Mohon tunggu...
Isti Fathmala Yakhmadi
Isti Fathmala Yakhmadi Mohon Tunggu... -

Santri Pondok Pesantren As-Sunnah Cirebon | Pimpinan redaksi Mikrosop As-Sunnah | Sie. Kebersihan Asrama 2 | Hafizhah soon to be =)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Asli vs Bajakan

24 September 2012   16:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:47 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perlu saya tekankan, ini hanya sebuah opini. Saya suka Cirebon tempat tinggal saya sekarang, sangat suka. Walaupun saya sangat tidak bisa bersahabat dengan yang namanya panas, tapi saya nggak pernah berhenti bersyukur bisa tinggal di tempat seperti Cirebon ini. Semuanya saya suka, kecuali ketika harus menyaksikan banyak sekali orang yang menjual/membeli barang-barang bajakan. Nggak tahukah mereka, banyak orang yang berjuang demi membeli sesuatu yang legal, bermutu, dan orisinil. Sedangkan mereka, dengan cuek bebeknya hanya bergumam: "Alah, sapa peduli, cuih." SAYA PEDULI TAUUUUUK. Kalian nggak peduli karena kalian nggak merasakan bagaimana 'pusing'nya saya ketika di jalan harus melihat orang lain yang pakai barang dengan merk yang sama, tapi dengan status yang berbeda tentu saja, saya ori dan dia bajakan. Saya pernah pergi ke PGC untuk membeli beberapa kaos kaki, dan saat itu saya menemukan sepatu dengan merk yang sama dengan sepatu yang saya kenakan. Berderet dalam jumlah banyak, dan hanya dibandrol Rp 50.000/pasang. Malah katanya sih masih bisa ditawar. Gila kan? Padahal, saya harus meres otak dan menulis sebaik mungkin, kemudian dikirim ke beberapa majalah hanya untuk mendapatkan sejumlah uang agar bisa membeli sepatu Motix yang orisinil, dan dengan harga semurah itu mereka menjual yang palsunya? SUNGGUH TERLALU. Bagian depan Pusat Grosir Cirebon, gudangnya bajakan. Mulai dari sepatu, baju, sampai DVD. Atau ketika kakak saya meminjamkan sebuah tas Billabong dan saya mengenakannya ke sekolah, banyak sekali yang menuduh saya membeli tas tersebut di pasar tradisional, sebagai tas bajakan. Kemudian pengalaman lainnya adalah ketika kakak kelas saya harus menabung dan mengirit uang jajan agar bisa membeli sepatu Nike yang dia inginkan, kemudian dia tercengang ketika melihat sekawanan tukang parkir di PGC mengenakan sepatu dengan merk yang sama (tentu status berbeda).

Ada juga orang yang mampu membeli barang-barang asli, tapi sudah terbuai dengan barang-barang bajakan itu, dengan rileksnya dia bilang: "udahlah Tis, jangan pusing-pusing ngurusin orang yang pake bajakan. Nantinya tambah stres. Aku sih nyantai aja. Lagian, kalau aku yang pake semua orang akan ngira asli walaupun itu barang bajakan yang aku beli di PGC. Tapi kalau pembantu aku yang pake, sekalipun pakai Converse asli tetep aja orang-orang nggak akan ada yang ngira itu asli. Kaya yang sering kamu bilang aja: semua keadaan tuh tergantung." Grrrrraaawkk. Bikin saya makin sebel sama yang namanya bajakan aja sih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun