Sebagai orang tua yang anak sulungnya menjadi pramugari, saya dan keluarga beruntung karena berkesempatan membeli tiket dengan diskon super nyungsep. Kali ini saya beli tiket ke Bali. Dengan membayar 630 ribu sudah dapat tiket Bandung-Denpasar pp untuk 3 orang. Saya, suami, dan anak bungsu.
Awalnya saya ingin jalan-jalan ke Singapura. Tetapi kata kunci dari petunjuk Tuhan yang saya dapat adalah pohon kurma. Pohon ini kan tidak umum tumbuh di Singapura. Pohon yang sejenis dengan kurma adalah pohon kelapa.Â
Rayuan pulau kelapa adalah ikon Indonesia. Maka, saya pilih Lombok. Ternyata maskapai tempat anak saya bekerja tidak ada layanan terbang ke Lombok. Akhirnya saya alihkan ke Bali.
Setelah terakhir kali ke Bali 35 tahun yang lalu, akhirnya saya datang ke sini lagi dari hari Sabtu - Senin, 22-24 Juli 2023. Saya menginap di Hadi Poetra Hotel. Saat melihat garis pantai dengan buih putih dari atas pesawat beberapa saat sebelum mendarat, rasanya saya tak salah memilih Bali. Dari ketinggian sudah menarik hati. Saya jadi penasaran.
Sayangnya, saya terlalu meremehkan Bali. Sehingga, saya hanya berniat wisata ke sana selama 3 hari 2 malam saja. Apalagi suami harus ambil cuti. Kalau saya dan anak bungsu saya sih tidak terikat waktu dalam bekerja. Lebih fleksibel. Cukup 3D2N saja. Fix, ya!
Bali rupanya tidak terima. Ia membalas saya dengan penyesalan. Kenapa tidak 4, 5, 6, atau sepekan saja menghabiskan waktu di sini? Puas-puasin dulu menikmati kemolekan, kegagahan, keriuhan, kegenitan, dan keramahan Bali beserta hiruk pikuknya yang menyihir. Jangan keburu pulang, Bu! Begitulah kira-kira. Baiklah.
Selama di Bali, saya lebih banyak memakai bis trans Sarbagita. Berbaur dengan penumpang lain serasa jadi masyarakat setempat. Akrab. Selain nyaman, mudah, juga murah meriah. Biayanya 4400 rupiah sekali naik dengan menempelkan kartu pembayaran.
Dari bandara I Gusti Ngurah Rai ke hotel sekira 15 menit saja. Jika sudah larut malam atau ingin ke tempat yang tidak dilalui bis Sarbagita, baru saya naik mobil online.
"Banyak yang cinta Bali ya Ma. Tuh, lihat! Berbagai ras datang ke sini menikmati suguhan Bali," kata suamiku. Betul juga. Berwarna-warni kulit, rambut, dan mata berkumpul di sana. Ada yang sorangan, berdua, atau bersama keluarga. Ada yang busananya ote-ote, ada juga yang mbrukut. Aman damai semuanya.
Apa-apa yang saya khawatirkan dipatahkan oleh Bali. Takut nggak ketemu masjid, eh masjid ada di gang dekat hotel. Suara adzan lima kali berkumandang. Khawatir nggak nemu makanan halal, eh warung halal ada di mana-mana. Ada nasi rendang dari Padang, nasi tempong khas Banyuwangi, serta sego pecel dan nasi soto Jawa Timuran lengkap tersedia.Â
Tinggal siapin perut kosong tapi dompet jangan kosongan, dong! Eh, tapi bener lho harganya ramah di kantong. Nasi Padang 75 ribu bertiga. Nasi tempong di bawah 150 ribu. Sego pecel, nasi campur Jowo, soto sekitar 60 ribu. Wareg.
nasi ayam Bu Oki, dan bakso pink yang maknyusss-nyusss.Â
Bisa ketemuan dengan teman SMP di Bali itu sesuatu banget. Secara, sudah 35 tahun belum pernah bersua. Makasih Jeng Wati dan suami sudah membawa kami ke Pantai Pandawa, Pantai Canggu, kulineranKabarnya banyak artis & tokoh terkenal yang mampir untuk menyantap nasi ayam Bu Oki, nasi campur Bali ini. Untungnya juga kami masih kebagian bakso pink.Â
Penjualnya wong Jowo. Sesama wong Jowo ngomongnya ya Jowoan. Warna warungnya yang pink. Semoga Allah terus memuliakan dan membahagiakan Jeng Wati dan keluarga. Sehat selalu. Ngobrolnya belum puas ya, Jeng.
