Oleh : Annajihah
Hay teman-teman...... jumpa lagi di beranda penulis ..... setelah sekian lamanya baru terbangun dari hibernasi yang begitu panjang. Namanya bukan manusia kalau tidak pernah dihampiri rasa malas, yang bahasa viralnya saat ini dinamai mager. Hehehe... iya kan teman-teman???. Meskipun demikian, penulis selalu teringat serta mengamalkan sebuah do’a yang pernah penulis dengar, dengan harapan agar bisa terhindar dari rasa malas. Sebagaimana Rasulullah saw memberikan sebuah wasiat do’a pada umatnya supaya bisa melawan dan melindungi diri dari rasa malas. Dengan jabaran do’a yakni
اللَّهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَاَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَاَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَاَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّ جَالِ
Tidak ada salahnya jika kita terus mengulang do’a yang sama, dan jika Sang pencipta meng-iyakan maka tak ada yang perlu dikhawatirkan. Semua akan terjadi di luar akal bahkan halusinasi makhluk. Begitupun saat keinginan penulis untuk bisa aktif menulis lagi muncul dipermukaan, dan sejenak yang terlintas dalam khayal penulis adalah keinginan mereview salah satu tempat yang mana pernah penulis singgahi, yang pada saat itu jiwa benar-benar sedang berada dalam ujung pertaruhan antara berdamai dengan diri sendiri untuk menerima semua proses tanpa kata protes atau tetap berdiam diri berada dalam arena percundangan yang penuh dengan kebimbangan dan kebingungan.
Dan yang menurut salah satu bentuk dari usaha dalam berdamai dengan diri sendiri versi penulis adalah dengan membelas kasihani jiwa dan juga raga untuk menikmati sebuah kesempatan lalu berbincang pada diri sendiri meskipun hanya tersampaikan dengan perantara syahdunya linangan air yang tanpa disadari telah terjun bebas dari bola mata.
Entah apa yang telah merayu jiwa penulis saat itu sehingga dengan beberapa pertimbangan, penulis memutuskan untuk pergi ke sebuah tempat dimana tempat tersebut pertama kali pernah penulis kunjungi saat masih duduk di bangku kuliah. Pada saat itu ada sebuah kegiatan “safari home” atau biasa digunakan untuk istilah kegiatan silaturahmi berkunjung ke rumah teman-teman secara bergilir. Pada saat itu berkesempatan di rumah teman yang berlokasi di Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati tepatnya pada 19 April 2017. Pertama kali menatap area Seloromo, yang lebih masyhur di kalangan masyarakat yakni waduk Gembong, Masyaallah dan masyaallah betapa indahnya lereng muria dari sudut pandang Bumi Mina Tani dengan balutan tirta waduk yang mendayu-dayu seakan yang tertampung mengucap rasa syukur bisa menjadi salah satu dari jutaan cara pelipur lara dan duka manusia.
Singkat cerita, 26 Juli 2021 kurang lebih pukul 15.30 wib penulis meluncur dari rumah menuju lokasi yang mana berjarak kurang lebih 15 km dengan jarak tempuh sekitar 33 menit dari Kudus bagian barat dengan jalur non Pantura.
Asal-usul nama Seloromo sendiri diambil dari kata "selo" yang berarti batu atau beberapa literasi mengatakan tempat duduk dan "romo" yang berarti orang tua laki-laki atau bapak. Secara geografis, waduk Gembong berada di lereng gunung Muria pada bagian timur dan termasuk dekat dengan Waduk Gunung Rowo. Saling sambung menyambung, Waduk Gunung Rowo yang berada di Desa Sitiluhur menjadi penyuplai air menuju Waduk Seloromo. Di sana, kita bisa menikmati air yang tertampung dalam danau besar dan melihat gunung Muria di bagian barat dengan hutan-hutan lebat di bawahnya. Perpaduan gunung, hutan, waduk, air, dan padang rumput yang hijau menjadikan danau ini sangat memukau mata dan hati.