Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Eksplorasi Spirit dari Luar Negeri ke Kampung Halaman

10 Agustus 2017   19:08 Diperbarui: 10 Agustus 2017   19:16 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sheila Agatha Wijaya, kini 26 tahun. Setelah lulus studi dari Raffles Design Institute Singapore, ia memilih kembali ke kampung halamannya di Kelurahan Kandanggampang, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Dari kota kecil itu, ia mengibarkan nama di peta bisnis mode dunia. Ia melakukan proses transfer skill serta transfer knowledge, kepada warga sekitar, sekaligus memberi manfaat ekonomi kepada mereka. Foto: print.kompas.com

Apakah gunanya pendidikan
Bila hanya mendorong seseorang
Menjadi layang-layang di ibukota
Kikuk pulang ke daerahnya

Pertanyaan WS Rendra dalam petikan Sajak Seonggok Jagung itu, agaknya juga menjadi pertanyaan kita di hari-hari ini.  Padahal, sajak itu diciptakan sang penyair tahun 1996. Bagaimana caranya agar tidak kikukketika kembali ke daerah sendiri? Ada baiknya kita belajar dari Sheila Agatha Wijaya. Ia, setelah lulus studi dari Raffles Design Institute Singapore, memilih kembali ke kampung halamannya di Kelurahan Kandanggampang, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga. Di kota kecil di Jawa Tengah itu, sekitar 5 jam perjalanan kereta api dari Jakarta, ia mengeksplorasi spiritnya.

Fashion Segmen Premium
Dari Kelurahan Kandanggampang tersebut, Sheila Agatha Wijaya menciptakan produk fashion dengan label Sean & Sheila. Ini produk fashion mewah, fashion luxury, yang target marketnya masyarakat kelas atas, segmen premium. Harganya? Wah! Produk fashion yang diciptakan serta dikerjakan di Kelurahan Kandanggampang itu, sudah menjelajah dunia. Di London, misalnya, rancangan busana Sheila Agatha Wijaya dijual di jaringan department store Fenwik. Juga, di butik kelas atas di Jepang, Singapura, Dubai, Kuwait, hingga Mesir.

Semua busana tersebut digarap oleh Sheila bersama suaminya, Sean Lohatau, mulai dari pola, potong, hingga jahit. Mereka dibantu oleh sejumlah karyawan, lulusan Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Purbalingga. Kondisi semua karyawan jahit itu, bisu-tuli. Sheila bersama suaminya mengajari mereka selama 1-2 tahun, hingga mereka mampu menjahit dengan mesin industri, serta menguasai teknik finishing untuk produk luxury. Ada yang bisa, ada yang mampu. Bersama Sheila Agatha Wijaya, mereka merintis jalan untuk menjadi mandiri. Meski, mereka difabel.

Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan warga kita di Queensland University of Technology (QUT) di Brisbane, Australia, pada Sabtu (15/11/2014). Pada kesempatan berikutnya, pada Minggu (26/02/2017), Presiden bertemu kembali dengan sekitar 2.500 warga kita di Sydney, Australia. Pesan Joko Widodo, yang belajar di sini, segera kembali ke Tanah Air setelah lulus. Yang sudah kerja di sini, silakan buka bisnis di Tanah Air. Foto: merdeka.com
Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan warga kita di Queensland University of Technology (QUT) di Brisbane, Australia, pada Sabtu (15/11/2014). Pada kesempatan berikutnya, pada Minggu (26/02/2017), Presiden bertemu kembali dengan sekitar 2.500 warga kita di Sydney, Australia. Pesan Joko Widodo, yang belajar di sini, segera kembali ke Tanah Air setelah lulus. Yang sudah kerja di sini, silakan buka bisnis di Tanah Air. Foto: merdeka.com
Apa yang dilakukan perempuan berusia 26 tahun itu, sungguh mengesankan. Ia tidak menjadi layang-layang di ibukota. Ia juga tidak kikuk pulang ke daerahnya. Dengan ilmu yang ia punya, dengan wawasan yang dimilikinya, ia menemukan cara yang khas untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Dengan kata lain, kepulangannya ke kampung halaman, telah memberi manfaat langsung terhadap warga sekitar. Bukan hanya dalam konteks lapangan kerja, tapi juga transfer skill di bidang menjahit busana.

Proses transfer skill sekaligus transfer knowledge, adalah bagian penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kita tahu, kualitas SDM kita kedodoran, baik secara jumlah, maupun secara kualifikasi. Sebagai contoh saja, jumlah insinyur per satu juta penduduk Indonesia, hanya 2.671. Bandingkan dengan Malaysia yang 3.333, Vietnam 9.037, dan Korea Selatan 25.309. Dalam realitasnya, kita bisa melihat, jumlah SDM teknik tersebut berkorelasi dengan kemajuan negara yang bersangkutan.

