Kapal niaga Portugis sudah singgah di Pelabuhan Larantuka, sejak tahun 1556. Menurut Menko Maritim Rizal Ramli, Larantuka pada abad ke-16 merupakan pusat penting bagi perubahan dan transformasi budaya di Flores. Bagaimana keseharian anak-anak di sana?
Anak-anak, bagi saya, adalah potret kehidupan suatu tempat. Karena itu, tiap kali berkunjung ke suatu kota atau suatu desa, saya kerap mencermati keseharian anak-anak di sana. Ini tentu saja subjektif dan lebih merupakan pandangan pribadi. Ketika hendak berkunjung ke Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), pertanyaan yang muncul di kepala saya adalah: bagaimana ya keseharian anak-anak di sana? Secara administratif, Larantuka adalah sebuah Kecamatan yang sekaligus menjadi ibu kota Kabupaten Flores Timur. Secara geografis, Larantuka adalah wilayah yang berada di kaki Gunung Mandiri, Ile Mandiri, sekaligus merupakan wilayah pesisir yang berada di ujung timur Pulau Flores.
Anak Pantai: Memancing dan Menombak
Saya membayangkan, akan menemukan dua tipikal anak-anak sekaligus: anak pantai dan anak gunung di Larantuka. Sejak Selasa (17/5/2016) sore hingga Jumat (20/5/2016) siang di Larantuka, praktis saya tidak bertemu dengan anak jalanan. Baik sebagai pengemis maupun sebagai pengamen. Di Taman Kota Larantuka pun, saya tidak bertemu dengan anak-anak. Ketika siang menjelang sore, barulah saya melihat anak-anak di beberapa titik pantai yang saya lalui. Tidak begitu banyak, hanya beberapa orang saja.
Nah, benda tajam itulah yang kemudian mereka arahkan ke ikan-ikan yang melintas di antara batu karang. Adakalanya juga mereka menyusupkan tombak tersebut ke sela-sela batu karang, yang dijadikan ikan sebagai tempat berlindung. Ini tentu saja membutuhkan kecerdikan tersendiri. Sebagai anak pantai, menombak ikan adalah bagian dari keahlian mereka, di samping keahlian berenang tentunya. Dan, keahlian itu bisa mereka peroleh melalui latihan terus-menerus. Yang nampaknya juga penting adalah feeling. Anak yang sudah ahli, punya feeling kuat, di celah batu karang yang mana yang ada ikannya.
Bagaimana dengan anak-anak di perbukitan? Dari pusat kota Larantuka, ada beberapa jalan yang bisa dilalui untuk menjangkau perkampungan di perbukitan. Jalan itu sekitar selebar satu meter dan sudah disemen. Bila menggunakan sepeda motor, kita bisa leluasa menjelajahinya. Jalan semen itu memiliki kemiringan 15 derajat hingga 45 derajat. Karena berombongan, kami memilih menggunakan mobil untuk melihat keseharian anak-anak yang tinggal di perbukitan. Sasaran kami adalah desa-desa di Kecamatan Tanjung Bunga, sekitar 45 kilometer dari pusat kota Larantuka, yang bisa ditempuh dua jam perjalanan dengan mobil.
Kami pun menyusuri jalan raya ke arah barat, dari pusat kota Larantuka. Di sebelah kanan jalan adalah pantai dan di kiri jalan adalah perbukitan. Di sepanjang pantai yang kami lalui, hutan mangrove tumbuh cukup lebat. Di perbukitan yang kami lintasi, pepohonan tumbuh dengan rimbun. Sampai satu jam perjalanan, kami masih menyusuri tepi pantai. Selanjutnya, kami mengarah ke perbukitan, dengan kondisi aspal yang sudah rusak. Di beberapa titik sedang berlangsung perbaikan jalan, yang ditandai dengan adanya alat berat untuk menata tebing.
Kacang Mede Juru Selamat