Para Menteri Ekonomi ASEAN sepakat untuk fokus mengembangkan Usaha Kecil Menengah (UKM) di negara masing-masing, kemudian mengintegrasikannya sebagai kekuatan ekonomi kawasan. Ini peluang sekaligus tantangan bagi pelaku UKM di Indonesia, agar memiliki daya saing. Ide kreatif sangat dibutuhkan untuk memenangkan persaingan. Kompetisi antarproduk saat ini sangat ketat. Tanpa kreativitas, produk yang dihasilkan akan kalah dari produk baru yang bermunculan. Foto: print.kompas.com Â
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
25 Agustus 2015 adalah hari terakhir Pertemuan Menteri-menteri Ekonomi ASEAN (AEM) ke-47, di Kuala Lumpur, Malaysia. Salah satu butir kesepakatannya: UKM akan jadi fokus ASEAN, karena usaha kecil menengah ini banyak menyerap tenaga kerja[1].
Semoga kesepakatan regional tersebut terdengar oleh saudara-saudara kita di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Kenapa? Apa relevansinya dengan mereka? Jawabannya, karena Kabupaten Sidoarjo merupakan kabupaten yang memiliki usaha kecil menengah terbanyak di Indonesia[2]. Pada tahun 2014, misalnya, jumlah total Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di sana, mencapai 171.264 unit usaha. Rinciannya, usaha mikro 154.891 unit, usaha kecil menengah 154 unit, dan untuk usaha besar 16.000 unit. Dengan jumlah unit usaha yang demikian banyak, kita tentu bisa memperkirakan, betapa sangat banyak tenaga kerja yang sudah terserap di sana.
Kerja Rakyat, Usaha Rakyat
Capaian Kabupaten Sidoarjo tersebut, sudah sepatutnya menjadi masukan dan inspirasi bagi kabupaten lain di tanah air. Setidaknya, para pimpinan daerah, dalam hal ini bupati dan walikota, bisa mencermati, apa yang sudah dilakukan pemerintah daerah di sana dan apa yang sudah diperbuat masyarakat di sana. Bukan dalam konteks mencontoh, tapi menyerap langkah-langkah positif, yang mungkin bisa diimplementasikan di daerah masing-masing. Bukankah pemimpin juga butuh pembelajaran?
Misalnya, di Kabupaten Sidoarjo, telah tumbuh sekitar 82 sentra industri rakyat dan 11 kampung usaha. Hal tersebut tentulah menunjukkan kepada kita, betapa tingginya partisipasi masyarakat, yang secara bersama-sama bekerja untuk menggerakkan roda perekonomian wilayah mereka. Dengan adanya 154.891 unit usaha mikro, itu merupakan realitas bahwa aktivitas ekonomi di sana, benar-benar berada di tangan rakyat. Manfaat putaran ekonomi tersebut, langsung dirasakan masyarakat setempat.
Tidak akan mungkin kerja rakyat dan usaha rakyat tersebut bisa tumbuh demikian pesat, bila tidak didukung oleh kebijakan pemerintah daerah yang kondusif. Juga, tidak akan mungkin tingkat partisipasi rakyat sampai sedemikian tinggi, bila tidak disertai oleh interaksi yang positif antara seluruh elemen di kabupaten tersebut. Jenis usaha yang dilakukan masyarakat Sidoarjo, sesungguhnya adalah jenis aktivitas ekonomi yang juga ada di tempat lain. Misalnya, usaha jajanan, batik, bebek, kerupuk, pot, jamur, dan sebagainya.
Bedanya, masyarakat Sidoarjo melakukannya secara bersama-sama, hingga usaha rakyat tersebut, menjelma menjadi kekuatan ekonomi kerakyatan. Karena aktivitas beragam usaha itu berlangsung dalam satu kabupaten, maka tidak terlalu sulit untuk menata lalu-lintas logistik bahan baku dan hasil produksi. Juga, relatif tidak terlalu sulit untuk mengelola aktivitas pemasaran berbagai produk rakyat tersebut. Karena itulah, Kabupaten Sidoarjo, pada tahun 2014, meraih Satyalencana Pembangunan Bidang Koperasi dan UKM serta Bhakti Koperasi dan UKM. Penghargaan Tingkat Nasional tersebut diserahkan langsung oleh Menteri Koperasi dan UKM, Syarief Hasan, pada Selasa, 15 Juli 2014, di Medan, Sumatera Utara[3].
Pembinaan Harus Tepat Sasaran