POLEMIK PUTUSAN MK TERKAIT BATAS USIA CAWAPRES,MENUAI BANYAK PRO DAN KONTRA
Gugatan batas usia capres cawapres ini dilakukan oleh 3 pemohon dari PSI (partai solidaritas Indonesia) dan sejumlah perseorangan warga negara Indonesia, kedua partai garuda dan ketiga ada dari sejumlah kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun, seluruh penggugat bermuara pada satu pandangan yang sama  yakni pembatasan umur pada undang-undang pemilu dianggap membatasi hak konstitusional warga negara utama nya kaum muda. PSI menjadi penggugat pertama yang mengajukan permohonan ke MK,dikarenakan batas usia 40 tahun ini mengandaikan anak muda labil dan argumen itu tidak punya scientific evident,argumen itu juga tidak memiliki landasan yuridis di dalam UUD dengan kata lain berpotensi mendiskriminasi anak muda Indonesia.
Kronologi proses keputusan mk dimulai dari tgl 19 September hakim konstitusi menggelar RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim) yang membahas perkara no 29,51 & 55 dalam rapat tersebut hanya ada 8 hakim konstitusi yang hadir,kali ini ketua mk Anwar Usman berhalangan untuk hadir dan hasil dari rapat tersebut 6 dari 8 hakim menolak dan 2 hakim dissenting opinion atau memiliki opini yang berbeda. Tanggal 21 September,hakim konstitusi menggelar rapat untuk untuk perkara no 90,kali ini dihadiri oleh 9 hakim konstitusi termasuk ketua mk Anwar Usman dan rapat ini dilanjutkan kembali tanggal 5 Oktober yang akhirnya rapat ini bakal di seuji sebagian. Lanjut tanggal 9 Oktober 9 hakim konstitusi kembali menggelar rapat untuk perkara no 90,91 & 92. Pada tanggal 16 Oktober  3 perkara yang pernah di ujikan no 29,51 & 55 ditolak MK, kemudian 2 perkara no 91,92 tidak dapat diterima oleh MK dan hanya satu perkara yang di kabulkan sebagian perkara no 90 yang RPH nya dihadiri oleh Anwar Usman. Pada perkara no 90 ini MK mengubah pasal 169 huruf Q UU 7/2017 tentang persyaratan capres dan cawapres Indonesia, yang asalnya usia capres dan cawapres paling rendah 40 tahun menjadi berusia 40 tahun atau pernah dan sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan daerah yang artinya seseorang walaupun usia nya di bawah 40 tahun tapi pernah menjadi kepala daerah, ia berhak untuk mengajukan diri sebagai capres dan cawapres.
Tahu gak sebenarnya MK tidak memiliki kewenangan untuk mengubah UU, lalu siapa yang berwenang? Yang memiliki kewenangan sebenarnya adalah DPR Sebagai lembaga legislatif selaku pembuat UU, tapi dalam kasus ini putusan MK tidak bisa diperbaiki atau di koreksi, dengan kata lain putusan MK sudah inkrah dan dapat dilaksanakan.
Lalu bagaimana dengan DPR? ya, DPR setuju dengan ubah batasan usia capres dan cawapres menjadi 35 tahun min, DPR RI melalui ketua komisi 3 Habiburakhman telah menyerahkan syarat minimal capres cawapres diubah menjadi 35 tahun kepada mahkamah konstitusi padahal dalam UU no.7 tahun 2017 pasal 169 telah diatur batas capres cawapres itu adalah minimal 40 tahun. Ketua komisi 3 Habiburahman beralasan ada 45 negara yang mensyaratkan usia 35 tahun untuk menjadi pemimpin, oleh karena itu DPR mengajukan permohonan untuk pengujian pasal terkait perkara ini dan mengajukannya ke MK, namun PDIP lewat sekjennya Harto Kristiyanto bilang ada upaya untuk manuver kekuasaan dari diubahnya batas usia capres cawapres dan sebaiknya aturan yang berlaku tidak diubah di tengah jalan.
Dari hasil putusan MK ini menuai banyak pro dan kontra dari masyarakat Indonesia. Berbagai elemen masyarakat turun ke jalan mengawal putusan mk terkait pembatasan usia capres cawapres, aksi tersebut terbagi dua elemen ada yang pro dan kontra terhadap putusan tersebut, masa yang pro ingin agar MK mengabulkan batas usia capres cawapres agar anak muda di Indonesia bisa diberi kesempatan untuk bisa menjadi calon presiden dan cawapres kedepannya, sementara itu masa yang kontra menganggap MK akan mencoba merubah UU agar  seseorang bisa maju menjadi cawapres
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H