Mohon tunggu...
Istiaffah Kamila
Istiaffah Kamila Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Jakarta

MAHASISWA UIN JKT

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kondisi Pendidikan Islam di Sekolah dalam Memasuki Era Digital

20 September 2024   09:30 Diperbarui: 22 Oktober 2024   11:59 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan Islam di Indonesia telah mengalami perkembangan signifikan sejak zaman klasik hingga modern. Namun, di era digital saat ini, tantangan dan peluang baru muncul dan mengubah wajah pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Teknologi telah merambah ke berbagai aspek kehidupan, termasuk sistem pembelajaran, metode pengajaran, hingga penyebaran informasi. Di satu sisi, digitalisasi menawarkan kemudahan akses terhadap ilmu pengetahuan Islam, namun di sisi lain, memunculkan kekhawatiran akan degradasi nilai-nilai tradisional dalam pendidikan. Kemajuan teknologi menuju arah yang lebih pasti adalah bagaimana pendidikan modern berkembang. Pendidikan yang menggunakan teknologi ini memiliki beberapa keuntungan, tetapi mereka yang tidak bisa membedakan keuntungan dan kerugian dari kemajuan ini juga dapat menghadapi masalah. Penggunaan perangkat telekomunikasi di institusi pendidikan adalah salah satu perubahan besar yang dihasilkan oleh teknologi ini. Memang, keuntungan menggunakan teknologi seperti laptop atau ponsel ialah siswa tidak akan gagap teknologi, mengakui perubahan zaman dan memahami masalah yang muncul karena terlibat dalam perubahan. Selanjutnya, teknologi mencegah anak-anak bermain di rumah setelah kelas di sekolah atau madrasah selesai. Anak-anak yang seharusnya berpartisipasi dalam pelajaran sore, bermain bersama dan belajar mengaji telah beralih ke layar ponsel, yang berdampak buruk pada perkembangan mata dan otak mereka.

Pendidikan Islam, terutama akidah Islam, harus diberikan kepada anak-anak sejak usia madrasah atau sejak dini. Menurut HR Aswad Bin Sari, "Setiap anak manusia terlahir dalam fitrahnya, dan kedua orang tuanyalah yang akan mewarnai (anak) nya, apakah menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi." Dalam hal ini, siswa yang dimaksud adalah mereka yang bertindak sebagai mitra dalam mengajarkan Sabda Nabi Muhammad SAW. Secara teoritis, makna hadis di atas menunjukkan bahwa penempatan fitrah yang lebih baik mengarah pada kepribadian yang lebih baik, dan sebaliknya, penempatan fitrah yang lebih buruk mengarah pada sifat dan tingkah laku yang lebih buruk. Namun demikian, pendekatan tersebut hanya bersifat teoritis bagi manusia dan Islam, ada kemungkinan lain, yaitu hidayah Allah SWT sebagai pilihan akhir. Menurut KH. Sahal Mahfudz, pendidikan agama Islam di sekolah dan madrasah hanya berfokus pada nilai afektif, kognitif dan psikomotorik, tetapi mengabaikan nilai perilaku. Anak-anak pergi ke sekolah untuk memperoleh nilai terbaik, tetapi mereka tidak peduli apakah mereka dapat mengubah hidup atau perilaku mereka setelah belajar dan memperoleh nilai yang signifikan. Pada dasarnya, tujuan pendidikan islam di sekolah adalah untuk menghasilkan nilai yang signifikan dan menambah pengetahuan keagamaan individu. Perilaku dan cara hidup seseorang di masa depan sangat dipengaruhi oleh penerapan nilai-nilai akidah sejak kecil. Pendidikan Islam di sekolah ini mencakup beribadah dan perubahan moral. Agama Islam adalah agama universal yang menganggap pendidikan sangat penting. Islam menuntut umatnya untuk belajar di sekolah formal maupun nonformal untuk meningkatkan karakter mereka, meningkatkan derajat mereka di dunia dan akhirat, dan untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat. Zuhairini, tahun 2015.

Model pendidikan Islam di sekolah harus dibuat sesuai dengan pola dan arah perubahan karena dunia pendidikan selalu berubah. Saat ini, pendidikan Islam menghadapi banyak masalah dan kesulitan yang bersifat teoritis konseptual dan praktis. Fazlurrahman menyatakan bahwa pendidikan Islam tidak bergerak maju. Dalam hal makna pendidikan dalam perspektif Islam, Hasan Langgulung mengatakan bahwa pendidikan pada dasarnya dilihat sebagai tiga proses: pertumbuhan potensi, penyebaran budaya dan interaksi antara potensi dan budaya. Dimungkinkan untuk menganggap ketiga proses ini sebagai tugas dan fungsi sekaligus, karena mereka saling berhubungan dan saling berkaitan. Menurut Hasan Langgulung, pendidikan Islam adalah proses menyebarkan nilai-nilai dan pengetahuan Islam kepada generasi berikutnya dengan mengutamakan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Oleh karena itu, dapat kita pahami bahwa pendidikan Islam berfungsi sebagai dasar untuk pengembangan model pendidikan yang berbeda. 

