‘Petualangan’ pantai di selatan Bali memang tidak ada matinya. Berlagak ala petualang seperti di acara traveling di TV saya menyusuri satu-persatu pantai yang rebah dengan santainya di semenanjung ini. Berbekal kamera, buku catatan kecil tanpa topi apalagi sunblock saya siap memulai penjelajahan. (pasang kacamata..)
Urutan pertama jatuh pada…
Pantai Mengiat
Pantai ini letaknya di dalam kawasan perhotelan berbintang 5 (berarti lebih tinggi dari Jendral ya), di Nusa Dua. Iya benar, di dalam BTDC. Pantai Mengiat berarus tenang dan cukup dangkal. Pasirnya putih, landai dan luas membentang sejauh mata memandang. Ditambah dengan suasana yang tidak terlalu ramai, saya membayangkan piknik keluarga di pantai ini pastilah menyenangkan, terutama bagi anak-anak. Saya bisa melepas mereka bermain pasir tanpa perlu khawatir tersapu ombak besar. Oya, kalau cukup punya banyak waktu menyusuri Pantai Mengiat, persis di sebelah timur laut ada bukit karang bernama Pulau Peninsula yang biasa dipakai sebagai tempat digelarnya Nusa Dua Fiesta setiap bulan Oktober atau November. Dan hanya dengan berjalan sedikit ke arah timur, kita sudah bisa bermain-main dibawah semburan Water Blow.
[caption id="attachment_309794" align="aligncenter" width="600" caption="Bentangan pasir yang landai dan luas di Pantai Mengiat"][/caption]
Meskipun berhadap-hadapan langsung setidaknya dengan dua hotel super mewah seperti Grand Hyatt dan St. Regis, saya beruntung tak perlu harus menginap di keduanya untuk bisa merasakan bulir pasir Pantai Mengiat diantara jemari kaki saya. Ada pintu masuk umum melewati gapura di balik patung Dewa Ruci di ujung jalan dengan nama yang sama dengan pantainya. Cukup merogoh kocek seharga parkir saja.
[caption id="attachment_309795" align="aligncenter" width="600" caption="Pantai Mengiat"]
Fasilitas umum di pantai ini cukup lengkap meskipun banyak diantaranya masih dikelola secara swasta oleh satu-satunya restoran yang bukan milik hotel yang ada disitu. Terutama fasilitas seperti kursi pantai dan payungnya serta air bersih untuk bilasan dan kamar mandi. Dan meskipun hari itu saya tidak melihat ada peselancar, setidaknya ada dua petugas penjaga pantai tetap siaga di posnya saat itu.
Pantai Geger
Tadinya saya agak bingung dengan pelafalan yang benar dari nama pantai urutan kedua yang saya jelajahi ini. Harus dibaca ‘geger’ seperti dalam kata ‘Jember’ ataukah ‘geger’ seperti dalam kata ‘jejer’. Saya pribadi lebih suka dengan bunyi yang pertama dan kebetulan juga, itulah pelafalan yang benar. Kalau bunyi yang kedua, entah kenapa itu membuat saya teringat dengan nama grup musik dangdut yang sudah lama tak terdengar suaranya. Ada yang ingat juga barangkali ?
[caption id="attachment_309796" align="aligncenter" width="600" caption="Ada penyewaan Kano di Pantai Geger"]
Kembali ke pantai. Ternyata saya sudah melewati gerbang The Mulia Resort. Artinya jalan masuk ke Pantai Geger juga sudah kelewatan. Info yang saya dapat sebelumnya memang pintu masuknya persis sebelum resor yang baru-baru ini mendapat predikat sebagai resor pendatang baru terbaik di dunia. Tapi berhubung itu pertama kalinya saya mengembara (halah) ke kawasan ini setelah bertahun-tahun lamanya, jadi saya juga baru menyadari kalau bangunan baru semegah itu ternyata adalah The Mulia Resort.
[caption id="attachment_309797" align="aligncenter" width="600" caption="Suasana di Pantai Geger"]
Berbeda dengan jalan masuk ke Pantai Mengiat yang beraspal bolong-bolong, entrance Pantai Geger jauh lebih baik. Sudah beraspal halus plus areal parkir yang rapi berpaving, sebagian ujungnya berbalut pasir pantai yang putih, kering, bersih..Di situlah saya memilih tempat memarkir motor.
Pesona serupa namun sedikit berbeda dari pantai sebelumnya, itu kesan pertama yang saya dapatkan disini. Sebagian besar pantai dipatok sebagai Beach Club milik resor megah di sebelahnya, sedangkan sebagian lagi yang lebih kecil milik hotel yang berada di seberang pantai ini. Tapi tenang, kita yang bukan tamu hotel masih bisa beraktifitas disepanjang pantai ini. Larangan hanya untuk penggunaan fasilitas milik resor yang memang hanya dikhususkan bagi tamu yang menginap saja.
Tidak lama saya menghabiskan waktu disini. Berhubung dapat bocoran dari penjaga portal kalau ada pintu masuk yang kedua, saya pun segera meluncur kesana. Lokasinya hanya sedikit ke arah selatan dan sama-sama mulus jalannya. Jalan inilah yang membawa saya tiba di pelataran parkir Pura Geger. Ternyata pantai yang baru saja saya datangi terlihat lebih mempesona dari ketinggian ini. Berhadapan dengan pintu pura ada tangga menuju ke bawah. Karena penasaran, saya ikut-ikutan bule yang menenteng papan selancar turun lewat tangga itu. Dan wow!
[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Pemandangan Pantai Geger dari jalan masuk kedua (dok. Fantastic Bali)"]
Pantai di sisi ini memang jauh lebih sempit tapi lebih indah karena penuh dengan batu-batu karang raksasa. Bahkan untuk bisa ke pantai di kedua sisinya, saya sampai harus melewati celah-celah yang ada dibawah batu-batu itu. Saya memutuskan lebih menyukai pantai yang ini walaupun tiga-perempat jeans yang saya pakai sudah basah kuyup karena hempasan ombak. Bahkan saya tidak akan berpikir dua kali untuk nyebur kalau tidak ingat kamera yang saya bawa tidak tahan air.
[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Pantai sempit diantara celah batu karang raksasa (dok. Fantastic Bali)"]
Pantai Sawangan
Pantai ketiga yang juga masih dalam satu garis dengan kedua pantai sebelumnya ini hanya berjarak selayang pandang, kalau kata pujangga. Jalan masuknya bersebelahan dengan areal parkir Hotel Nikko.
Ada sekitar 30an anak tangga yang harus saya turuni untuk sampai ke bibir Pantai Sawangan. Pantai ini relatif sepi dari pengunjung kecuali mereka yang menginap di Hotel Nikko. Hanya ada satu kios yang sepertinya tidak selalu buka berada tepat di ujung anak tangga paling bawah. Beberapa kapal nelayan terparkir rapi di sebelahnya.
[caption id="attachment_309801" align="aligncenter" width="600" caption="Pantai Sawangan"]
Satu hal yang menarik dari pantai ini adalah ada unta. Pantai Sawangan memang dikenal sebagai rute dari aktifitas menunggang unta. Konon unta-unta ini didatangkan langsung dari Australia (kok bukan dari Arab ya?). Sayang, tak ada aktifitas menunggang unta siang itu jadi saya juga memilih ikut rehat sejenak disamping beberapa unta yang sedang ngadem.
[caption id="attachment_309802" align="aligncenter" width="600" caption="Unta-unta yang sedang ngadem di Pantai Sawangan"]
Setelah tersihir pesona Pantai Geger yang memiliki dua jalur masuk dan Pantai Sawangan, saya terpikir untuk melanjutkan jelajah pantai lebih jauh lagi. Tentunya dengan harapan pantai berikutnya minimal sama mempesonanya.
Saya pun mengepak kamera lalu beranjak ke tempat parkir dan mengecek bensin lewat jarum di speedometer. Ah, cukup. Setidaknya saya tidak khawatir meskipun SPBU terdekat yang saya tahu jaraknya lumayan jauh. Merasa yakin tidak bakal sampai mendorong motor, saya lalu mengarahkan tujuan ke kiri, arah selatan. Tujuan berikutnya jujur saja, saya belum tahu. Idenya hanya mengikuti bule pembawa papan selancar yang melaju kearah yang sama. Logikanya, dimana ada peselancar disitu pasti ada pantai.