Destinasi wisata di Bali yang saya kunjungi, yaitu: kompleks Garuda Wisnu Kencana (GWK), Pasar Seni Kuta, Pantai Kuta, Pantai Pandawa, Pantai Canggu, Pantai Legian, Joger, dan Pusat Oleh-Oleh Krisna.Â
Dari halte terakhir bis Sarbagita di Universitas Negeri Bali ke GWK, saya berjalan kaki. Sekalian olah raga sore bersama warga lokal. Dari hotel ke Pantai Kuta juga jalan kaki di bawah sinar mentari yang mulai hangat.
Kenanganku di Bali yang berkesan adalah keramahan warganya dan slogan "eksotik tanpa plastik" yang sempat saya baca di salah satu SD negeri. Saat saya bingung mencari halte bis, tiba-tiba seorang pedagang kaki lima memberitahu. Sopir bis juga informatif.Â
Saat saya memungut bunga kamboja di tanah lalu saya selipkan ke kerudung, seorang pengendara motor yang melihat saya menyapa dengan senyuman dan mempersilahkan saya menyeberang jalan. Pikiran positif saya bahwa semua orang Bali adalah baik, kebaikannya akan kembali ke saya juga.
Saat belanja kue pie, kacang bali, kopi bali, salak madu, suvenir, dan baju batik di sekitar hotel, ternyata tidak ada kantong plastik. Saya juga lupa bawa tas belanja. Alhasil, barang-barang belanjaan disatukan pakai selotip.Â
Di Pantai Kuta juga bersih. Tidak tampak sampah berserakan, termasuk botol bekas mineral. Salut. Peraturan berhasil dijalankan. Beginilah hasilnya. Lingkungan bersih dan nyaman. Wisatawan pun betah tinggal berlama-lama. Ujung-ujungnya membantu perekonomian warga dan daerah. Patut ditiru.
Penerbangan Denpasar-Bandung yang harusnya Senin sore ternyata sudah ditarik ke pagi hari. Pemberitahuan masuk ke email anak sulung saya. Sementara dia sudah pindah kerja ke maskapai luar negeri. Sehingga, email di kantor yang lama tidak bisa dibuka kembali. Saya berusaha tenang, berpikir positif, dan berdoa ada solusi terbaik bagi pihak penumpang dan maskapai.
Petugas check in bandara menyarankan saya pergi ke bagian pelayanan maskapai. Bersyukur mbak petugas hitam manis berseragam merah menyala ini sangat membantu. Jaringan internet sedang loading terus saat itu. Mbak ini sampai harus telepon ke sani-sini untuk memastikan saya bisa terbang esok hari. Saya lalu diberi ittinerary sebagai bukti sudah dapat nomor kursi dan agar besok bisa melakukan online checking. Akhirnya saya nginap semalam lagi di hotel Puri Dibia, karena Hadi Poetra Hotel sudah penuh sesaat setelah saya check out dari hotel.
Ndilalah, pagi hari ketika mencari sarapan, kaki kanan suami saya kesleo saat menapaki bagian trotoar yang miring. Kakinya bengkak dan sakit saat dipakai berjalan. Buru-buru minta es batu di warung nasi tempong lalu mengompresnya. Saya memang harus empat hari tinggal di Bali, meskipun hari terakhir hanya rehat seharian di kamar hotel.
Drama masih berlanjut. Jadwal terbang yang harusnya jam 15.30 wita diundur ke 17.55 wita. Mundur lagi jadi 19.05 wita, karena pesawat telat terbang dari bandara sebelumnya. Ah, dinikmati sajalah. Lumayan dapat makan gratis sebagai kompensasi. Kesampaian deh wisata Bali 4D3N.
Ke Bali saya ingin mengulang kembali. Karena, kenangannya begitu manis semanis salak madu Bali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H