Mohon tunggu...
Isti Fathmala Yakhmadi
Isti Fathmala Yakhmadi Mohon Tunggu... -

Santri Pondok Pesantren As-Sunnah Cirebon | Pimpinan redaksi Mikrosop As-Sunnah | Sie. Kebersihan Asrama 2 | Hafizhah soon to be =)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Monkey Loves Banana :3

24 September 2012   19:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:47 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Monyet memang menyukai pisang, saya pun menyukai pisang. Walaupun kadar suka saya pada pisang tidak sampai seperti Aulia. Tapi tentunya saya dan tablemate saya itu bukan monyet. Kami hanya seorang manusia yang menyukai makanan seperti para monyet. Pisang.

Kadang saya senang mengisi otak saya dengan berbagai pertanyaan mengenai suatu objek sambil berusaha sebisa mungkin saya temukan jawabannya untuk kemudian menulisnya. Dan kebetulan, objek saya kali ini adalah pisang. Yup, pisang dalam arti sebenarnya. Buah pisang.

Saya bengong menatap tumpukan pisang di Yogya Toserba. Kakak saya yang berada di sebelah saya jelas heran melihat muka saya yang menatap pisang seperti menatap buku/stationary yang ingin saya beli. Kakak saya pun langsung berkata, “Udah kalau mau, ambil aja Tis. Jangan diliatin aja.”

Saya pun menggelengkan kepala. Karena sebenarnya memang saya lagi nggak mood makan itu pisang. Saat itu saya lebih tertarik membawa pulang buah kiwi, tapi kakak saya tetap saja memasukkan sebungkus pisang ke dalam troli. Kemudian saya berpikir banyak mengenai pisang di hadapan saya itu. Melihat stiker yang tertempel di pembungkus plastik pisang itu, jelas bahwa pisang tersebut bukan pisang asli Indonesia. Kalau nggak salah, merek itu berasal dari Amerika Latin. Kalau dibandingin sama pisang Ambon, rasa pisang bule itu mah kalah jauuuuh banget. Pisang lokal tetap yang paling oke. "Apalagi pisang muli," begitu ujar Aulia.

Saya pun bergegas membuntuti kakak saya yang beranjak ke rak yogurt. Di antara tumpukan buah-buahan tadi, nggak ada satupun pisang lokal yang dijual di sini. Heran. Memang tidak menyuplay pisang lokal, atau memang sedang kehabisan stok? Perasaan kalau saya melewati kebun kosong, pastilah pohon yang paling banyak tumbuh di sana adalah pohon pisang. Bukan hanya kebun kosong, di sepanjang jalan pun seringkali kita lihat pohon pisang. Bahkan di As-sunnah, selain ada kebun bambu juga ada hutan pisang #ahelah lebay. Belum lagi pisang-pisang Indonesia terkenal manis dan beraneka ragam. Tapi kenapa justru pisang kita hilang dari pergaulan kalangan elite pisang? Setelah sampai di tempat saya mencicipi pisang tersebut (ketauan deh udik, jarang makan pisang import :3) dan benar saja rasanya hambaaar tenaaan.

Semua pisang yang dijual di sini adalah import. Yang percaya atau tidak, buah tersebut telah mengalami sistem pengawetan yang ribet karena harus dibawa dari Amerika Latin ke Indonesia (ini sekedar asumsi saya sih). What the hell.

Saya jadi teringat kata-kata salah satu guru saya. Beliau pernah menyayangkan kenapa di Indonesia ini lebih banyak menghasilkan ST (sarjana tekhnik) dibandingkan dengan seorang yang memiliki keahlian tekhnik? Banyak ST yang pada akhirnya bekerja di sektor non-tekhnik karena masih kurangnya lapangan pekerjaan di bidang tersebut atau ketatnya persaingan. Padahal kalau pemerintah atau lembaga-lembaga pendidikan bisa menjamin pekerjaan buat mereka di sektor yang tepat, pastilah beberapa tahun kedepan Indonesia akan menjadi negara yang disegani oleh bangsa-bangsa lain.

Misalnya masalah pisang ini. Well, saya yakin kok kalau petani pisang di Indonesia ini sebenarnya cuma kebentur masalah dana untuk berani bersaing. Mereka nggak memiliki teknologi yang oke untuk pisang-pisang mereka. So, kenapa nggak memanfaatkan insinyur-insinyur lokal untuk bekerjasama membangun infrastruktur yang bagus untuk perkebunan pisang kita? Dan kenapa pemerintah nggak mencoba memberikan perlindungan dan pendidikan untuk mereka para petani supaya memiliki pengetahuan ekonomi yang oke juga? Supaya suatu saat nanti kita akan melihat pisang ambon dan pisang muli joget-joget di Amerika Latin. Amiiiin…

Well, pisang itu unik tauk. Kalau dilihat-lihat, pisang itu kayak manusia yah. Macem-macem. Ada yang luarnya kuning memikat, dalemnya amit-amit paitnya. Ada juga yang luarnya kuning bopeng-bopeng item, tapi dalemnya maniiiis banget. Ada lagi yang luarnya ijo butuk, dalemnya paiiiit juga. Tapi masih ada lho, pisang yang luarnya kuning bercahaya dan dalemnya manis bukan main. Biasanya yang kayak gini harganya paling mahal dan banyak dicari nih… Nyam…nyam…

Manusia kan juga gitu. Ada yang dari luarnya cakep, tapi kelakuannya jelek. Ada juga yang di luarnya jelek banget, tapi hatinya bak malaikat. Eh, ada lagi yang dari luarnya jelek, kelakuannya juga buruk. Nah, yang terakhir ini nih yang paling asik. Dari luarnya keren mampus, dalam hatinya malaikat banget. Dan lagi-lagi orang yang seperti ini nih, yang paling banyak punya fans dan temen dimana-mana.

So, kalian kebagian jadi pisang yang seperti apa???

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun