Ignasius Jonan kembali menunjukkan ketegasannya. Dalam 6 bulan ke depan, seluruh SPBU di DKI Jakarta, harus menyediakan fasilitas pengisian BBG. Berupa dispenser atau nossel gas. Konteksnya, konversi energi dari BBM ke gas.
“Kewajiban tersebut secara bertahap berlaku di seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Indonesia. Tak hanya SPBU milik pengusaha dalam negeri, tapi juga asing,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu di Bank Indonesia, Jakarta Pusat, pada Kamis, 13 April 2017. Masalah konversi energi dari Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG), masih menjadi topik yang hangat hingga hari-hari ini. Saya teringat pada Amin Suwarno, seorang nelayan dari Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. Ia sudah merintis konversi BBM ke BBG sejak pertengahan tahun 2010, dengan menciptakan Konverter Kit.
Konverter Kit Hemat Biaya
Untuk memahami apa itu konverter kit, mari kita mulai dengan mengenal nelayan. Nelayan yang relevan menggunakan konverter kit adalah yang kapasitas kapalnya di bawah 5 gross tonnage (GT). Kapal di bawah 5 GT ini umumnya menggunakan mesin satu atau dua silinder. Ada yang menggunakan solar, ada pula yang memakai bensin. Daya jelajah kapal nelayan ini rata-rata sekitar 4 mil dari pantai.
Di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Paotere, Makassar, saya melihat mereka menggunakan tabung gas ukuran 3 kilogram alias gas melon. Mereka memberikan simulasi perbandingan antara pakai BBM dan gas dengan konverter kit. Mesin standar dengan bahan bakar bensin untuk satu jam perjalanan, volume pemakaiannya 2,75 liter bensin. Harga BBM bersubsidi untuk Premium Rp 6.450.- per liter. Bila dirupiahkan ya sekitar Rp 19.350.-
Sementara, mesin yang menggunakan konverter kit, selama satu jam perjalanan butuh 7 ons elpiji. Harga elpiji bersubsidi 3 kg sekitar Rp 20.000,- Sekadar mengingatkan, 1 kg = 10 ons. Bila dirupiahkan ya hanya sekitar Rp 4.600.- Hitung-hitungan di atas mungkin tidak begitu persis, tapi setidaknya kita mendapatkan gambaran perbandingan biaya antara pakai bensin dan gas. Nelayan di Paotere bisa melaut selama 10 jam, hanya dengan menghabiskan 1 tabung gas ukuran 3 kilogram.
Dari penuturan Amin Suwarno di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Paotere, Makassar, serta dari simulasi biaya operasional yang dikemukakan nelayan di sana, kita tahu, pilihan konversi dari BBM ke BBG adalah pilihan yang tepat. Terutama untuk nelayan yang memiliki kapal ukuran di bawah 5 GT. Mereka ini kerap disebut sebagai nelayan kecil atau nelayan pesisir. Mereka rata-rata melaut 1-2 malam untuk mencari ikan.
Kemampuan ekonomi mereka umumnya terbatas. Bila sedang beruntung, hasil penjualan ikan bisalah sedikit mereka tabung. Bila tidak, ya cukup untuk kebutuhan sehari-hari saja. Kondisi cuaca sangat berpengaruh pada nasib mereka. Jika sedang musim badai dan ombak besar, praktis nelayan kecil ini tidak pergi melaut. Artinya, mereka tidak punya pemasukan. Bila ada sedikit simpanan uang, ya itulah yang mereka gunakan. Bila tidak, umumnya mereka cari utangan, berhutang ke para pemilik warung sembako.
Kondisi kehidupan nelayan yang demikianlah yang melatarbelakangi Amin Suwarno menciptakan konverter kit tersebut. Amin Suwarno lahir di Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Ia menyaksikan serta bisa merasakan, betapa berat beban biaya operasional nelayan kecil di sana. Seringkali apa yang mereka dapat, tidak menutup biaya yang mereka keluarkan. Setidaknya, ada sekitar 5.000 nelayan di Kubu Raya.