Kadang saya merasa lucu juga, kenapa justru bule-bule itu yang lebih tahu tentang pantai daripada kita yang boleh dibilang adalah tuan rumah sendiri. Kenapa mereka, yang notabene adalah tamu, justru lebih melek pantai-pantai cantik yang kita punya. Mereka bahkan rela terbang jauh dari Negara asalnya untuk menikmati kemolekan pantai milik Indonesia kita tercinta ini. Sedangkan kita malah memilih berlomba-lomba liburan keluar negri. Sepertinya lebih bangga kalau punya paspor yang penuh dengan stempel imigrasi dari banyak Negara daripada menjelajah negri sendiri dan mengenalkannya pada dunia.
Saya masih ingat kejadian ketika ditanya seorang turis Singapura sewaktu masih training di sebuah hotel semasa kuliah dulu, “How many islands do you have in Indonesia?” Saya dan seorang teman yang kebetulan satu shift kerja saat itu hanya saling pandang tanpa bisa menjawab. Melihat kami berdua pasrah tanpa jawaban, wajah turis itu jadi sumringah sambil menyebutkan angka dari buku kecil yang dia bawa, “Thirteen thousand four hundred and sixty six islands.” Mendadak pingin sembunyi dibawah meja resepsionis saat itu juga rasanya.
Tapi hei..kemana bule yang saya ikuti tadi? Tau-tau sudah menghilang saja padahal tanda-tanda adanya pantai belum terlihat sama sekali. Mau kembali sudah kepalang tanggung, jadi saya ikuti saja jalan di depan sambil berharap ada yang lewat lagi dan bisa saya ikuti.
Kira-kira sepuluh menit saya melaju sendirian melewati perkampungan yang jarang penduduk dan jalan aspal yang berganti menjadi trek batu kapur dengan kontur terjal. Harapan hampir surut ketika saya melihat di depan sana jalan mulai beraspal lagi. Saya bersemangat lagi!
Jalan beraspal inilah yang membawa saya tiba di persimpangan yang membuat saya menyadari kalau saya baru saja menemukan jalur lain ke..
Pantai Pandawa
Dua jalur lain yang saya tahu adalah lewat jalan Uluwatu lalu belok ke kiri di persimpangan Ungasan dan satu lagi lewat jalan Darmawangsa Nusa Dua, tapi jalan inipun juga menuju ke arah bukit Ungasan.
[caption id="attachment_309804" align="aligncenter" width="600" caption="Bangku untuk bersantai di Pantai Pandawa"]
Kemolekan Pantai Pandawa sudah terlihat sejak melewati tebing kapur yang dipangkas sedemikian rupa sehingga memberi kesan artistik di sepanjang jalan masuknya. Belum lagi patung Panca Pandawa, tokoh yang diambil dari epic Ramayana yang menginspirasi nama pantai di desa Kutuh ini. Patung-patung ini ditempatkan sebelah-menyebelah didalam ceruk tebing kapur yang menghadap langsung ke pantai. Memang belum sepenuhnya rampung, tapi kalau kesini hukumnya wajib berpose dengan latar belakang patung. Kecuali kalau datangnya sendirian seperti saya, hehe..
Baru saja saya memarkir motor saat air laut biru tosca memanggil-manggil dari kejauhan. Semakin mendekat, jernihnya membuat saya bisa melihat jelas sampai ke dasarnya. Maka sangat dimaklumi banyak yang langsung jatuh cinta pada pandangan pertama kalau cantiknya seperti ini. Termasuk saya.
[caption id="attachment_309805" align="aligncenter" width="600" caption="Air lautnya super jernih..(salah kostum pakai flat-shoes, hehe..)"]
Pasir, debur ombak, panorama sekitar sampai fasilitas yang ditawarkan disini merupakan satu paket komplit yang mustahil ditolak. Sehingga wajar saja kalau nama Pantai Pandawa langsung menduduki peringkat atas sebagai pantai yang paling diminati di Bali.