Berbagi Ilmu, Berbagi Manfaat
Apa yang dilakukan Sheila Agatha Wijaya di kawasan Kelurahan Kandanggampang itu, menurut saya, adalah bagian dari proses transfer skill sekaligus transfer knowledge yang dimaksud. Ia berbagi ilmu, sekaligus berbagi manfaat ekonomi kepada warga sekitar. Sheila Agatha Wijaya tentulah satu contoh, dari sekian banyak contoh lain, yang juga telah melakukan hal serupa di bidang yang lain, di tempat yang lain, dengan skala serta intensitas yang berbeda-beda. Sebagai warga biasa, saya terkesan dengan apa yang telah dan sedang diperbuatnya.  

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melakukan swafoto bersama lulusan terbaik Politeknik Keuangan Negara STAN (PKN STAN), di Sentul Internasional Convention Centre, pada Rabu (19/10/2016). Dalam konteks peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang keuangan, Sri Mulyani berpesan, agar para lulusan PKN STAN dapat mengabdikan diri kepada negara. Jangan mengkhianati Republik Indonesia, karena para lulusan politeknik ini mendapat hak istimewa untuk mendapat pekerjaan. Foto: kemenkeu
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melakukan swafoto bersama lulusan terbaik Politeknik Keuangan Negara STAN (PKN STAN), di Sentul Internasional Convention Centre, pada Rabu (19/10/2016). Dalam konteks peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang keuangan, Sri Mulyani berpesan, agar para lulusan PKN STAN dapat mengabdikan diri kepada negara. Jangan mengkhianati Republik Indonesia, karena para lulusan politeknik ini mendapat hak istimewa untuk mendapat pekerjaan. Foto: kemenkeu
Ini memang domain edukasi, yang berkorelasi erat dengan domain ekonomi. Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan kita, mengingatkan, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2045, bisa mencapai 309 juta. Rinciannya, usia produktif mencapai 52 persen. Dari jumlah usia produktif tersebut, sebanyak 75 persen tinggal di perkotaan, dan 80 persen merupakan kelas menengah. Apa yang diingatkan Sri Mulyani Indrawati pada Senin (03/04/2017) itu, tentu saja mengingatkan kita pada sosok Sheila Agatha Wijaya.

Ia datang dari kelas menengah dan ia memilih untuk tidak bermukim di perkotaan, tapi di Kelurahan Kandanggampang, sekitar 5 jam perjalanan kereta api dari Jakarta. Dalam bahasa penyair WS Rendra, ia tidak menjadi layang-layang di ibukota. Ia berbagi ilmu, sekaligus berbagi manfaat ekonomi kepada warga desa, di kota kecil Purbalingga. Pertanyaannya, akan ada berapa persen dari 75 persen usia produktif tersebut, yang akan memilih jalan seperti Sheila Agatha Wijaya?

Ini pertanyaan saya sebagai warga biasa. Dari penelusuran saya, tahun 2016, ada sekitar 60 ribu orang Indonesia yang belajar ke luar negeri. Akankah mereka, setelah kembali ke tanah air, bermukim di perkotaan? Ada berapa persen dari mereka yang berkenan untuk bermukim di kota kecil, melakukan proses transfer skill sekaligus transfer knowledge? Menurut saya, sudah sepatutnya 60 ribu orang Indonesia yang belajar ke luar negeri itu, turut mewarnai gerakan peningkatan kualitas SDM kita.

Sekitar 5 ribu penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), sedang menempuh studi di luar negeri. Inggris menjadi negara favorit tujuan penerima LPDP, dengan jumlah 1.679 mahasiswa, Belanda (798), dan Australia (684) penerima beasiswa. Pada 2017, pemerintah menganggarkan Rp 2,5 triliun untuk beasiswa LPDP, dengan jumlah target penerima beasiswa sebanyak 5 ribu orang. Foto: katadata.co.id
Sekitar 5 ribu penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), sedang menempuh studi di luar negeri. Inggris menjadi negara favorit tujuan penerima LPDP, dengan jumlah 1.679 mahasiswa, Belanda (798), dan Australia (684) penerima beasiswa. Pada 2017, pemerintah menganggarkan Rp 2,5 triliun untuk beasiswa LPDP, dengan jumlah target penerima beasiswa sebanyak 5 ribu orang. Foto: katadata.co.id
Hilirisasi, Industrialisasi
Dalam konteks peningkatan kualitas SDM, pemerintah menyadari pentingnya peran pendidikan. Dalam hal ini, meraih ilmu dari luar negeri, kemudian mengimplementasikannya di tanah air. Presiden Joko Widodo, pada Selasa (07/02/2017) sore, sengaja menggelar rapat terbatas dengan topik Optimalisasi Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. Rapat itu dihadiri oleh sejumlah menteri Kabinet Kerja. Dalam rapat tersebut, Presiden melansir sejumlah data, khususnya yang relevan dengan kualitas SDM di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun