Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sri Mulyani dalam Spirit Maritim untuk Green Economy yang Ramah Lingkungan

10 Juni 2015   12:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:08 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryo Bambang Sulisto, menyambut baik kedatangan Managing Director Bank Dunia, Sri Mulyani, dalam acara Indonesia Green Infrastructure Summit (IGIS) 2015. Kadin dan Bank Dunia memiliki komitmen yang sama terkait pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan, green infrastructure. Foto: igis-indonesia.com dan tempo.co

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Sri Mulyani Indrawati, dalam kapasitasnya sebagai Direktur Pelaksana Grup Bank Dunia, bicara tentang ekonomi ramah lingkungan di mimbar konferensi Indonesia Green Infrastructure Summit 2015. Ia juga membahas tata kelola sektor perikanan untuk melipatgandakan produksi ikan. Seberapa ramah laut kita sebagai habitat ikan?    

Konferensi tersebut berlangsung di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Selatan, dibuka pada Selasa (9/6/2015). Meski konferensi itu tidak spesifik membahas tentang perikanan laut, tapi apa yang dikemukakan Sri Mulyani, tentulah relevan untuk kita cermati. Bukankah spirit maritim tengah digelorakan sebagai salah satu andalan perekonomian kita? Bukankah pembangunan infrastruktur kemaritiman akan dibangun secara besar-besaran?

Menjaga Laut = Menjaga Kekayaan Laut

Di tengah kuatnya gema spirit kemaritiman, kita nyaris tak mendengar kondisi terkini tentang laut kita. Dalam konteks Green Infrastructure, seberapa ramah lingkungan infrastruktur kelautan yang hendak dibangun pemerintah? Seberapa ramah laut kita kini sebagai habitat kehidupan ikan? Untunglah ada kabar dari Rusia. Negeri Beruang Putih itu mengingatkan kita, melalui teguran.

Teguran itu diterima Narmoko Prasmadji, Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. "Kami mendapat teguran dari Rusia, karena kandungan merkuri di dalam ikan tuna yang kita ekspor ke Rusia, dianggap melebihi ambang batas yang ditetapkan Rusia," kata Narmoko Prasmadji, pada Kamis (4/6/2015), di Jakarta.

Ikan tuna yang dimaksud tentulah ikan tuna yang hidup di laut. Kandungan merkuri dalam tubuh tuna itu, pastilah ia serap dari air laut. Kenapa sampai melebihi ambang batas? "Karena laut yang mereka lewati, kini sudah tercemar,” ujar Narmoko. Realitas ini menunjukkan kepada kita, bahwa pencemaran laut, tak kalah bahayanya dibanding illegal fishing.

Laut yang tercemar akan membuat buruk habitat ikan. Proses perkembangbiakan ikan sudah pasti terganggu. Populasi ikan di lautan tentulah akan berkurang. Akibatnya, jumlah tangkapan nelayan menurun, yang ujung-ujungnya melemahkan sendi-sendi perekonomian, khususnya di sektor perikanan laut. Dalam konteks spirit kemaritiman, menjaga laut dari berbagai pencemaran adalah bagian yang sepatutnya mendapat perhatian.

Kementerian Lingkungan Hidup Jepang sudah sejak lama mencermati pencemaran laut Indonesia. Jepang pada tahun 2012 bahkan sampai mengutus dua orang peneliti, Dr. Kodra dan Dr. Yoda, untuk melihat sejumlah laut di Indonesia yang rawan pencemaran. Di Bitung, Sulawesi Utara, pada Rabu (8/2/2012), mereka melihat langsung laut di dermaga pelabuhan perikanan yang tercemar berbagai limbah minyak. Selain ke Bitung, Kodra juga melihat pencemaran laut di Muara Angke (Jakarta) dan Jembrana (Bali). Foto: kompas.com 

Laut Terjaga = Ikan Berlipatganda

World Bank Group Managing Director, Sri Mulyani Indrawati, sedikit-banyaknya tentu paham tingkat pencemaran yang telah terjadi di laut kita. Seperti yang terjadi pada 16 April 2015 lalu, di Muara Pantai Boom, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, misalnya. Nelayan setempat dikejutkan dengan matinya ribuan ikan di sana. Ikan yang mati adalah jenis belanak, bandeng, kepiting, dan udang.

Husnul Khotimah, Pelaksana tugas Kepala Badan Lingkungan Hidup Banyuwangi, mengakui, muara Pantai Boom memang menjadi buangan limbah. Mulai dari limbah rumah tangga, pabrik kertas, dan limbah rumah sakit. Menurunnya kualitas air laut juga terjadi di Kota Cilegon, Provinsi Banten. Hal itu terjadi, akibat banyaknya industri yang sengaja membuang limbah ke laut.

Contoh nyata pencemaran laut di atas, hanya sedikit dari banyak contoh yang bisa kita temukan di tanah air. Sri Mulyani Indrawati mengingatkan, "Pengelolaan ekonomi biru yang baik, dapat mendukung ketahanan pangan dan keberlanjutan pariwisata. Namun, dengan masih terjadinya kerusakan akibat penangkapan ikan berlebihan dan pembuangan limbah, hal itu memperburuk ketahanan pangan secara global."

Jika dikorelasikan dengan teguran Rusia akan ambang batas kandungan merkuri pada ikan tuna dari Indonesia, maka perhatian terhadap dampak pencemaran laut adalah komponen yang mestinya berada satu paket dengan spirit kemaritiman yang kini tengah digelorakan. Apalagi di tengah menurunnya ekspor sektor perikanan Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan, volume ekspor perikanan kuartal I-2015, tercatat 245.084,9 ton, sedangkan di periode yang sama tahun lalu, sebesar 293.6244,4 ton. Pada sisi nilai, ekspor perikanan kuartal I-2015, sebesar US$ 969 juta, sedangkan pada periode yang sama tahun lalu, sebesar US$ 1,068 miliar.

Setelah dua tahun menganggur, Kapal Riset Bawal Putih III milik Kementerian Kelautan dan Perikanan, akhirnya digunakan untuk riset stok ikan di sebelas wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia. Pelepasan Kapal Riset Bawal Putih III berlangsung di Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara, Kamis (21/5/2015). Tahun ini, pemerintah mengalokasikan dana riset stok ikan Rp 44,4 miliar, melonjak jika dibandingkan dengan tahun lalu, yang hanya Rp 4 miliar. Foto: print.kompas.com

Pembenahan Tata Kelola Laut

Memang, masih banyak hal yang harus dibenahi terkait perikanan laut kita ini. Salah satunya mengenai data perikanan itu sendiri. Alan Koropitan, Lektor Kepala bidang Oseanografi Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), pada Senin (08/06/2015) mengungkapkan, “Sekarang, data stok ikan saja, belum kita ketahui dengan pasti. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) baru meluncurkan penelitian stok ikan nasional. Data penangkapan ikan, masih simpang siur.”

Sebagaimana kita tahu, luas laut Indonesia adalah tiga kali luas daratannya. Total luas wilayah negara kita 5.180.053 kilometer per segi, dengan rincian luas daratan 1.922.570 kilometer per segi dan luas lautan 3.257.483 kilometer per segi. Sementara, menurut Alan Koropitan, Indonesia saat ini hanya memiliki 11 unit kapal riset. Hal itu tentu saja sangat terbatas kapasitasnya untuk mendata potensi laut kita yang demikian luas. Bandingkan dengan Eropa yang punya 250 unit kapal riset, meski barangkali luas lautan mereka tak seluas laut kita. 

Dalam konteks infrastruktur kemaritiman, ada data tentang pelabuhan yang patut dicermati banyak pihak, sebagaimana dikemukakan Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Syafrudin. Sampai saat ini, menurut Ahmad Syafrudin, belum ada pelabuhan di Indonesia yang menggunakan skema clean port, termasuk Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta. “Tanjung Priok itu, kapal yang kotor saja masih diterima, padahal Tiongkok, Hong Kong atau Singapura sudah nolak kapal berbahan bakar kotor,” ujar Ahmad Syafrudin.

Konferensi Indonesia Green Infrastructure Summit 2015 mungkin bisa menjadi salah satu momentum untuk membenahi mata rantai industri perikanan kelautan kita, agar lebih ramah lingkungan. Direktur Pelaksana Grup Bank Dunia, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, pengembangan ekonomi hijau berbasis lingkungan, dapat mendorong pertumbuhan yang lebih berkelanjutan dan inklusif untuk mengatasi kesenjangan.

Jakarta, 10 Juni 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun