[caption id="attachment_347666" align="aligncenter" width="508" caption="Meski sudah swasembada pangan, Jawa Timur terus mengembangkan sektor pertaniannya. Salah satunya, bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan budidaya Padi Gogo di kawasan hutan pohon jati Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, khususnya varietas Inpago dan Situ Patenggang. Program ini dinamakan forest for food, karena di wilayah Jawa Timur banyak kawasan kehutanan. Foto: rimanews.com "][/caption]
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Jawa Timur adalah provinsi penghasil beras nomor satu di Indonesia. Tahun 2015, provinsi ini siap menyuplai 447 ribu ton beras ke 6 provinsi: Papua, Nusa Tenggara Timur, Riau, Jambi, Yogyakarta, dan Jawa Barat. Tahun 2013, suplai beras dari provinsi ini juga di kisaran 400 ribu ton lebih. Tahun 2014 pun demikian. Kenapa provinsi lain tidak belajar dari strategi pangan Jawa Timur?
Swasembada pangan sudah menjadi kata yang generik, diumbar para pejabat pemerintah di berbagai kesempatan. Di pemerintahan yang baru, swasembada pangan dipelintir menjadi kedaulatan pangan, agar terkesan hebat, tapi sesungguhnya tidak strategis. Buktinya, hanya untuk mendistribusikan pupuk secara merata dan tepat waktu saja, pemerintah kedodoran.
Kenapa pemerintah tidak belajar dari Jawa Timur, yang selama bertahun-tahun sudah membuktikan diri sebagai provinsi penghasil beras nomor satu di Indonesia? Bukankah strategi Provinsi Jawa Timur sudah teruji dalam hal mengelola sektor pertanian? Keangkuhan pemerintah pusat sebagai penguasa nasional, sudah waktunya dikikis, demi kesejahteraan rakyat.
Penuh Perhatian pada Pertanian
Jawa Timur memang dikenal sebagai provinsi yang memiliki perhatian besar pada perkembangan pertanian. Soekarwo selaku Gubernur Jawa Timur, sukses menjadikan Jawa Timur (Jatim) sebagai penyumbang terbesar pasokan padi, jagung, tebu, bahkan sapi ke berbagai daerah di Indonesia. Karena swasembada pangan itulah, Jawa Timur untuk ketiga kalinya, kembali meraih penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara (APN). Gubernur Jatim, Soekarwo, menerima penghargaan itu di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Subang, Jawa Barat, Jumat (26/12/2014) lalu.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Hermanto Siregar, pada Kamis, 17 April 2014, mengundang Soekarwo sebagai pembicara tunggal di kampus IPB untuk tema "Peran Pemprov Jatim dalam Memperkuat Sektor Pertanian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam". Pada kesempatan itu, Hermanto Siregar mengapresiasi strategi pangan yang sudah diterapkan Soekarwo. "Sosok Soekarwo adalah sosok yang dibutuhkan bangsa ini ke depan. Beliau sudah berpengalaman di lapangan," ujar Guru Besar IPB tersebut.
Pada Agriculture Outlook 2014, dengan tema Membangun Optimisme Pertanian Indonesia 2014 di Gedung Manggala Wanabakti, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (19/12/2013), Soekarwo menjelaskan bahwa Jawa Timur menganggarkan dana subsidi sebesar Rp 5-10 miliar per kabupaten-kota tiap tahun untuk memperbaiki infrastruktur pertanian, seperti saluran irigasi.
Untuk melindungi petani dari tengkulak, Soekarwo mendirikan Bank UMKM, yang berfungsi menampung hasil pertanian para petani di Jawa Timur. Ini memang bank khusus untuk petani. ”Cara ini dilakukan untuk menekan on farm pertanian, maksudnya menghasilkan produk bernilai tambah, saat produk pertanian itu dijual,” papar Soekarwo pada Agriculture Outlook 2014.
[caption id="attachment_347667" align="aligncenter" width="624" caption="Jawa Timur juga serius mengembangkan beras organik. Sejak Agustus 2014, di lahan sekitar 1,5 hektar, di Desa Karanganom, Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulungagung, sedang dilakukan uji-coba penanaman padi organik dari Jepang, varietas Japonica. Konsep pertanian organik ini akan dikembangkan secara luas di Jawa Timur, seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan produk pertanian organik. Foto: taipeitimes.com"]