Jumat (14/07), jajaran Polres Metro Tangerang mengamankan calo murid untuk SMU Negeri 8 Cibodas. Pada hari yang sama, Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, menegur calo pengadu di Balai Kota. Kenapa orang perlu calo?
Ada banyak kemungkinan jawaban. Pertama, karena orang ingin menempuh jalan pintas. Mereka rela mengeluarkan biaya lebih, yang penting urusan cepat beres. Kedua, karena birokrasi lambat dan mampet, hingga perlu dilicinkan dengan uang melalui calo. Kedua alasan tersebut agaknya menjadi alasan yang dominan, yang melahirkan calo sebagai salah satu profesi penting di negeri ini. Selama masih ada calo, itu artinya perang melawan korupsi belum boleh berhenti.
Calo di Momen Gratisan
Secara harfiah, calo adalah orang yang menjadi perantara dan memberikan jasanya untuk menguruskan sesuatu, berdasarkan upah. Sebagai penyedia jasa, wajar dong calo mendapatkan upah. Tapi, Djarot Saiful Hidayat tidak suka profesi itu. "Kamu 'nyalo' apa? Lu lagi, lu lagi, aku kenal lho...." tegurnya pada seseorang di Balai Kota, sebagaimana dilansir kompas.com pada Jumat (14/07/2017). Perempuan yang ia tegur itu, sering kali membawa orang lain untuk mengadu kepadanya. Ia menduga, orang itu menjadi calo bagi warga yang ingin mengadu.
Padahal, kegiatan pengaduan warga itu adalah kegiatan rutin yang terbuka untuk warga Jakarta di Balai Kota, berlangsung tiap hari, dan gratis tis. Meski gratis, mereka yang jeli, rupanya bisa melihat peluang untuk menjadi calo, dengan alasan mendampingi warga untuk mengadu kepada Djarot Saiful Hidayat. Wah, ternyata calo bukan hanya berperan di momen berbayar, tapi di kegiatan yang gratisan pun, mereka tetap bisa menciptakan ladang rezeki.
Itulah hebatnya orang yang bermental calo, cerdas melihat peluang. Juga, leluasa beroperasi di Balai Kota. Keren kan Balai Kota kita? Intinya, ada yang membutuhkan jasa dan ada penyedia jasa, di situlah fulus bicara. Hehehe. Jangan-jangan nanti bakal muncul tawaran pendamping pengadu di sosial media. Para pakar hukum mungkin bisa merumuskan, apakah calo pengadu itu layak dipidana atau tidak.
Calo di Tahun Ajaran
Selain di momen pengaduan, di ajang penerimaan murid baru, calo sudah sejak lama bergentayangan. Keren kan dunia pendidikan kita? Karena itulah, Budi Sulistiono sengaja mewanti-wanti orang tua agar tidak terpedaya oleh calo. "Jangan percaya pada calo atau oknum yang masih nekat nawarin bangku sekolah. Tidak ada seperti itu. Kalau ada, kami tindak tegas," ucap Budi Sulistiono, Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Utara Wilayah I, sebagaimana diberitakan tribunnews.com pada Minggu (09/07).
Di Tangerang, ada calo murid yang sudah ditangkap polisi, berdasarkan pengaduan orang tua. Sang Calo menjamin murid yang ditanganinya pasti diterima di SMU Negeri 8 Cibodas, Kota Tangerang, Provinsi Banten. Tarifnya, jutaan rupiah. Orang tua yang memanfaatkan jasa calo tersebut nampaknya menganut prinsip: bersedia mengeluarkan biaya lebih, yang penting urusan cepat beres. Alih-alih cepat beres, yang terjadi malah sebaliknya: uang lenyap, anak tidak diterima.
Sekali lagi, ada yang membutuhkan jasa dan ada penyedia jasa, di situlah fulus bicara. Hehehe. Dalam konteks korupsi, penyuap, perantara suap, dan penerima suap sama-sama ditindak secara pidana. Saya belum tahu, apakah di ranah percaloan, mekanisme yang sama juga diterapkan? Karena, KPK kan singkatan dari Komisi Pemberantasan Korupsi, bukan Komisi Percaloan Kita. Hehehe. Lagi pula, nilai suap penerimaan murid baru, tentulah tidak segede yang diraup koruptor Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik.
Untuk lucu-lucuan, saya mencari tahu, calo apa saja ya yang sempat dicatat oleh Mbah Google. Ketika saya input keyword calo, wah sangat beragam yang ditampilkan. Agar agak fokus, saya meng-input satu per satu keyword dalam lingkup Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek): calo jakarta, calo bogor, calo depok, calo tangerang,dan calo bekasi. Hasil catatan Mbah Google itu kemudian saya tabulasi. Lumayan, ternyata ada sejumlah temuan yang singkron, yang muncul di ke-5 wilayah tersebut.
Ada tiga kategori calo yang ditemukan Mbah Google di ke-5 wilayah Jabodetabek itu: calo SIM, calo paspor dan calo KTP. Hmm, jeli juga ya si mbah ini. Kita tahu, memang di ketiga jenis urusan itu, kerap kita temukan calo yang bergentayangan. Mereka bukan beroperasi diam-diam, tapi sudah terang-terangan. Sekali lagi, ada yang membutuhkan jasa dan ada penyedia jasa, di situlah fulus bicara. Hehehe.
Selain itu, ada dua jenis calo yang ditemukan Si Mbah di 4 wilayah, Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi, yaitu calo samsat (sistem administrasi manunggal satu atap) dan calo bpjs (badan penyelenggara jaminan sosial). Kedua jenis calo tersebut tidak ditemukan Si Mbah di Jakarta. Benarkah? Saya kemudian meng-input calo samsat jakarta. Eh, ada ternyata. Ini salah satunya Puluhan Calo Samsat Jaktim Tak Berkutik Saat Terjaring Petugas, diberitakan tribunnews.com pada Kamis (06/04/2017).