Mohon tunggu...
Istanti Surviani
Istanti Surviani Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangguh yang suka menulis

Purna bakti guru SD, traveler, pejuang kanker

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menengok Peradaban Bangsa Arab di Museum Alamoudi

18 Maret 2022   15:51 Diperbarui: 19 Maret 2022   09:31 1963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tempat wisata yang baru pertama kali kami kunjungi di Mekah itu bernama Museum Alamoudi. Lokasinya di daerah El Shimeisi, pinggiran kota suci Mekah. Lokasi museum cukup strategis dan mudah dijangkau karena berada di jalan antara Mekah dan Jedah. Museum Alamoudi ternyata cukup ramai. Waktu rombongan kami tiba, sudah banyak rombongan lain yang ada di sana. Sebagian sedang istirahat. Sebagian sedang melihat-lihat isi museum. Sebagian lagi sedang foto-foto. 

Museum ini didirikan oleh Abu Bakar Alamoudi, seorang konglomerat Arab Saudi. Beliau membangun museum itu 20 tahun sebelum jalanan mulus Jedah-Mekah beroperasi pada 1435 H. Berdiri di atas lahan dengan luas sekira 2.000 meter persegi. Bangunan museum bergaya khas rumah-rumah bangsa Arab zaman dulu.

Halaman depan Museum Alamoudi Mekah. Foto: Dokumen Pribadi.
Halaman depan Museum Alamoudi Mekah. Foto: Dokumen Pribadi.

Pintu gerbang museum berwarna putih tulang/krem dengan tembok bangunan berwarna cokelat tanah. Tembok ekspos terbuat dari campuran lumpur dengan jerami. Retakan-retakan tembok jadi terlihat artistik. Di sebelah kiri pintu gerbang ada kios yang menjual aneka kurma, madu, juga minyak zaitun. Di dekat pohon kurma ada juga seperangkat meja kursi bahan plastik untuk tempat istirahat pengunjung.

Mesin ketik jadul. Foto: Dokumen Pribadi.
Mesin ketik jadul. Foto: Dokumen Pribadi.

Agak masuk sedikit ke halaman museum ada seperangkat sepeda. Di sebelahnya ada peralatan minum dan perkakas dapur. Masuk ke dalam gedung museum disambut pemuda Arab berpakaian gamis lengkap dengan sorban serta kaca mata hitamnya menyapa kami,"Ahlan wa sahlan, Hajj, Hajjah!" Kami berkeliling mengambil foto benda-benda yang ada di dalam museum. 

Ada perkendian dengan berbagai ukuran. Ada juga replika hewan harimau dan rusa. Mesin ketik zaman dulu juga ada. Aku pernah ngetik pakai alat ini. Bunyinya ramai menandakan ada kehidupan.  Apalagi jika ngetiknya malam-malam.

Baju tradisional Arab. Foto: Dokumen Pribadi.
Baju tradisional Arab. Foto: Dokumen Pribadi.

Ada beberapa baju tradisional Arab yang ditempel di tembok. Aku dan suami jadi model dadakan. Untuk perempuan, abaya hijau lengan pendek dengan hiasan warna emas di bagian tengah gamis.  Hiasan kepalanya juga warna emas. Untuk laki-laki, gamis hitam lengan panjang berkerah huruf V dengan ornamen emas di bagian kerah. 

Di bagian kepala memakai keffiyeh/kufiya/ghutrah, semacam scarf yang terbuat dari katun, berwarna putih polos. Agal/iqal/egal/igal yaitu aksesoris seperti cincin besar berwarna hitam yang secara tradisional terbuat dari rambut kambing atau onta, digunakan untuk menjaga posisi keffiyeh agar tetap di kepala. Ada pedangnya juga. Karena ukuran bajunya longgar jadi gampang dan cepat saat dipakai. Yang jadi tukang fotonya adalah petugas museum. Syukron.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun