Dulu, ukuran power bank gede, tapi kapasitasnya kecil. Kini, sebaliknya: ukurannya makin kecil tapi kapasitasnya makin gede. Hehehe, itulah salah satu contoh inovasi untuk energi, yang kerap kita gunakan sehari-hari.
Power bank melatih kita untuk menabung, menabung energi. Karena itulah, kini kita tidak perlu lagi pusing mencari colokan listrik, meski seharian berada di luar rumah, dengan smartphone yang tak pernah off. Dengan inovasi untuk energi itu, apa yang bisa kita lakukan? Banyak. Antara lain, bisa leluasa jualan online, tanpa kuatir bakal low batt. Juga, leluasa mesan ojek online, dari stasiun kereta ke kantor. Â Â Â Â
Inovasi Distribusi Energi
Inovasi untuk energi memang seharusnya digunakan untuk hal-hal yang produktif, untuk meningkatkan kualitas hidup kita. Kemajuan industri teknologi informasi, diikuti oleh inovasi untuk energi. Kemudian, merembet ke bidang perdagangan, juga berlanjut ke urusan transportasi. Dalam perjalanannya: energi, perdagangan, dan transportasi saling pengaruh-memengaruhi, untuk terus berinovasi. Sebagai contoh, bisnis online tumbuh pesat, jasa transportasi pengiriman barang pun berkembang kian luas.
Tak bisa diingkari, itu berkat inovasi untuk energi. Bagaimana mungkin jasa transportasi pengiriman barang bisa bergerak cepat, tanpa ketersediaan bahan bakar di banyak tempat? Dalam hal ini, inovasi untuk energinya adalah distribusi bahan bakar. Sebagai gambaran, di area Jabodetabek, Bogor, Sukabumi, dan Puncak, ada 876 unit Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), dengan volume rata-rata 14.800 kiloliter (KL) per hari. Secara nasional, ada 5.300 SPBU di seluruh Indonesia. Dengan inovasi untuk energi, Pertamina mampu mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM) ke seluruh SPBU tersebut, secara tepat waktu.
![Kapten Agustin Nurul Fitriyah, kini 35 tahun. Ia satu-satunya komandan perempuan di kapal tanker Pertamina, mendistribusikan energi dengan menjelajahi samudera. Kapten Agustin resmi menjadi nakhoda pada tahun 2013. Tiap 7-9 bulan, ia harus bertugas di kapal berbeda. Ia ditampilkan Pertamina dalam iklan Pertamina menyambut Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70. Foto: direpro isson khairul dari Harian Kompas edisi Minggu (16/08/2015) halaman 16](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/24/pertamina-nakhoda-599e41c874650307564fa4e2.jpg?t=o&v=770)
Sampai di sini, tentu makin jelas bagi kita, bagaimana energi, perdagangan, dan transportasi saling pengaruh-memengaruhi untuk terus berinovasi. Apalagi konsumen makin cerdas dan kian kritis. Tak cukup dengan deretan angka yang tertera di mesin SPBU, konsumen membutuhkan bukti yang lebih akurat. Bukan sekadar bon yang ditulis tangan, yang mudah dimanipulasi, tapi struk yang real, sesuai pengisian. Untuk itulah, Pertamina melakukan inovasi transaksi non-tunai Pertamina Feul Lucky Swipe yang di-launching di Jakarta, pada Jumat (03/02/2017).
Untuk transaksi non-tunai di SPBU ini, Pertamina  menggandeng Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Negara Indonesia (BNI). Ini program nasional, setiap transaksi non-tunai, dengan kartu kredit keluaran ketiga bank tersebut, di seluruh SPBU Pertamina, tidak lagi dikenakan biaya tambahan. Semua itu adalah rangkaian inovasi energi yang telah dan terus dilakukan Pertamina untuk menjawab kebutuhan warga. Makin jelas bagi kita, bagaimana energi, perdagangan, dan transportasi saling pengaruh-memengaruhi, untuk terus berinovasi.
Dalam suatu obrolan tentang energi di sebuah resto di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, ada yang berbagi cerita tentang energi yang dihabiskan untuk mendistribusikan BBM. Ia menampilkan sejumlah foto yang menunjukkan truk tangki Pertamina berkubang lumpur, mengantarkan BBM ke pedalaman Provinsi Bengkulu. Juga, sejumlah foto yang menunjukkan drum-drum Pertamina berisi BBM berenang di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, demi memenuhi kebutuhan warga akan energi.
Lumpur dan sungai di dua wilayah di atas, hanya sebagian contoh yang menunjukkan, betapa tidak mudah mendistribusikan energi untuk memenuhi kebutuhan warga di pedalaman. Ini juga membutuhkan inovasi, yang tentu saja berbeda dengan inovasi distribusi energi yang dilakukan Pertamina di wilayah perkotaan. "Meski di pedalaman itu rumit serta menghabiskan biaya yang tidak sedikit, tapi Pertamina terus berupaya mengoptimalkan berbagai cara, demi memenuhi kebutuhan warga akan energi," ujar peserta obrolan yang menunjukkan sejumlah foto di atas.Â
Dengan beragam tantangan alam di pedalaman, akibatnya harga BBM pun beragam. Di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, misalnya, harga per liter Premium bisa mencapai Rp 15.000 dan Solar Rp 13.000. Saya teringat pada Amin Suwarno, seorang nelayan dari Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. Di sana, ada sekitar 5.000 nelayan, yang sangat bergantung pada Premium dan Solar untuk mencari ikan. Kami bertemu di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Paotere, Makassar, Sulawesi Selatan, beberapa waktu lalu.
![Isson Khairul (berkaus Kompasiana) sedang mewawancarai Amin Suwarno di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Paotere, Makassar, Sulawesi Selatan. Ini bagian dari program Kemenko Maritim untuk menyosialisasikan konversi BBM ke BBG, kepada para nelayan setempat. Selain itu, juga rencana membangun cold storage untuk penyimpanan ikan di sana. Foto: koleksi isson khairul](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/24/pertamina-konverter-kit-599e432d8723cc0a32561cc2.jpg?t=o&v=770)