FWD Life, melalui kegiatan Bebas Berbagi, mengajak masyarakat Indonesia untuk meningkatkan wawasan akan pemahaman keuangan serta pemberdayaan diri dalam pengembangan bisnis. Karena seorang finalis berhalangan hadir, maka hanya lima finalis (kiri) yang mempresentasikan ide bisnis mereka di Kopdar Bebas Berbagi di Jakarta, pada Sabtu (19/9/2015). Pemenang memegang hadiah: I-Alicia Van Akker (tengah), II-Anggia Rahendra (kanan), III- Ignatius Leonardo (kiri). Mereka diapit empat speaker, yang hari itu berbagi pengalaman bisnis. Foto: fwd.co.id
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Ada ide tapi tak ada modal. Pemilik ide mencari pemodal, para pemodal juga berburu pemilik ide. Inilah seni berbisnis: pencarian tiada henti, hingga menemukan yang benar-benar klop dengan passion.
Itulah sejumlah hal yang tampil ke permukaan, saat Kopdar Bebas Berbagi, yang digelar Kompasiana bersama FWD Life[1], pada Sabtu, 19 September 2015, di Kopitiam Tan, SCBD Lot 8, Jl. Jenderal Sudirman No. 52–53, Jakarta Selatan. Pemilihan Kopitiam Tan sebagai tempat berbagi, pas banget dengan topik ide bisnis. Pertama, lokasinya bisa diakses dari banyak arah: dari Jl. Gatot Subroto, dari Jl. Senopati, dan dari Jl. Sudirman. Bukankah banyak jalan untuk menemukan serta mewujudkan ide bisnis? Kedua, di kawasan Sudirman Central Business District (SCBD), bukan hanya ada satu Kopitiam, tapi juga ada QQ Kopitiam, Bangi Kopitiam, dan Kopitiam SCBD. Bukankah ide bisnis harus bertempur dengan ide bisnis sejenis di kategori bisnis sejenis?
Ide Bisnis dan Konsep Bisnis
Muhammad Yukka Harlanda[2], yang di Kopdar Bebas Berbagi itu tampil sebagai salah seorang pembicara, bisa menjadi contoh kongkrit. Yukka Harlanda menemukan ide bisnisnya, membuat sepatu khusus pria, pada tahun 2010. Kini, kita mengenal bisnis fashion khusus pria itu, dengan brand, Brodo. Apakah Yukka Harlanda pembuat sepatu pria pertama? Tentu saja tidak. Kita tahu, sepatu pertama di dunia, dalam hal ini sepatu kulit, sudah diciptakan di daerah Mesopotamia kuno, sekitar 3.000 tahun sebelum masehi.
Pada masa itu, teknologi internet belum ada. Sepatu ciptaan di Mesopotamia kuno itu baru kita ketahui, barangkali puluhan atau ratusan tahun kemudian. Sebaliknya kini, di era yang serba internet, sepatu ciptaan terbaru Yukka Harlanda, bisa kita ketahui hanya dalam hitungan detik, setelah dipajang di ranah maya. Bahkan, kita bisa langsung memesan serta membelinya secara online, sembari nyeruput kopi di sebuah cafe.
Peta bisnis memang sudah berubah dan perubahannya sangat cepat. Rhenald Kasali, Guru Besar Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, yang meraih gelar PhD dari University of Illinois, Amerika Serikat, merumuskan gejala perubahan mendasar tersebut dalam 3S: sudden shift, speed, dan surprise[3]. Maka, ketika di Kopitiam Tan itu, Yukka Harlanda bercerita bahwa ia mampu menjual lebih dari 4.500 pasang sepatu per bulan, kita tahu betapa tingginya nilai sebuah ide bisnis.
Yukka Harlanda menemukan ide bisnisnya semasa kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia bersama rekan sekampusnya, Putera Dwi Karunia, sudah mulai menjajal ide bisnis sepatu tersebut, semasa masih kuliah. Yang mereka miliki adalah ide bisnis dan konsep bisnis. Sementara, yang memproduksi adalah pengrajin sepatu di kawasan Cibaduyut[4], Bandung, yang memang sejak lama sudah dikenal sebagai sentra sepatu. Sekali lagi, ini makin menunjukkan kepada kita, betapa besar peran ide bisnis dan konsep bisnis, dalam sebuah aktivitas bisnis.
Ide Bisnis, dari Passion Menjadi Bisnis
Di Kopdar Bebas Berbagi tersebut, Yukka Harlanda tentu tidak hadir sendirian. Di Kopitiam Tan hari itu, ada lima orang muda dari generasi internet, yang memaparkan ide dan konsep bisnis mereka. Usia mereka rata-rata setara dengan usia Yukka Harlanda dan Putera Dwi Karunia, saat menemukan ide bisnis serta menjajal bisnis sepatu, semasa kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Mereka adalah Anggia Rahendra, Fitri Kumala, Alicia Van Akker, Ignatius Leonardo, dan Rinda Gusvita. Mereka tampil meyakinkan, mempresentasikan ide dan konsep bisnis masing-masing.
