Koleksi film religiku tidak banyak, karena aku adalah penggemar film atau drama korea (drakor). Aku sudah menonton lebih dari 50 judul drakor. Genrenya yang romantis-romantis saja. Yang nggak terlalu banyak mikir, horor, atau tegang. Saking menggilanya dengan drakor ini sampai aku belai-belain nabung untuk wisata ke Korsel. Aku penasaran sama latar belakang alam yang berwarna-warni ala negara empat musim seperti terlihat di drakor-drakor  itu.
Namun begitu, aku pernah nonton satu film religi yang di kemudian hari menjadi salah satu pemantik motivasiku untuk berumroh. Judul filmya Ayat-Ayat Cinta. Kalian pernah dengar atau bahkan nonton film ini bukan? Aku menonton di Cinema XXI Cihampelas Walk bersama ibu-ibu tetangga rumahku. Saat itu film ini begitu terkenal dan banyak penontonnya.
Ayat-Ayat Cinta adalah sebuah film religi Indonesia karya Hanung Bramantyo yang dibintangi oleh Fedi Nuril, Rianti Cartwright, Carissa Putri, Zaskia Adya Mecca, dan Melanie Putria. Film hasil adaptasi dari sebuah novel best seller karya Habiburrahman El Shirazy berjudul Ayat Ayat Cinta ini tayang perdana pada 28 Februari 2008. Wah, tak terasa sudah lima belas tahun berlalu ternyata, ya!
Sebuah kisah cinta dengan latar belakang agama. Aku tidak akan membahas kisah cinta antara dua insan di sini. Namun, lebih kepada perjuangan Fahri bin Abdullah Shiddiq (Fedi Nuril). Ia adalah pelajar Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Ia harus berkutat dengan berbagai macam impiannya dan kesederhanaan hidup di Mesir. Ia bertahan dengan menjadi penerjemah buku-buku agama. Ada kemiripan denganku dalam hal berjuang menggapai sesuatu.
Potongan adegan latar belakang berupa gurun pasir menjadi pintu pembuka motivasi diri. Aku membayangkan gurun pasir ini berada di Arab Saudi. Tiba-tiba rasa rindu menyeruak di dada. Air mata meluncur begitu saja. Aku ingin sekali pergi ke tanah suci. Tetapi mungkinkah? Kala itu kondisi ekonomi keluarga sedang diuji. Aku dan suami mengalami PHK, bisnis tipu-tipu oleh teman sendiri, anak-anak perlu biaya sekolah, dan sederet masalah lainnya. Asal bisa makan saja sudah untung.
"Aku pasti kuat dan bisa mengatasi segalanya, yes!" Namun, semakin kuat berusaha mengatasi hal itu, Allah semakin membuatku lemah tak berdaya, tersungkur, dan menyerah.
"Ya Allah, aku menyerah. Aku kembalikan semuanya pada-Mu. Terserah hendak Kau apakan diri ini. Asal Engkau rida, aku terima semua keputusan-Mu". Doa-doa pun kupanjatkan setiap saat terutama ketika sujud salat pada rakaat terakhir.
Aku mulai mempunyai amalan khusus untuk menarik perhatian Allah. (1) Memungut paku atau duri di jalan, sehingga orang lain terhindar dari rintangan. (2) Bergaul dengan orang-orang baik di mana pun berada, siapa tau Allah menitipkan rezekiku di sana. (3) Bersilaturahim untuk memperluas rezeki dan memperpanjang umur. (4) Minta doa restu orangtua, karena mereka adalah salah satu harta karunku yang sangat berharga. (5) Ikut kuis ini itu yang berhadiah umroh dan hasilnya zonk.Â
Lambat laun Allah menurunkan pertolongan-Nya. Ada orang baik yang nyumbang 5 juta, keidean menjual perhiasan senilai 3 juta, suami dapat proyek dan honornya untuk nambah biaya, seorang baik lainnya memberi pinjaman lunak 4 juta. Cukup sudah. Aku berangkat umroh sendirian pada bulan Mei 2008.
Bahwa, akhirnya aku bisa berkunjung ke tanah suci lebih dari satu kali adalah pertolongan Allah yang tidak disangka-sangka. Bahkan, bisa bersama-sama dengan suami, anak-anak, dan bapak ibu adalah wujud dari doa-doa yang dikabulkan oleh Yang Mahakaya.