantikan dalam bentuk Asesmen Kompetensi Minimum, dan survei karakter. Asesmen ini menekankan pada kemampuan penalaran literasi dan numerik didasarkan pada praktik terbaik tes PISA.PISA adalah program Penilaian Pelajar Internasional (Bahasa Inggris: Program for International Student Assessment, disingkat PISA) adalah penilaian tingkat dunia yang diselenggarakan tiga-tahunan, untuk menguji performa akademis anak-anak sekolah yang berusia 15 tahun, dan penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD). Tujuan dari studi PISA adalah untuk menguji dan membandingkan prestasi anak-anak sekolah di seluruh dunia, dengan maksud untuk meningkatkan metode-metode pendidikan dan hasil-hasilnya. Berbeda dengan UN yang dilaksanakan di akhir jenjang pendidikan, asesmen ini akan dilaksanakan di kelas 4, 8, dan 11. Hasilnya diharapkan menjadi masukan bagi sekolah untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya sebelum peserta didik menyelesaikan pendidikannya.
- Ujian Sekolah Berstandar Nasional(USBN) akan diserahkan ke sekolah. Menurut Kemendikbud, sekolah diberikan keleluasaan dalam menentukan bentuk penilaian seperti portofolio, karya tulis, atau bentuk penugasan lainnya.
- Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP). Menurut Nadiem Makarim, RPP cukup dibuat satu halaman. Melalui penyederhanaan administrasi, diharapkan waktu guru dalam pembuatan administrasi dapat dialihkan untuk kegiatan belajar dan peningkatan kompetensi.
- Dalam penerimaan peserta didik baru(PPDB) sistem zonasi diperluas. (tidak termasuk daerah 3T). Bagi peserta didik yang melalui jalur afirmasi dan prestasi diberikan kesempatan yang lebih banyak dari sistem PPDB sebelumnya. Pemerintah daerah diberikan kewenangan secara teknis untuk menentukan daerah zonasi ini (sumber, wikipedia.id)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H