Mohon tunggu...
Katarasa
Katarasa Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia

Saya suka membaca dan menulis sejak kecil, terkhusus untuk buku buku fiksi, seperti novel dan cerpen. Saya juga suka menulis puisi serta membaca buku filsafat/psikologi. Lewat mereka, aku sadar bahwa 'kata' bisa menjadi tempatku bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Hanya Gelap, Sepi, dan Lara

25 Mei 2023   14:13 Diperbarui: 25 Mei 2023   20:24 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perasaan sedih.(UNSPLASH/TIAGO BANDEIRA)

Denting itu mengalun lirih,
Semua gelap, hanya Lara yang terus merebak, perih.

Keping waktu terus berputar,
Sedang denting itu makin keras berbunyi,
Menggema hingga ujung luka,
Memekak telinga.

Tapi siapa peduli?
Hanya ia dan lara itu yang tersisa.

Kepada malam ia bercerita,
Tak perlu tanya mengapa,
Karna hanya itu yang tersisa.

Ah, ya...
Ia hampir terlupa, masih ada seonggok piano usang yang mencoba menghalau sunyinya.

Sambil meringis ia bercerita,
Tentang Lara, sepi dan perihnya.
Tentang rasa yang memberinya nestapa.
Tentang rasa yang membuat hening menghujamnya.
Lalu gelap, hanya kelam yang terus menyapa.

Salahkan saja ia,
Yang bodoh,
Yang memberi cinta pada sebuah dusta.

Ya, cinta..
Cinta yang membawa pergi pelitanya,
Sinar itu, kini hanya membias dalam imaji.
Membuatnya terpenjara dalam dewala.


Apa benar ini cinta?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun