Kita takut kepada momok karena kata
Kita cinta kepada bumi karena kata
Kita percaya kepada Tuhan karena kata
Nasib terperangkap dalam kata
Memilih Kata, Kekuatan Kata
Itu petikan sajak Kata, karya Subagio Sastrowardoyo. Sajak itu dimuat di majalah sastra Horison edisi Februari, 1967. Ia adalah dosen dan merupakan alumni dari Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, Cornell University New York, dan Yale University Connecticut. Ia juga penyair, penulis cerita pendek, esais, serta kritikus sastra kenamaan Indonesia.
Sajak Kata itu, sudah puluhan, bahkan ratusan kali, saya baca dan cermati. Karena, sebagai jurnalis, tiap saat saya berurusan dengan kata. Tiap saat, saya meng-upgrade skill menulis saya. Termasuk, pada bulan Ramadan ini. Saya percaya, tiap kali menulis, sesungguhnya tiap kali itu pula saya belajar dan belajar.
Misalnya, kapan saat yang tepat untuk menempatkan kata sepi, hening, dan senyap dalam suatu kalimat. Pada kompas.id, 30 Maret 2023 | 06:00 WIB, ada content dengan judul Pembacokan Mantan Ketua KY, Nasib Lansia di Antara Keramaian yang Sepi.
Dari penelusuran saya terhadap berbagai content dari berbagai media tentang peristiwa tersebut, hanya kompas.id yang menggunakan kata sepi di judul content. Menurut saya, kompas.id sengaja membenturkan tiga fakta pada judul, untuk menarik perhatian pembaca: nasib lansia, keramaian, dan sepi.
Secara usia, mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus tersebut, memang sudah lansia, sudah 57 tahun. Lokasi kediamannya, di Perumahan Griya Bandung Asri 2 Blok F, Bojongsoang, Kabupaten Bandung, sesungguhnya adalah permukiman yang padat dan ramai. Berbatasan dengan Kota Bandung.
Kasus pembacokan yang menimpa Jaja itu diketahui terjadi pada Selasa, 28 Maret 2023, sekitar pukul 15.00 WIB. Dan, situasi di sekitar rumah Jaja, memang sepi. Tidak banyak orang yang melintas. Hingga, pelaku pembacokan leluasa masuk ke rumah tersebut.
Di balik semua itu, kata sepi, dikorelasikan dengan nasib lansia, meski berada di permukiman yang padat dan ramai. Artinya, selain fakta lapangan, juga ada fakta psikis yang diungkapkan oleh kompas.id. Ini adalah salah satu contoh, tentang kejelian sekaligus kepiawaian seorang jurnalis dalam menulis content.
Sang jurnalis bukan hanya terpaku pada apa yang nampak di lapangan. Tapi, ia berupaya menggali hal-hal yang relevan, hingga content yang ia tulis lebih berwarna, menggugah emosi. Secara teori dideskripsikan colour of a situation; that is, one based on description, atmosphere, and emotion rather than straightforward factual reportage.