Kelima anak muda generasi internet tersebut adalah finalis dari rangkaian kelas online Bebas Berbagi, yang men-support kalangan muda mengembangkan passion[5] menjadi bisnis. Bebas Berbagi adalah kelanjutan dari aktivitas Bebaskan Langkah dan Passionpreneur Workshop dari FWD Life. Program ini berlangsung sejak April–Mei 2015 lalu. Lebih dari 3.500 ide dan konsep bisnis, dikirimkan anak negeri, dari berbagai penjuru tanah air. Menurut Paul Setio Kartono, CFO FWD Life, yang menjadi keynote speech di Kopdar Bebas Berbagi hari itu, lebih dari separuh dari ide bisnis yang masuk, adalah ide-ide cemerlang yang layak untuk diwujudkan.
Dengan kata lain, kelima finalis tersebut di atas, adalah mereka yang memiliki ide dan konsep bisnis paling cemerlang dibanding yang lain. Mereka adalah Passionate People, dengan nilai terbaik dan ide bisnis yang menarik pada Bebas Berbagi. Ide bisnis serta presentasi mereka, sungguh mengesankan. Lebih mengesankan lagi, karena mereka secara usia masih muda, bahkan masih duduk di bangku kuliah, tapi sudah memiliki jangkauan pemikiran yang jauh ke depan. Para blogger, komunitas, jurnalis warga Kompasiana, juga sejumlah awak media dan investor, yang menghadiri presentasi ide bisnis tersebut, berdecak kagum atas gagasan mereka.
Perubahan cepat, sebagaimana dirumuskan Rhenald Kasali dalam 3S: sudden shift, speed, dan surprise, sangat terasa pada sejumlah ide bisnis tersebut. Dalam artikelnya, Hati-hati "Sudden Shift", Fenomena Perubahan Abad Ke-21, yang dilansir kompas.com, pada Senin l 24 Agustus 2015 | 05:41 WIB, Rhenald Kasali menegaskan, jangan lagi mengatakan jumlah wirausaha kita masih di bawah 1 persen. Mereka yang sudah terlibat dalam sektor informal saja, sudah 60 juta orang. Nah, ditambah dengan terus tumbuhnya wirausaha dari generasi internet, tentu jumlah wirausaha kita saat ini, lebih dari itu. Mereka memiliki daya disruptive innovation[6], yang bisa menggerus para pelaku usaha konvensional.
Ide Bisnis Plus Partner Bisnis
Yukka Harlanda, sejak menemukan ide bisnisnya, juga sekaligus menemukan partner bisnisnya, Putera Dwi Karunia, yang merupakan rekan kuliahnya di Institut Teknologi Bandung (ITB). Dalam konteks bisnis, sebagaimana diungkapkan Dedy Dahlan, Founder Passionpreneur Academy, di Kopdar Bebas Berbagi tersebut, yang dimaksud dengan partner bisnis, cukup luas cakupannya. Karyawan, rekan kerja, pemasok bahan baku, pemodal alias investor, juga pengrajin yang memproduksi sepatu untuk Yukka Harlanda, misalnya, sesungguhnya adalah partner bisnis.
Artinya, dalam sebuah mata-rantai aktivitas bisnis, dari hulu ke hilir, ada begitu banyak partner dari sebuah bisnis. Maka dari itu, Dedy Dahlan menegaskan, tidak ada bisnis yang berjalan sendiri. Bisnis pasti membutuhkan partner, sekecil apa pun skala bisnis tersebut. Membangun relasi dengan partner serta menjaga relasi dengan partner, adalah komponen penting bagi keberlanjutan sebuah aktivitas bisnis. Dengan kata lain, bisnis adalah kebersamaan, di mana masing-masing pihak yang terkait, meraih capaian yang sepadan.
Dalam konteks ide bisnis dan investor, Dedy Dahlan bercerita bahwa investor tidak serta-merta tergiur melihat presentasi ide bisnis yang menampilkan potensi keuntungan besar. Kenapa? Karena, investor sangat menyadari, tidak ada bisnis yang menggelembung besar dengan tiba-tiba. Maka dari itu, investor akan mencermati karakter sang pemilik ide bisnis, yang akan menjalankan bisnis tersebut. Seberapa kuat karakternya dan seberapa besar kapasitas skill-nya, terkait ide bisnis yang dipresentasikan.
Sampai di sini, kita melihat, betapa pentingnya passion dalam sebuah ide bisnis. Dari presentasi ide dan konsep bisnis kelima finalis di atas, nampak jelas bahwa mereka telah menjadi bagian dari ide bisnis yang mereka paparkan. Pada Alicia Van Akker yang menjadi Pemenang I, misalnya, ia sendiri adalah seorang master of ceremonies (MC), yang sudah cukup lama aktif sebagai pembawa acara. Dengan demikian, Alicia Van Akker sudah memahami lika-liku dunia MC, juga sudah mengenal dengan baik kebutuhan penyelenggara event, yang membutuhkan jasa MC. Ide bisnisnya tentang Rumah MC, dengan sendirinya telah mencerminkan passion yang bersangkutan.
Jakarta, 21 September 2015
--------------------------------
4 mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, menciptakan pakan ternak, pupuk organik, dan media tanam jamur, yang bersumber dari limbah biogas.
Inilah komunitas pensiunan, komunitas purnabakti, yang dibina oleh Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), agar mereka memiliki aktivitas wirausaha, yang sesuai dengan usia mereka.
---------------------------------
[1] FWD Life Indonesia (FWD Life) merupakan perusahaan asuransi jiwa patungan dengan perusahaan asuransi berbasis di Asia, FWD Group. FWD Life Indonesia didukung oleh pengalaman dan sumber daya multinasional, yang dipadukan dengan talenta dan pemahaman lokal. FWD Life Indonesia didirikan pada 12 November 2012. Pada Juni 2015 lalu, FWD Life meluncurkan iFWD Liberate, jalur distribusi asuransi secara online. Menurut Paul Setio Kartono, Direktur Keuangan FWD Life, iFWD Liberate merupakan kanal baru yang digunakan perseroan untuk menyasar anak muda kota. Selengkapnya, silakan baca Jual asuransi online, FWD sasar anak muda kota, yang dilansir kontan.co.id, pada Jumat l 05 Juni 2015 | 13:21 WIB.
[2] Misi Muhammad Yukka Harlanda adalah membuat sepatu dengan desain simple, keren, berkualitas, mendetail, namun masuk akal buat kocek mahasiswa. Dengan wawasan yang didapat dari kampus, Yukka menerapkan prinsip engineering yaitu pengalaman bentuk dan ruang yang fungsional. Salah satu ciri khas desain Brodo adalah sederhana, tanpa menambah-nambah instrumen yang tak perlu. Selengkapnya, silakan baca Brodo: Bisnis Sepatu dengan Modal Rp 7 juta, yang dilansir swa.co.id, pada Selasa | 12 Agustus 2014.
[3] Gejala ini kita sebut sudden shift (tiba-tiba berpindah). Perpindahannya mengejutkan, karena seakan tiba-tiba (sudden), cepat sekali (speed), dan membuat kita terkaget-kaget (surprise). Konsumen perbankan mulai meninggalkan kunjungan ke loket-loket bank. Mereka beralih ke mobile banking. Pemakaian voice dalam berkomunikasi, beralih ke cara-cara baru: data. Dari voice ke BBM, lalu pindah lagi ke Whatsapp dan media sosial. Inilah persaingan baru melalui business model yang benar-benar berbeda. Selengkapnya, silakan baca Hati-hati "Sudden Shift", Fenomena Perubahan Abad Ke-21, yang dilansir kompas.com, pada Senin l 24 Agustus 2015 | 05:41 WIB.
[4] Cibaduyut sebagai sentra produksi sepatu dan olahan kulit, sudah dikenal sejak lama, sejak tahun 1920. Pada Selasa (27/1/2015), ketika Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, menerima kedatangan Duta Besar Kerajaan Belgia untuk Indonesia, Patrick Hermann, sepatu Cibaduyut menjadi bahan pembicaraan mereka. "Produk sepatu Bandung ini kan kualitasnya banyak yang kelas dunia, tapi marketingnya terbatas. Jadi, saya meminta itu (promosi dan penjualan) dan dia merespon. Jadi, pintu bisnisnya Belgia untuk ke Eropa," ujar Ridwan Kamil. Selengkapnya, silakan baca Kerja Sama dengan Belgia, Ridwan Kamil Ingin Sepatu Cibaduyut Tembus Pasar Eropa, yang dilansir kompas.com, pada Selasa l 27 Januari 2015 | 14:11 WIB.
[5] Kalau Anda termasuk orang yang ingin ngembangin Passion Anda dan hidup dari Passion, tapi seringkali terantuk pada pertanyaan yang nyebelin binti ngeselin, “Dari mana duitnya?”, “Siapa yang mau bayar saya?”, atau bahkan “Dari mana modal untuk projectnya?” Maka Anda wajib pasang kuping, mata, dan dompet, tentang konsep Crowdfunding. Selengkapnya, silakan baca Passion dan Kekuatan Crowdfunding, yang dilansir dedydahlan.com, pada Minggu l 9 Agustus 2015.
[6] Disruptive Innovation kerap dipahami sebagai inovasi yang menciptakan pasar baru atau value baru, yang mendobrak tatanan lama serta menggusur teknologi sebelumnya. Konsep ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1997 oleh Clayton Christensen, profesor dari Harvard University. Wikipedia mendefinisikan disruptive innovation sebagai marketing speak for a technological innovation that improves a product or service in ways that the market does not expect, typically by being lower priced or designed for a different set of consumers.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H