Digitalisasi memberi berkah tersendiri bagi para pelaku UMKM (Usaha Kecil Mikro Menengah). Jangkauan pemasaran produk UMKM semakin luas dan go global di era digital (zaman internet) saat ini. Lokasi dan jarak tidak lagi jadi penghalang. Peluang baik ini memaksa para pelaku UMKM untuk cepat beradaptasi agar mereka tidak ketinggalan momentum. Perjuangan memanfaatkan dunia maya mampu mengantarkan UMKM menapaki tangga kesuksesan di tengah berbagai krisis yang melanda.
Di tulisan ini, saya akan membagikan cerita dan pengalaman tiga srikandi pelaku UMKM di sekitar saya. Mereka adalah:
1. Nur Hidayati
Sahabat ngaji saya asal Jawa Tengah ini memulai bisnis sejak tahun 2003 setelah tidak bekerja lagi di perusahaan. Dia memiliki kios kelontong di Pasar Antri Cimahi bernama Toko Hj Nur. Nama kios gampang diingat sesuai nama pemiliknya. Nur bermakna cahaya kehidupan. Bu Nur memilih berjualan kelontong karena perputaran uangnya lebih cepat. Modal awalnya 5 juta.
Rata-rata omzet yang didapat adalah 50-60 juta per bulan. Penjualan paling banyak terjadi pada akhir bulan berjalan sampai awal bulan berikutnya. Target usahanya adalah penjual nasi, sate, bakso, batagor, dan pedagang warungan. Bu Nur memiliki 2 pekerja. Tantangan terbesar dari berjualan di pasar adalah persaingan usaha. Dia hanya percaya Allah telah mengatur rezekinya.
Dari hasil usahanya ini, alhamdulillaah Bu Nur bisa menyekolahkan kedua anaknya sampai sarjana, punya rumah sendiri, terpenuhinya kebutuhan sehari-hari, serta memiliki kontrakan. Dia menikmati  bisnis ini karena waktunya suka-suka dia yang ngatur, santai, dan tidak terikat oleh berbagai aturan. Mitra bisnisnya adalah para distributor/sales penyuplai barang-barang yang memenuhi tokonya. Ke depannya, dia ingin memiliki cabang bisnis lain.
Pihak swasta memberi dukungan Bu Nur dengan menyediakan fasilitas tempat usaha. Dia juga berharap pemerintah ikut berperan serta agar usahanya berkembang lebih besar. Dia menggunakan media sosial dalam menjalankan bisnis online dan offline-nya. Produk-produk diiklankan melalui status WA-nya. Penjualan produk menjangkau wilayah di sekitar Cimahi dan Bandung Barat.
Motonya dalam berbisnis adalah man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan berhasil. Saran Bu Nur untuk orang-orang yang mau berbisnis yaitu harus berani, menjalankan bisnis dengan tekun, dan siap menanggung resiko. Namanya juga berdagang pasti ada pasang surutnya. Tidak mungkin untung atau rugi terus-menerus.
Bisnis kelontong Bu Nur masih bisa bertahan selama pandemi. Omzet cuma turun setengahnya. Omzet justru terpuruk setelah pandemi berlalu. Kebijakan-kebijakan pemerintah sangat berpengaruh. Contohnya ppn naik jadi 11%, harga bbm naik, pengangguran juga meningkat. Rata-rata mereka banting stir menjadi pedagang. Sementara daya beli masyarakat berkurang.