[caption id="attachment_365905" align="aligncenter" width="587" caption="Dua dari sejumlah pekerja usaha perikanan sedang asyik merajut jaring yang akan digunakan untuk menangkap ikan di perairan Gunungsitoli, Sumatera Utara. Jaring tersebut merupakan alat andalan yang digunakan nelayan tradisional di Gunungsitoli sebagai alat untuk menangkap ikan. Tiap hari, nelayan Gunungsitoli menghasilkan tangkapan ikan, lebih dari 5 ton. Foto: antarasumut.com dan hargasumut.org "][/caption]
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Kota Gunungsitoli berada di Pulau Nias, sebuah pulau yang terletak di sebelah barat Sumatera. 10 tahun lalu, pada 2005, Kota Gunungsitoli, ibukota Pulau Nias, luluh-lantak oleh guncangan gempa berkekuatan 8,7 skala Richter. Kota Gunungsitoli kini menghasilkan tangkapan ikan 5 ton per hari dan karet dalam bentuk slab basah 75 ton per hari.
Itulah dua komoditi hasil alam Kota Gunungsitoli, yang secara administratif merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Utara. Dengan dua modal itu saja, sebenarnya Kota Gunungsitoli sudah memiliki power yang lebih dari cukup, untuk mewujudkan wilayah ini menjadi Kota Cerdas. Lalu, apa kendala kota ini dalam upaya mewujudkan hal tersebut? Solusi apa yang dibutuhkan kota ini?
Pesan Toshio Obi dari Waseda University
Apa yang dihadapi Kota Gunungsitoli, mengingatkan kita akan pesan yang dikemukakan Prof. Toshio Obi, pakar pengembangan kota cerdas atau smart city dari Waseda University, Tokyo. Toshio Obi, dalam pertemuan Kota Cerdas Asia Afrika atau Africa Smart City Summit (AASCS) di Trans Luxury Hotel, Bandung, Rabu (22/4/2015), mengatakan, pengembangan kota cerdas di kawasan Asia Afrika kerap terkendala oleh beberapa hal, antara lain, pendanaan, pengembangan sumber daya manusia (SDM), pemerintahan, dan tata kelola.
Salah satu kendala yang menonjol, yang dihadapi Kota Gunungsitoli, adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM). Diperkirakan, hanya sekitar 15 persen lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Ini tentu merupakan jumlah yang sangat minim, dalam konteks ketersediaan SDM yang berpendidikan tinggi di kota ini.
Minimnya SDM yang berpendidikan tinggi tersebut, tentu saja berimbas pada kualitas SDM yang berada di lembaga pemerintahan dan institusi swasta yang ada di sana. Akibatnya, efektivitas birokrasi di sana berjalan lambat. Kita juga tidak bisa berharap banyak pada inovasi birokrasi, padahal pengembangan birokrasi merupakan komponen penting untuk menciptakan pintu masuk bagi hadirnya modal melalui skema investasi.
Di Kota Gunungsitoli memang sudah ada sejumlah pendidikan tinggi: STIE Pembnas, IKIP Gunungsitoli, Akademi Kebidanan, dan Akademi Perawatan. Namun, minat masyarakat setempat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, masih sangat rendah. Bukan hanya karena faktor ekonomi, tapi terutama pada rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengakses pendidikan tinggi. Aspek kesadaran tersebut merupakan kendala tersendiri untuk meningkatkan kualitas SDM di Kota Gunungsitoli.
[caption id="attachment_365906" align="aligncenter" width="581" caption="Foto kanan: Kapal bersandar di Pelabuhan Angin, Kota Gunungsitoli, yang menjadi pintu masuk orang dan barang ke kota ini. Transportasi laut menjadi andalan Pulau Nias dalam berinteraksi dengan wilayah lain. Untuk pintu masuk melalui udara, ada Bandara Binaka (Foto kiri) di Kecamatan Nias, yang berjarak 17 kilometer di selatan Kota Gunungsitoli. Foto: 2.bp.blogspot.com dan antarasumut.com"]
Kerjasama dengan Akademisi dan Perbankan
Mengacu kepada pesan Toshio Obi serta berkaca pada kekayaan sumber daya alam yang sudah ada, pembenahan di sektor SDM ini merupakan priotitas Kota Gunungsitoli, untuk melapangkan jalan menuju Kota Cerdas. Menyiapkan SDM lokal, tentu membutuhkan waktu yang lama. Salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah menjalin kerjasama dengan kalangan perguruan tinggi. Yang terdekat adalah perguruan tinggi yang ada di Kota Medan, ibukota Sumatera Utara.
Kerjasama yang diprioritaskan adalah merancang strategi agar hasil alam Kota Gunungsitoli bisa diolah di sana untuk menjadi produk yang bisa dipasarkan secara luas. Saat ini, hasil tangkapan nelayan berupa ikan segar 5 ton lebih per hari, dijual ke Kota Sibolga setiap hari, melalui tengkulak ikan. Ikan kerapu, tuna kecil, dan gembung itu dikirim dalam keadaan mentah, tanpa diolah. Ikan tersebut dikemas dengan peti fiber yang sudah diisi dengan es balok.