Memasuki milenium ketiga, yang ditandai dengan peningkatan teknologi informasi, pendidikan Islam menghadapi banyak tantangan. Kualitas, budaya dan kompetisi adalah tiga masalah, setidaknya menurut Hamdan Putra Dauly (2019). Pertama, Masalah Kualitas Hilangnya batas regional dan nasional di bidang komunikasi dan informasi adalah ciri utama era global. sehingga sering disebut sebagai "era baru", yang merujuk pada kelokalan, dan karena itu juga dikenal sebagai "era global". Semua perubahan zaman saat ini, seperti kedatangan era digital atau revolusi industri 4.0, pasti akan memiliki dampak pada dunia pendidikan. Selain itu, pendidikan Islam terus mengalami perkembangan dan transformasi. Di masa lalu, percakapan akrab antara siswa dan pendidik terasa tidak wajar.Namun, saat ini, itu benar-benar wajar. Ini sangat penting dari sudut pandang teori pendidikan modern. Jenis interaksi ini menunjukkan keberhasilan proses pendidikan. Dalam sistem pendidikan Islam tradisional, guru berperan penting dalam proses pendidikan. Ia adalah sumber utama (takdim) pengetahuan di kelas. Meskipun demikian, hal demikian tidak relevan lagi dalam pendidikan Islam modern. Peran guru sekarang adalah membantu siswa. Pembelajaran sekarang berpusat pada siswa daripada guru.

Achmadi menyatakan bahwa masalah utama dalam pendidikan nasional, termasuk pendidikan Islam, adalah kualitas pendidikan yang rendah, yang mengakibatkan kekurangan sumber daya manusia. Pendidikan Islam menghadapi masalah tambahan, seperti ideologi, dualisme dalam sistem pendidikan Islam, bahasa dan masalah metode pembelajaran. Sumber daya manusia yang buruk menyebabkan karakter bangsa rendah. Isu ideologis termasuk ketidakupayaan sebagian orang Islam untuk menghubungkan penguasaan ilmu pengetahuan dengan kemajuan, serta ketidakupayaan mereka untuk melakukannya. Sebagian besar orang Islam saat ini kurang memiliki kebiasaan belajar, terutama ilmu pengetahuan sains. Pemahaman Islam yang reduktif dan parsial menyebabkan kurangnya perhatian terhadap penguasaan ilmu pengetahuan. Problem ideologis ini sangat mendesak sehingga tidak berdampak pada kualitas generasi kaum muslim. Sebetulnya ada banyak solusi yang dapat menyelesaikan masalah dalam pembelajaran pendidikan agama Islam. Nuryadin mengatakan bahwa untuk mengatasi masalah pembelajaran, langkah-langkah strategis harus diambil. Ini mencakup pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur digital dan penggunaan platform pembelajaran berbasis teknologi. Hasil penelitian dan analisis yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa program pendidikan Islam dan institusi pendidikan saat ini berada di era teknologi.

Pendidikan Islam dalam makna yang luas adalah upaya untuk menjaga dan meningkatkan fitrah dan sumber daya manusia sehingga mereka dapat menjadi hamba Allah yang benar dan menjadi orang yang baik. Meskipun pendidikan Islam dianggap ideal dengan landasan Al-Quran dan hadis serta pemikiran-pemikiran inspirasional para filosof, intelektual, dan mujtahid, ada beberapa masalah yang terkait dengannya. Hal ini berdampak langsung pada kualitas masyarakat Islam yang rendah, yang berasal dari lembaga pendidikan agama Islam. Pada saat yang sama, masyarakat Islam terpinggirkan dalam persaingan global. Pendidikan Islam menghadapi banyak masalah. Banyak masalah atau masalah yang saling terkait. Kurikulum di lembaga pendidikan Islam memerlukan pengembangan pembelajaran berbasis teknologi sebagai dasar keberlangsungan pendidikan. Untuk mencapai tujuan ini, perlu dikembangkan dan digunakan sarana digital. Untuk mencapai visi, misi dan tujuan pengembangan kurikulum, diperlukan tata kelola pendidikan yang adil, transparan, partisipatif, bertanggung jawab, efektif dan efisien. Tata kelola ini juga harus berkomitmen untuk mempertahankan kualitas budaya. Kegiatan pembelajaran yang berkualitas dan memiliki makna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun