Lampung zona merah. Ini dalam konteks kelompok intoleran dan sebaran bibit kaum radikal. "Itu berdasarkan temuan sejumlah lembaga riset resmi. Stakeholders Provinsi Lampung harus segera bersinergi," ujar Dr. Arif Sugiono, M.Si., Peneliti Sosial Politik dari Universitas Lampung. Kenapa harus demikian?
Jejak Panjang Kasus Intoleran
Setidaknya, karena dua hal. Pertama, karena kelompok intoleran dan sebaran bibit kaum radikal di Lampung, adalah hal yang sangat serius. Kedua, karena mekanisme penanganannya selama ini belum strategis.
Selaku akademisi, Arif Sugiono menilai, Gubernur Lampung adalah stakeholder yang paling relevan untuk memimpin sekaligus mensinergikan para stakeholder lain di Lampung dalam menangani kelompok intoleran serta sebaran bibit kaum radikal di Lampung.
"Penanganan kelompok intoleran di Lampung selama ini, masih bersifat parsial. Tiap institusi bergerak sendiri-sendiri. Belum bersinergi secara strategis," ungkap Dr. Arif Sugiono, M.Si. dalam perbincangan dengan awak media, pada Sabtu, 25 Juni 2022 lalu.
Perbincangan tersebut berlangsung di salah satu ruang di lantai dua Gedung Pascasarjana, Universitas Lampung, Jalan Prof. Dr. Ir. Sumantri Brojonegoro No.1, Gedong Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung.
Konsep bersinergi secara strategis tersebut diajukan Arif Sugiono, karena menurutnya, penanganan kelompok intoleran oleh para stakeholder di Lampung, juga masih bersifat konvensional. Belum menyentuh akar masalah yang sesungguhnya.
Pada Selasa, 7 Juni 2022 pagi, Pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Baraja diamankan Ditreskrimum Polda Metro Jaya di Kantor Pusat organisasi tersebut di Jalan WR Supratman, Bumi Waras, Bandar Lampung. Pada Selasa itu juga, Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, dalam konferensi pers di Polresta Bandar Lampung, menyebut, "Agar penyebaran tidak meluas, akan dilakukan pembinaan di pesantren."
Ungkapan Eva Dwiana tersebut menunjukkan bahwa ia sebagai salah satu stakeholder, belum memahami sepenuhnya realitas kelompok intoleran dan sebaran bibit kaum radikal di Lampung. Pada Rabu, 21 Maret 2018, misalnya, Kapolda Lampung saat itu, Irjen Pol. Suntana, memaparkan hasil survey Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) pada November 2017 kepada wisudawan Universitas Lampung.
Irjen Pol. Suntana menyebutkan hasil survey BNPT tahun 2017, 5 provinsi dengan radikalisme tertinggi adalah Bengkulu (58,58%), Gorontalo (58,48%), Sulawesi Selatan (58,42%), Lampung (58,38%), dan Kalimantan Utara (58,30%). Bagaimana kini? "Temuan sejumlah lembaga riset resmi tentang radikalisme, menempatkan Lampung di zona merah," ujar Dr. Arif Sugiono, M.Si.