Ada suara sunyi yang terpendam di balik papan tulis,
serpihan kapur putih yang gugur bagai salju tipis.
Dalam tiap goresan, cerita terselip rapi,
antara angka dan aksara, mimpi yang tak terucap lagi.
Guru bukan sekadar sosok berbalut peluh,
tapi penjaga malam bagi siang yang penuh gaduh.
Di sana ia berdiri, menyulam waktu,
menemani pagi yang kadang muram, kadang biru.
Tapi siapa yang mendengar desah lembutnya?
Siapa yang mengerti letih yang ia pendam,
ketika tiap kata mengurai sabar yang dalam,
menghadap generasi yang tak kenal lupa?
Di sini, di balik deret meja dan bangku tua,
ada jiwa yang tak pudar oleh hari yang tua.
Ia terus menanam harap di tanah yang lelah,
menyiramnya dengan doa dan hikmah.
Dan saat bel berbunyi, cerita pun selesai,
anak-anak pergi, mimpi mereka dibawa pulang,
tapi jejak guru tetap tersisa, utuh, tenang,
di lantai kelas yang sunyi, tak terhapus waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H