[caption caption="Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, dan Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Saefullah, memimpin rombongan meninjau reklamasi Pulau D Reklamasi di Teluk Jakarta, dari atas kapal, pada Selasa (12/4/2016). Tidak ada yang turun ke Pulau D. Mereka hanya sekitar lima menit melihat pulau reklamasi itu. Foto: kompas.com"][/caption]Djarot Saiful Hidayat adalah Wakil Gubernur DKI Jakarta. Apa yang ia lakukan pada Selasa (12/4/2016), semakin mempertegas, betapa lemahnya fungsi pengawasan Pemprov DKI Jakarta terhadap proyek pulau reklamasi. Permainan apa lagi ini?
Pada Selasa itu, Djarot Saiful Hidayat bersama Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Saefullah, memimpin rombongan meninjau proyek pulau reklamasi di Teluk Jakarta. Mereka berangkat dari Pulau Karya, salah satu pulau dalam gugusan Kepulauan Seribu, langsung menuju Pulau D Reklamasi. Dari atas kapal milik Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta yang mereka tumpangi, mereka memandang Pulau D Reklamasi. Posisi kapal sekitar 200 meter dari pulau reklamasi tersebut. Ya, mereka memandang Pulau D seluas 312 hektar itu, dari jarak 200 meter. Tanpa turun dari kapal. Rombongan Wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut memandang-mandang doang sekitar 5 menit. Ya, hanya sekitar 5 menit. Kemudian, rombongan petinggi Pemprov DKI Jakarta itu balik arah ke Dermaga Marina Ancol, Jakarta Utara. Itulah model peninjauan lapangan ala Pemprov DKI Jakarta.
5 Menit dari Jarak 200 Meter
Pulau D Reklamasi di Teluk Jakarta adalah proyek reklamasi Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu Group. Pulau tersebut di-branding sebagai Golf Island dan merupakan pulau pertama water front city. Kenapa demikian? Karena, di pulau itu ada Lapangan Golf 27 Hole, rancangan Jack Nicklaus. Properti apa saja yang sudah dibangun Agung Sedayu Group di Pulau D Reklamasi tersebut? Jawaban atas pertanyaan ini adalah komponen penting, dalam konteks transparansi publik. Karena, laut tempat bercokolnya Pulau D Reklamasi tersebut adalah ranah publik. Selama ini, nelayan pesisir pantai utara Jakarta, leluasa melintasi kawasan laut itu dengan perahu mereka. Lautan pada dasarnya adalah ranah publik.Â
Tapi, kekuasaan Pemprov DKI Jakarta telah menjadikan sebagian perairan laut tersebut sebagai ranah private, dalam wujud pulau reklamasi. Pulau D Reklamasi adalah salah satu dari 17 pulau yang terdaftar dalam proyek reklamasi di Teluk Jakarta, yang luas totalnya mencapai 5.100 hektar. Nah, Djarot Saiful Hidayat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta dan Saefullah selaku Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, adalah dua sosok pejabat publik, yang seharusnya mewakili serta melindungi kepentingan publik. Apa yang akan bisa mereka informasikan kepada publik, jika posisi mereka hanya di kapal, sekitar 200 meter dari Pulau D Reklamasi? Para pejabat publik itu pun hanya memandang-mandang doang, sekitar 5 menit.
[caption caption="Lautan pada dasarnya adalah ranah publik. Tapi, kekuasaan Pemprov DKI Jakarta telah menjadikan sebagian perairan laut tersebut sebagai ranah private, dalam wujud pulau reklamasi. Terkait korupsi pulau reklamasi, KPK juga memeriksa Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta, Tuty Kusumawati, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Gamal Sinurat, serta Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah DKI (BPKAD) Jakarta, Heru Budi Hartono. Foto: kompas.com"]
Dalam konteks penegakan birokrasi, apakah proses penyegelan 1.000 lebih bangunan di Pulau D Reklamasi tersebut, sudah dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku? Dari aspek temuan lapangan, jenis serta kategori properti apa saja yang sudah dibangun di Pulau D Reklamasi? Yang dimaksud Marbin Hutajulu dengan 1.000 lebih bangunan itu, apa saja? Ingat, laut tempat bercokolnya Pulau D Reklamasi tersebut, sebelumnya adalah ranah publik. Sebagai pejabat publik, Djarot Saiful Hidayat dan Saefullah, memiliki tanggung jawab untuk mewakili serta melindungi kepentingan publik. Tanggung jawab apa yang bisa mereka berikan, jika posisi mereka hanya di kapal, sekitar 200 meter dari Pulau D Reklamasi? Tanggung jawab macam apa, jika para pejabat publik itu hanya memandang-mandang doang, sekitar 5 menit?
Deretan Bangunan Tanpa IMB
Harian Kompas edisi Selasa (12/4/2016) mendeskripsikan, di Pulau C Reklamasi dan di Pulau D Reklamasi, berderet bangunan anyar berlantai dua, dengan model eksterior yang menarik. Bangunan ini sebenarnya melanggar aturan, karena dibangun tanpa memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Kompas berkunjung ke kawasan tersebut pada Sabtu (9/4/2016). Sebelum memasuki kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, sebuah papan iklan besar terpampang di pinggir jalan. Papan iklan itu memasang gambar pulau penuh bangunan tinggi, gemerlap oleh lampu, serta infrastruktur yang tertata. Di kiri atas iklan tersebut tertulis Pluit City.
[caption caption="Perahu nelayan melintas di depan proyek reklamasi Pulau C, Teluk Jakarta, Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, pada Selasa (5/4/2016). Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Oswar Muadzin Mungkasa, pada Rabu (13/4/2016), menegaskan, pengembang tidak boleh membangun apapun di pulau reklamasi. Tidak tak ada landasan hukum bagi para pengembang untuk membangun di pulau reklamasi. Foto: print.kompas.com"]
Dalam konteks papan iklan besar dan berderet bangunan anyar berlantai dua, dengan model eksterior yang menarik tersebut, ada hal yang seharusnya diklarifikasi: apakah sudah terjadi transaksi jual-beli properti di Pulau C Reklamasi dan di Pulau D Reklamasi? Ini adalah bagian dari tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta melindungi kepentingan konsumen. Bila dikorelasikan dengan fakta bahwa bangunan di Pulau C Reklamasi dan di Pulau D Reklamasi tidak memiliki IMB, maka peninjauan lapangan yang dilakukan Djarot Saiful Hidayat dan Saefullah pada Selasa (12/4/2016) tersebut, tentulah sangat relevan untuk melakukan klarifikasi.