Kami mengunjungi Museum Hagia Sophia, Istanbul. Dulu, Hagia Sophia adalah katedral yang dibangun pada abad ke-6, lalu menjadi masjid di masa Ottoman. Sejak 1 Februari 1935, bangunan bersejarah Turki ini diubah menjadi museum dan dibuka untuk umum. Jejak-jejak sejarah Islam dan Nasrani ada di sana. Lafal Allah dan lafal Muhammad tersusun di ujung pilar besar. Kubah di tengahnya bergambar Yesus.Â
Setiap sudut dari bangunan Hagia Sophia membuatku takjub. Seolah merasakan saat di mana Muhammad Al-Fatih menaklukkan Byzantium dan mengambil alih Konstantinopel pada  29 Mei 1453. Beliau masuk dari gerbang depan Hagia Sophia dan melihat banyak rakyat penuh kecemasan. Kemudian beliau berkata,"Mulai sekarang, jangan takut dengan kebebasan dan hidupmu. Harta benda kalian tidak akan dijarah, tidak akan ada yang dianiaya, tidak akan ada yang dihukum karena agama mereka. Saya hanya mohon satu permintaan. Saya jadikan bangunan ini sebagai masjid."Â
Seperti halnya saat Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, yang dilakukan pertama kali adalah membangun Masjid Quba. Kejadian ini seperti sabda Rasulullah SAW,"Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang ada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan." (HR Ahmad).
Siapakah Muhammad Al-Fatih? Beliau yang dikenal juga sebagai Mehmed II adalah sultan yang saleh, tidak pernah meninggalkan salat fardu, salat sunah, salat tahajud, dan puasa. Sejak usianya delapan tahun, beliau telah menghafal Al-Quran dan menguasai tujuh bahasa: Arab, Latin, Yunani, Serbia, Turki, Persia, dan Ibrani. Setelah memimpin Konstantinopel selama 19 tahun, beliau berencana menaklukkan Roma. Hanya saja, saat ingin melaksanakan cita-citanya, beliau wafat pada 3 Mei 1481, karena sakit sewaktu dalam perjalanan jihad menuju pusat Imperium Romawi Barat di Roma, Italia.Â
Mengapa Mehmed II menjadi sebaik-baik pemimpin dan memiliki sebaik-baik pasukan? Rasulullah SAW bersabda,"Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai seorang yahudi, nasrani, dan majusi (penyembah api)." (HR Muslim No. 4807).
Di www.republika.co.id dijelaskan bahwa Sultan Murad, ayah Muhammad Al-Fatih, memiliki peran besar dalam mendidik beliau hingga menjadi pemimpin yang mencintai dan dicintai rakyatnya. Apa saja yang dilakukan oleh Sultan Murad?
1. Bersahabat baik dengan anak. Sultan Murad sangat bersahabat pada anaknya. Setelah bangun tidur, Sultan Murad mengajak anaknya salat Subuh lalu menikmati fajar sembari bercengkrama dalam suasana yang menyenangkan. Setiap mereka berjalan menikmati udara fajar, Sultan Murad selalu menggenggam tangan Mehmed. Beliau tidak sedang memanjakan Mehmed, hanya ingin Mehmed merasakan bahwa ayahnya selalu ada untuknya. Sehingga, Mehmed tidak sungkan untuk curhat padanya. Ayahnya adalah segalanya bagi Mehmed. Kita bisa belajar dari Sultan Murad bagaimana bersahabat dengan anak-anak kita. Karena, jika orang tua hanya sibuk dengan pekerjaannya, jangan salahkan jika di luar rumah anak-anak akan mencari perhatian dari orang lain. Jadilah mereka berperilaku buruk: berkelahi, bicara kotor, bolos sekolah, dll.