Golok adalah senjata seorang pendekar silat. Dalam konteks kekinian, golok menjadi senjata ekonomi. Diproduksi kemudian diperdagangkan sebagai cinderamata. Golok juga diciptakan untuk menjadi identitas kota, demi gelorakan spirit warga.
Itulah yang terjadi di Kota Cilegon, Provinsi Banten. Kota di ujung barat Pulau Jawa tersebut menyadari bahwa silat sebagai ilmu bela diri dan golok sebagai senjata pendekar silat adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan warga. Kita tahu, Banten memiliki Silat Bandrong, aliran silat yang tumbuh serta berkembang di Banten, sejak Kesultanan Banten, sejak berabad-abad yang lalu. Hingga kini, silat sebagai ilmu bela diri terus berkembang di Banten. Para pendekar di sana secara kreatif menciptakan berbagai aliran silat, dengan Silat Bandrong sebagai pijakannya. Warga yang berminat mempelajari silat pun, makin banyak. Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Banten mencatat, ada 300 peguron Se-Provinsi Banten. Yang dimaksud dengan peguron adalah perguruan silat, padepokan silat.Â
Peguron, Spirit Para Pesilat
Silat sebagai ilmu bela diri, memang bukan hanya ada di Banten. IPSI, yang didirikan pada (18/5/1948) di Surakarta, Jawa Tengah, mencatat, aliran Silat Cimande yang berasal dari Bogor, Jawa Barat, dan aliran Silek Tuo dari Padang Panjang, Sumatera Barat, merupakan aliran pencak silat tua dan besar di Indonesia. Silat Cimande dan Silek Tuo memengaruhi banyak aliran silat yang diajarkan di berbagai perguruan pencak silat di Indonesia. Meski demikian, mengingat intensitas masyarakat Banten dengan silat, pengurus IPSI Banten berkehendak menjadikan pencak silat sebagai olahraga ikon Banten.
Ini dikemukakan Ajat Sudrajat, Ketua Umum Pengprov IPSI Banten, di hadapan perwakilan 300 peguron Se-Provinsi Banten, pada acara Sarasehan Pencak Silat Banten di Hotel Flamengo, Kota Serang, Banten, pada Sabtu (12/12/2015). Keberadaan 300 perguruan silat di Banten, tentulah sebuah indikator tersendiri yang menunjukkan tingginya minat warga setempat mempelajari silat sebagai ilmu bela diri. Sebagai gambaran, yang mempelajari Silat Bandrong saja, misalnya, saat ini lebih dari 80.000 pesilat di Banten. Ini menurut catatan Safrudin Syafei, Ketua Umum Peguron Bandrong Banten, pada Senin (21/03/2016).
Dengan kata lain, silat sebagai ilmu bela diri dan golok sebagai senjata pendekar silat, memang bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan warga Kota Cilegon, Provinsi Banten. Golok Day ini adalah hasil kolaborasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Cilegon, Himpunan Peguron Pendekar Banten, dan Ikatan Pencak Silat Indonesia, Cabang Cilegon. Sebagaimana dituturkan Bukhori, Kepala Disbudpar Kota Cilegon, pada Sabtu (30/4/2016), kolaborasi ini dibangun untuk menggugah kesadaran bersama dalam merawat seni-budaya Kota Cilegon khususnya, dan heritage Banten umumnya.
Golok Sebagai Gerakan Kreatif
Sebagai tokoh masyarakat yang dihormati di Kota Cilegon, H. Tb. Aat Syafaat, berbagi kisah kreatif tentang silat dan golok kepada lebih dari 1.100 pesilat yang hadir pada Sabtu (30/4/2016) tersebut. Aat Syafaat melihat, betapa kuatnya Kujang, sebagai identitas Jawa Barat. Kujang merupakan senjata unik dari Jawa Barat, yang sudah dikenal sejak abad ke-8. Aat Syafaat juga melihat, betapa kuatnya Rencong sebagai identitas Aceh. Rencong adalah senjata tradisional di Nanggroe Aceh Darussalam, yang sudah dikenal sejak abad ke-17.
Di delapan kecamatan tersebut, bertebaran perguruan silat, yang mengembangkan berbagai aliran silat. Bila dikumpulkan, jumlah pesilat tersebut bisa mencapai puluhan ribu orang. Aat Syafaat menilai, para pesilat ini adalah kelompok masyarakat yang memiliki potensi untuk bersama membangun Kota Cilegon. Selain itu, di Kecamatan Ciwandan, ada sejumlah pengrajin golok yang sudah sejak lama menekuni kerajinan tersebut. Dalam kerangka kreatif, ini tentulah sesuatu yang klop. Bukankah golok adalah senjata para pendekar silat?