[caption id="attachment_348436" align="aligncenter" width="530" caption="Presiden Joko Widodo bersama para pakar hukum di Istana Merdeka. Tiap kali Presiden dilantik, tiap kali pula sejumlah kasus hukum membelit. Politik hitung dagang dengan logika ekonomi, seringkali membuat para politisi terjerembab ke dalam lubang yang mereka gali sendiri. Apalagi bila sejak awal seorang Presiden sudah diamanahkan sebagai Petugas Partai untuk mengeksekusi agenda partai, demi melanggengkan kekuasaan. Foto: antaranews.com"][/caption]
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Sebagai Presiden, Jokowi memiliki otoritas penuh terhadap institusi Polri. Ia bisa memberhentikan Kapolri yang sedang menjabat, sebelum habis masa jabatannya. Itu sudah ia lakukan terhadap Sutarman. Ia juga bisa mengangkat pengganti Kapolri. Itu sudah ia lakukan dengan mengangkat Badrodin Haiti sebagai pelaksana tugas, wewenang, dan tanggung jawab (Plt) Kapolri.
Meski menurut pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, keputusan Jokowi memberhentikan Sutarman lebih cepat dan mengangkat Badrodin Haiti sebagai Plt Kapolri, merupakan keputusan yang keliru, dilihat dari sudut Undang-undang, toh Jokowi tetap melaksanakannya. Ini setidaknya menunjukkan bahwa Presiden memang memiliki otoritas penuh terhadap institusi Polri.
Pada saat yang sama, Jokowi menunda pelantikan Budi Gunawan, yang ia ajukan sebagai calon tunggal Kapolri dan telah disetujui secara aklamasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dapat dipastikan, penundaan tersebut bukan atas dasar pertimbangan hukum tapi karena pertimbangan politik. Karena, mekanisme hukum serta mekanisme politik di DPR, sama sekali tak menghalangi pelantikan Budi Gunawan. Tapi, Jokowi memilih untuk menunda pelantikan, entah sampai kapan.
Tim 9 Tak Mengikat
Tim 9 yang kemudian disebut sebagai Tim Independen pencari fakta untuk kisruh antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI, kemudian dibentuk oleh Jokowi. Tim ini diisi oleh sejumlah ahli dan mantan petinggi berbagai institusi. Sampai kemarin malam, belum ada penetapan resmi Tim 9 ini, juga belum ada kepastian, kapan Keputusan Presiden (Keppres) untuk Tim 9 itu ditandatangani Jokowi.
Pada hakekatnya, Tim 9 tersebut tidak patut disebut Tim Independen. Karena, tim itu dibentuk oleh Jokowi yang jelas-jelas merupakan Petugas Partai dari PDI Perjuangan yang ditempatkan di Istana. Di sana juga ada Petugas Partai PDI Perjuangan yang lain yakni Andi Widjajanto, yang sehari-hari sebagai Menteri Sekretaris Kabinet. Sebut sajalah ini Tim 9 Jokowi atau Tim 9 Petugas Partai.
Hanya buang waktu saja bila berdebat tentang independensi Tim 9 ini. Mari susuri, di mana letak independennya? Coba simak ini. "Bisa saja usul tim itu tak dilaksanakan, tapi dengan pertimbangan lain. Tapi tentu kegunaan tim ini dengan secara sengaja dibentuk dengan Keppres, maksudnya tak lain adalah agar rekomendasinya dijalankan presiden," kata Jimly Asshiddiqie, salah seorang anggota Tim 9, sebagaimana dilansir kompas.com, Tim Independen Diberikan Kewenangan Periksa Jajaran KPK dan Polri pada Selasa, 27 Januari 2015 | 19:22 WIB.
Sekali lagi, Bisa saja usul tim itu tak dilaksanakan, tapi dengan pertimbangan lain. Dengan demikian, usul dan rekomendasi Tim 9 sama sekali tidak mengikat terhadap Jokowi. Semua terserah Jokowi, apa ia akan melaksanakan rekomendasi atau tidak. Otoritas tersebut ada pada Jokowi karena Tim 9 adalah bentukan Jokowi. Jadi, jelas kan, tidak ada independensi pada Tim 9. Yang ada adalah subyektivitas dari Jokowi sebagai pembentuk Tim 9.